Begitu sampai rumah, ponselku berdering. Layar menampilkan sebuah panggilan dari nomor yang tidak tersimpan di kontak. Tapi sepertinya aku tahu ini nomer siapa.
“Ya?”
“Saya ada pertanyaan, tadi nggak sempat kejawab soalnya kembaran kamu keburu pulang.”
Pulang? Kok sama? Apa Madrid terlibat drama konyol juga?
“Kenapa jam segini dia sudah pulang?” tanyaku.
“Iya. Tadi ada incident.”
“Incident?” Aku langsung waspada.
“Yap bloody incident,” dia tertawa, “apparently, your twin got her or his? ... first period.”
“Oh,” Aku tersenyum, “pasti syok.”
“Shocked and devastated!”
“Hemm ….”
“Saya curiga kalau mind-swap ini terus berlanjut, kalian berdua bisa kehilangan identitas. The mind will adapt to the body and eventually synchronize.”
Sebenarnya itu juga yang aku takutkan. Lambat laun aku akan lupa siapa diriku. Milan’s consciousness and Madrid’s body akan melebur membentuk identitas baru. Begitu juga sebaliknya.
“Saya nggak khawatir, pasti ada jalan keluarnya.”
“O ya, kamu sudah nemu titik terang?”
“Kurang lebih,” balasku bohong, “kamu sendiri?”
“Pastinya! Saya cuma ganti perspektif and surprisingly, things started to clear up.”
“O ya? What did you find?” tanyaku dengan nada sedatar mungkin padahal aku sangat penasaran.