The Strange Case of Milan and Madrid

Galilea
Chapter #19

Bab 18

Dari pulang sekolah aku masih terkapar dengan kantung air hangat menempel di perut seperti orang pesakitan. Di luar hari sudah gelap, tapi aku tidak berniat beranjak. 

Aku cek ponsel, ada pesan dari Ori katanya kalau ada apa-apa hubungi saja dia. Tadi aku pulang diantar-nya, dia juga yang membelikanku perlengkapan yang umumnya dipakai perempuan untuk melalui periode berdarah ini.

Rasanya aku selangkah lagi menuju kegilaan. Mana Ori bilang kalau era berdarah-darah ini bisa berlangsung sampai 7 hari. Tapi tenang saja katanya, karena semakin hari terror yang aku rasakan akan semakin berkurang.

Besok hari Sabtu, baguslah dengan begitu aku tidak perlu ke sekolah. Kalau pun bukan weekend, aku tetap tidak akan ke mana-mana.

Mau ada gempa kek, banjir bandang, alien turun ke bumi, zombie apocalypse, perang dunia ke-3, aku tidak peduli! Aku tidak akan ke luar dari kamar ini. Selamanya!

 *****

Lama aku menatap kartu tarot yang tak sengaja terselip di kerah bajuku saat ke rumah paranormal itu. Kebetulan atau…

“Mad, hidung kamu kenapa?”

“Tadi kena bola,” kataku, datar.

“Bola apa? Bola bowling? Awas kalau berantem! Inget bentar lagi ujian akhir!”

Buru-buru aku bangkit untuk menghindari percakapan yang tidak penting ini.

“O ya Mad, tadi gurunya Milan nelpon Papa.”

“O ya?” reflek aku duduk kembali. “Kok bisa?”

“Ibu itu sih cuma bilang kalau Milan agak kurang bersemangat di sekolahnya. Jadi dia pengen tahu dari sudut pandang papa kira-kira penyebabnya apa.”

“Cuma itu?”

“Aneh ya? Namanya anak sekolah biasa kali semangatnya naik turun. Apalagi kelas 12 lagi jenuh-jenuhnya. Kok sampai telepon?”

“Terus?”

“Ya Papa jawab apa adanya, kalau kita jarang komunikasi. Ujung-ujungnya, Papa yang banyak nanya sekolahnya Milan.”

Pasti Madrid berbuat ulah. Yang menelepon pasti guru BK.

Lihat selengkapnya