The Strange Case of Milan and Madrid

Galilea
Chapter #28

Bab 27

Saat Maya membuka mata, Madrid langsung memegang tangannya. “Nenek udah baikan?” 

Milan yang berada di samping satunya lagi, juga melakukan yang sama. “Cepat sembuh Nek."

Nenek menatap mereka satu per satu kemudian tersenyum.

Pandangan Maya kemudian beralih ke Marcel yang berada di samping Madrid. Dengan lemah dia berusaha mengangkat tangannya, dan mengulurkannya ke arah Marcel. 

Meski terlihat ragu, Marcel meraih tangannya. 

“Maaf,” ucap Maya lirih. Tidak ada lagi kata yang terucap dari mulutnya. Tetapi genggaman tangannya menguat seiring dengan derasnya air yang mengalir di matanya, seolah-olah dia sedang mempertahankan keseimbangan karena sebuah goncangan.

“Nggak Bu,” balasnya sedikit gemetar berusaha menahan air mata. Ia meletakan tangan satunya lagi dia atas tangan Maya. “Saya yang harusnya minta maaf.”

Maya tersenyum lemah, pikirannya melayang ke masa itu. Masa di mana anaknya Marina meninggalkan dunia.

*****

Saat mendengar Marina sudah tak bernyawa, hidup Maya mendadak gelap total, kosong, dan hampa.

Tidak pernah terbayang olehnya, dia yang harus menguburkan anaknya bukan sebaliknya. Kenapa Tuhan memberikan ‘kesempatan’ itu kepadanya? Kesempatan yang paling ditakuti orangtua mana pun di dunia.

Maya yakin waktu tidak akan mengobati luka yang dia rasakan saat itu. Selamanya dia akan berduka. Pertanyaannya sampai kapan dia sanggup menanggungnya? Haruskah dia menyerah saja?

Pertanyaan-pertanyaan seperti itu sering mampir di kepalanya di hari-hari pertama kematian Marina. Untunglah adiknya, Padma yang juga seorang dokter memutuskan tinggal di rumahnya sampai Maya merasa lebih baik.

Kehampaan yang Maya rasakan mendadak berubah jadi kemarahan saat dia tahu kalau beberapa minggu sebelum kematiannya, Marina meninggalkan rumahnya yang menurut keterangan Marcel atas “keinginan dirinya sendiri dan demi kebaikan bersama”. Saat ditanya alasannya. Marcel bungkam tapi Maya tahu jawabannya. Dan sangat sederhana. Marina tidak bahagia!

Dan ini semua salah siapa lagi kalau bukan Marcel. Menurutnya dia gagal sebagai suami dan kepala keluarga.

Seandainya Marina bahagia, dia tidak akan pergi dari rumah. Seandainya dia tidak pergi dari rumah dia tidak akan meninggal. Sendainya Marcel tidak gagal ….

Sejak saat itu, Maya menganggap Marcel-lah penyebab kematian Marina. Dia sangat menyesal mempercayakan anaknya kepadanya.

Untuk mengobati rasa sesalnya dia mengajak Milan dan Madrid tinggal bersamanya. Alasanya, dia tidak mau cucu-cucunya merana dan tidak bahagia seperti anaknya. Jangan sampai ada ‘korban’ berikutnya.

Anehnya, kebenciannya terhadap Marcel justru meningkatkan kewarasannya yang sempat terguncang itu. Lubang besar yang menganga di hatinya kini mulai tertambal. Dia pun mulai fokus bagaimana mengambil hak asuh Milan dan Madrid.

Milan menerima tawarannya tetapi sayang Madrid menolaknya. Tapi Maya tidak menyerah setiap ada kesempatan dia pasti mengajak Madrid tinggal bersamanya walau selalu ditolak.

Hadirnya Milan di rumahnya benar-benar membantu Maya bangkit. Terkadang, dia melihat Milan sebagai Marina yang terlahir kembali dalam wujud anak-anak. Terlebih, Milan ternyata sama pintarnya dengan Marina. Bedanya, Marina tidak seserius Milan, dia masih suka bergaul bersama teman-temannya. 

Bulan berganti bulan, tahun berganti tahun, pelan tapi pasti Maya pun menerima kepergian Marina dan berusaha mengenangnya dengan damai. 

Tapi tahun ke-8, kembali Maya diguncangkan dengan fakta baru. Adiknya Padma menceritakan sebuah rahasia yang selama ini dia simpan bersama Marina dan ternyata berkaitan erat dengan alasan mengapa keponakannya itu meninggalkan keluarganya.

Kerena beberapa alasan, sebenarnya Padma berjanji untuk tidak pernah mengungkit rahasia ini di depan Maya. Akan tetapi, setiap bertemu Maya, setiap berkunjung ke makam Marina, Padma selalu merasa gelisah dan tidak tenang. Ketidaktenangan yang membuatnya selalu merasa ‘dihantui’. Dan ‘hantu’ itu akan mengejarnya sampai dia bercerita.

Setelah maju-mundur, tahun berganti tahun, Padma pun akhirnya menemukan keberanian.

Maya tidak percaya dengan apa yang keluar dari mulut Padma. Bagaimana bisa? Dia tidak pernah melihat Marina punya masalah berat. Sekolahnya lancar, temannya banyak, dan meski tidak ada sosok ayah dalam hidupnya, Maya yakin Marina tidak pernah merasa kekurangan apapun karena segalanya Maya berikan.

“Tanda-tanda itu sudah terlihat sejak ia kecil.”

Tanda? 

Tanda apa yang Padma maksud? Maya masih ingat waktu mau masuk SD, Marina pernah menjalani tes psikologi dan hasilnya baik-baik saja. Di situ hanya dijelaskan kalau Marina termasuk anak yang highly sensitive. Dan menurut psikolog yang memeriksanya, sifat seperti itu lazim dimiliki anak-anak dengan kecerdasan di atas rata-rata.

“Masih ingat kan waktu SD Marina pernah bikin geger guru-gurunya?”

Tentu saja Maya masih ingat, gurunya tiba-tiba menelepon dan menyuruhnya segera datang ke sekolah. Maya pikir Marina kenapa-kenapa ternyata gurunya hanya mempermasalahkan gambar yang Marina buat yaitu mayat dengan kondisi mengenaskan yang sedang dimakan burung gagak.

Lihat selengkapnya