Derum suara mesin motor terdengar jelas di kedua telinga Nadha yang saat itu tengah berada di dapur. Nadha memasang pendengarannya baik-baik-ingin tau darimana asal suara derum motor itu. Tak berselang lama, suara derum itu tak lagi terdengar, malah berganti oleh suara langkah kaki seseorang yang berjalan mendekat ke arah pintu depan rumah Nadha.
Nadha bergidik sendiri. Pikirannya sudah macam-macam. Bagaimana kalau dia perampok? Bagaimana kalau dia penculik? Penjahat? Depkolektor? Jantung Nadha berdetak tak karuan. Bagaimana dia akan menghadapinya?
"Assalamualaikum Nad." suara itu? Nadha menghela napa lega usai mendengar ucapan salam dari suara itu. Dia telah datang. Nadhapun bergegas meninggalkan dapur.
"Waalaikumsalam Nandra. Aku kaget banget tau, aku kira kamu penjahat, penculik, rampok, depkolektor. Lagian sih, kamu suka bikin aku takut aja, suara motor ilang mendadak, abis itu langkah kakinya kaya disengaja banget dikerasin biar aku takut!" Nadha mengomel panjang lebar pada seorang pria yang tengah berdiri di hadapannya-lebih tepatnya di luar pintu rumah.
Yang diomel bukannya kesal atau marah, justru tertawa terbahak-bahak. Dia bertepuk tangan dengan keras sekali. "Gue berhasil bikin seorang perempuan bernama Nadha takut? Amazing! Ini tuh kaya mukjizat buat gue Nad." lagi-lagi dia tertawa. Mungkin rasanya amatlah puas karena berhasil membuat Nadha takut.
"Awas aja ya, bakal aku bales. Inget itu!" Nadha berdecak sebal. Kedua tangannya menyilang di depan dada. Bibirnya mengerucut, dia benar-benar kesal pada pria uang berstatus sebagai sahabatnya ini.
Tawa Nandra terhenti. Baiklah, dia tidak boleh berlebihan merasa senang karena berhasil menakuti Nadha. "Oke, langsung ke inti kenapa gue kesini. Kita mau berangkat kuliah Nad dan lo belum siap sama sekali? Celemek? Tangan kotor? Baju tidur? Lo kuliah di jurusan apa ya mohon maaf? Gak niat kuliah?" pertanyaan Nandra seolah sangat serius. Belum lagi ekspresinya yang seakan-akan dia memang tidak bercanda.
Demi apapun juga rasa kesal Nadha bertambah berkali-kali lipat pada sahabatnya ini. "Kamu nyari ribut Nan? Mau aku pukul? Tabok? Tonjok? Apa mau aku potong tangan kamu? Asal kamu tau ya Nan, aku lagi bantuin Ibu, aku tau kok aku kotor, baju jelek, pake celemek kaya gini, dan aku juga belum siap buat berangkat kuliah. Kalo kamu masih mau nungguin aku, silakan tunggu, kalo gak mau, yaudah gak usah Nan, aku bisa kok berangkat sendiri ke kampus. Asal kamu tau ya Nan, bagi aku sedikit waktu sangat berharga untuk melakukan sesuatu yang bisa menghasilkan uang. Kamu tau kan kalo aku sama Ibu krisis sama uang?" ucapan panjang lebar itu terucap begitu saja dari bibir Nadha. Nadha menelan ludah dengan susah payah, ternggorokkannya terasa kering. Sorot matanya menampakkan kesal bercampur sedih, dia menatap Nandra dengan tatapan tajamnya.
Sedangkan Nandra sendiri terperangan mendengar ucapan Nadha. Matanya melotot. Terbesit rasa bersalah karena telah mengatakan hal tadi pada Nadha. Nandra lupa kalau kondisi sahabatnya memang tak seberuntung dirinya. Nandra tau dia salah, Nandra mengaku salah.