Siren adalah salah satu makhluk mitologi yang keberadaannya masih samar hingga saat ini. Ada banyak teori mengenai Siren yang tidak masuk akal, mereka semua dibukukan dan dijadikan kisah untuk dibacakan pada anak-anak sebelum mereka tidur lelap dalam dekapan ibu mereka.
Seseorang mengatakan bahwa Siren adalah roh lautan yang menjaga kelestarian alam laut, yang lain berkata bahwa Siren hanyalah seekor ikan pemangsa manusia yang seolah terlihat seperti setengah ikan dan setengah manusia.
Terserah mereka.
Bagi Alaris, teori mengenai makhluk mitologi seperti Siren, Pegasus, atau Hekatonker yang paling logis dan paling masuk akal adalah teori gagasan Tefor Musarik.
Dia menggagas teori bahwa Siren adalah makhluk dengan tubuh setengah manusia dan setengah ikan. Mereka memiliki paras yang cantik dan tampan, gigi mereka tajam, tersembunyi di dalam rahang, rambut mereka mayoritas pendek, karena akan mengganggu ketika berenang di dekat karang, para Siren yang berenang di laut dalam biasanya buta karena tidak melihat cahaya.
Bahkan dia menggagas teori bahwa Siren yang hidup di dasar samudra hanya akan ditumbuhi terumbu karang dan mati kekurangan makanan.
Semua yang ada di dalam laut, adalah pemakan daging. Tidak ada makhluk laut yang memakan tumbuhan. Ikan kecil memakan plankton, ikan sedang memakan ikan kecil, ikan besar memakan ikan sedang, dan ikan raksasa memakan ikan besar, lalu jika salah satu dari mereka mati, bakteri pengurai akan menghabiskan sisa dari mereka dan akan dimakan plankton.
Semua yang ada di laut adalah pemakan daging, begitu juga dengan Siren.
Namun, apakah nutrisi dari ikan-ikan kecil itu cukup bagi mereka?
Ikan Haring hanya memiliki protein dan sedikit karbohidrat serta gizi lain, beberapa malah tidak ada, kalori yang didapatkan dari seekor Haring mungkin hanya sekitar 120 Cal.
Kepiting besar hanya memiliki kalori sebesar 82 Cal, ikan-ikan lain juga sama, tidak lebih dari 300 Cal.
Mereka bisa saja memburu Baringau, atau Tirangau bahkan Direngau, itu jika mereka bukan spesies mangsa bagi ikan-ikan besar itu. Para Siren itu diburu oleh ikan-ikan besar, sama seperti ekosistem seperti yang seharusnya.
Salah satu alasan mengapa Alaris mencurigai Siren sebagai pelaku di baling hilangnya awak kapal Sertia Vesil adalah karena…
“Syair mereka.”
Cordel dan Raffold duduk di kursi, mereka bersebelahan mendengarkan Alaris yang sedang mencari petunjuk.
“Syair mereka? Apa yang bisa mereka dapat dengan menyair?”
Cordel meminum tehnya selagi kawan dari Nutrak berada di sampingnya menanyakan rasa penasarannya.
“Ada berapa dosa besar, Cordel?” tanya Alaris.
“Um, enam?”
“Dekat. Ada tujuh dosa besar. Kerakusan, kemalasan, dan yang terpenting adalah, hawa nafsu.”
Keduanya diam, mereka tidak berani memotong kalimat penyihir Alaris.
“Siren digambarkan sangat cantik, seperti ini.”
Alaris mengayunkan tangannya, lalu dalam sekejap kedipan mata, wajahnya berubah menjadi amat sangat cantik.
Cordel dan Raffold sangat terkesima dengan Alaris yang berubah sedemikian rupawan. Semula, dia memang sudah cantik, namun kecantikannya dapat ditemukan di daratan manapun. Sementara kecantikannya yang sekarang…
“Membuatku ingin mendekapmu erat,” gumam Raffold sambil mengangkat tangannya mencoba meraih Alaris, dia terhipnotis oleh kecantikan dari Alaris.
Alaris menyadari efek sihir ini tidak baik, dia segera menghentikan manipulasi cahaya pada wajahnya sehingga membuat wajahnya berbeda dan tampak berkilauan.
“Ah, maafkan aku.”
“Aku mohon maaf, penyihir Alaris.”
Alaris menepiskan tangannya, tanda bahwa dia tidak peduli dengan kesalahan dua orang di depannya.
“Seperti itulah Siren, mereka menyihirmu dengan suara dan kecantikan mereka. Ketika kau mendengar seekor Siren menyair di lautan, aku berani jamin bahwa kau akan mencari-cari sumber suara itu hingga menemukannya.”
“Apa yang terjadi jika aku mengikuti suara itu dan menemukan sumbernya?”
Alaris melirik bukunya, lalu meniupkan udara dan membuat buku itu membuka halaman berikutnya.
“Kau akan dimakan.”
“Hah?”
“A-apa? Apa benar?”
“Hingga tidak tersisa tulangmu, tidak tersisa apa yang menempel pada dirimu.”
“Mengapa bisa?”
“Apa yang kau makan hari ini, Raffold?” tanya Alaris.
“Hah? Oh, aku memakan roti di kedai dan ikan Haring.”
“Lalu, Cordel?”
“Aku memakan roti kentang buatan istriku dan memakan ikan Nadir kukus.”
“’Kau adalah apa yang kau makan’, tuan-tuan. Jika kalian memakan nutrisi sebaik dan seseimbang itu, tidak heran jika manusia menjadi sasaran utama para Siren.”
“Ma-maksudmu-“
“Kita adalah mangsa paling lezat dengan gizi paling sempurna untuk mereka. Kita punya zat besi, protein, kalsium,karbohidrat, bahkan gula. Kita benar-benar santapan lezat bagi mereka.”
“Tidak mungkin, aku tidak percaya,” kata Cordel.
“Hey, temanku baru saja mati. Penjelasan seperti ini tidak masuk akal.”
“Ini hanya spekulasi, aku mengatakan pelakunya Siren bukan tanpa alasan. Aku ingin bertemu dengan mereka dan melihat apakah mereka benar ada di dunia ini atau tidak.”
“Katamu, mereka akan menghipnotis semua orang yang mendengar bait mereka.”
Cordel berusaha mencegah Alaris melakukan hal bodoh hanya demi rasa penasarannya.
“Kalau tidak menggali, bagaimana kita bisa menanam?” tanya Alaris.
“Kau ingin menggali samudra dengan tangan kosong? Tolong dengarkan Cordel, penyihir Alaris.” Raffold menghiraukan jabatan Cordel dan mencoba mencegah Alaris untuk bertindak lebih lanjut.
“Hm, kalau begitu, bagaimana kalau meminta jasa para petualang?” tanya Alaris.
Cordel dan Raffold kembali duduk, sementara Alaris melanjutkan idenya.
“Aku akan membayar petualang itu untuk mencari seekor Siren dan tidak terjatuh pada syairnya.”
“Itu, agak..”
“Menurutku tidak apa-apa, pekerjaan ini memang sebaiknya diberikan pada petualang, bukan nelayan seperti kami.”
Raffold memotong kalimat Cordel, lalu keduanya berpandangan satu sama lain karena perbedaan pendapat.
“Kalau begitu, Cordel. Pasang pengumuman di Serikat Petualang, bayarannya 3 juta Zeni, dan naikkan sebanyak 200 ribu Zeni setiap kali misi ini gagal.”
“Kalau begitu, aku ingin agar uang mukanya ada padaku supaya lebih meyakinkan para petualang.”
Bruk
Sekantung besar berisi uang kertas jatuh dari ketinggian, beberapa kertas tersebut beterbangan tidak jauh dari kantung tersebut, setiap lembar dari uang itu senilai 1000 Zeni. Alaris menjatuhkan kantung uang itu menggunakan sihir yang mampu menggeser suatu benda ke arah tertentu.
Alaris menyimpan uangnya di puncak langit-langit Mercusuar agar tidak ada pencuri mencuri hartanya yang berharga.
Menurutmu penyihir lebih mencintai buku daripada uang?
Tanpa uang, penyihir tidak bisa membeli buku dan belajar, sehingga akan sia-sia saja jika dia menyandang gelar penyihir tapi tidak bisa menyihir.
“Pergilah, Cordel. Aku akan melanjutkan pekerjaanku di sini.”
“Baik.”
“Aku juga.”
Keduanya pergi dari Mercusuar yang ditinggali Alaris, mereka kembali ke kegiatan masing-masing, namun berbeda dengan Cordel yang kembali ke rumahnya, Raffold akan pergi ke ladang dan mengawasi ladangnya dari hama petang.
“Hama petang?” tanya Cordel tidak percaya.
“Sudah musimnya, ini bulan purnama ketiga setelah gerhana matahari beberapa waktu lalu, cocok untuk menanam jagung, tetapi hama petang itu selalu mengusik ladang jagung.”
“Ah, benar juga. Aku tidak menghitung hari.”
Keduanya melewati garis pantai menuju pusat pelabuhan, tempat kedai Rudolf berada dan mungkin kawan-kawannya sedang menunggu di sana.
“Kalau begitu, Raffold. Kita berpisah di sini.”
“Tentu, berhati-hatilah.”