Penyair Lautan dan Penyair Daratan

Samudra
Chapter #11

Bab 11: Perburuan Siren (3)

Kapal Ikan (Art by Gergorin)



Alaris sedang berada di dapur, dia sudah bangun sejak tadi untuk memasak sarapannya dan segera pergi menghadiri jadwal yang sudah dia buat beberapa hari lalu. Menurut catatannya, dia sudah harus berada di kota Rayet untuk menghadiri jamuan para penyihir kerajaan tingkat 2.

Aku jelaskan lagi, kasta benar-benar dipandang di negara ini. Bahkan jika seseorang sudah memiliki kasta, dia akan dibedakan lagi menjadi beberapa kasta dalam kasta.

Penyihir gelandangan adalah penyihir yang tidak memiliki bakat sejak lahir.

Penyihir bangsawan adalah penyihir yang memiliki bakat sejak lahir.

Penyihir tingkat 1, adalah penyihir yang seharusnya menjadi penyihir gelandangan, namun merangkak naik ke atas dan mendapatkan pengakuan untuk menjadi penyihir bangsawan. Jika dia berkontribusi cukup besar pada kerajaan, peringkatnya akan naik menuju tingkat 2, 3, dan seterusnya.

Hanya ada beberapa penyihir yang termasuk tingkat 4, mereka adalah pelopor, penemu, ilmuwan sihir lainnya.

Sedangkan Alaris, hanya penyihir bangsawan tingkat 2.

Cukup prestigious bagi sebagian besar orang, terutama masyarakat Indurgana, karena penyihir tingkat 2 adalah penyihir yang paling banyak berkontribusi dalam kehidupan bermasyarakat.

Penyihir tingkat 3 terlalu sibuk mengurusi alkimia, penelitian, dan terkadang terjun langsung dalam pertempuran demi membasahi kaki bangsawan lain dengan air liur mereka.

Sedangkan penyihir tingkat 4, lebih sibuk melakukan penelitian sihir.

Hingga mereka lupa melakukan penelitian tentang suatu hal yang sangat penting, sangat krusial, dan sangat berdampak di kehidupan, baik masa lalu, sekarang, dan masa depan.

Yaitu penelitian tentang waktu.

“Abstrak sekali, waktu,” kata Alaris sambil melirik peta bintang yang diamatinya semalam, lalu dilukis ke dalam kertas yang sangat lebar dengan sihir cahaya, refleksi.

“Kau memberitahuku atau sedang bicara sendiri?”

Rudolf sedang bermalas-malasan di sofa panjang di ruang tamu, dia mendengar Alaris berkata demikian dari dapur.

“Aku memberitahumu,” jawab Alaris.

Alaris membawa nampan berisi dua cangkir dan satu teko teh, dia meletakkannya di meja, lalu duduk di depan Rudolf.

“Ada apa kemari?” tanya Alaris dengan senyumannya yang khas.

Aku menyebutnya khas karena dia selalu menunjukkan giginya yang rapi, dengan sedikit terbuka, memperlihatkan lidahnya yang berwarna merah muda dan sangat menggoda.

“Istirahat, Aquaria.”

“Maksudku, kenapa tidak-“

“Di rumahku sendiri? Aku terlalu malas membakar kayu. Tubuhku justru akan lebih berkeringat dan akan susah tidur nantinya,” kata Rudolf memotong kalimat Alaris.

“Aah, kukira karena apa. Istirahatlah selama yang kau mau di sini, Rudolf-nara. Kamar tamu sedang kosong, jika kau ingin pindah tempat,” kata Alaris, dia berdiri dan berjalan ke dalam kamarnya.

“Hm.”

Meski tidak bergerak, dia tahu bahwa Rudolf barusan menjawab ‘iya’.

Alaris kembali dari kamarnya, dia membawakan selimut untuk Rudolf, lalu membentangkannya dan membuat Rudolf hangat dengan selimutnya.

“Terimakasih.”

Alaris menoleh, Rudolf memejamkan matanya berusaha untuk tidur. Dia terlihat sangat nyaman berada di bawah selimut tebal yang diberikan Alaris.

“Sama-sama, Rudolf-nara.”

Sniff

Alaris mencium bau tidak enak, dia melirik Rudolf.

“Dia belum mandi?” gumamnya.

Tok tok

“Oh, bau orang lain. Kukira Rudolf,” gumamnya lagi.

Alaris berjalan menuju pintu, dia membuka pintunya dan mendapati Corat, Dermond, dan 3 orang petualang lain.

Corat membungkuk, diikuti oleh Dermond dan yang lain.

“Selamat pagi, penyihir Alaris. Kami ingin melaporkan misi hari ini,” kata Corat setelah membungkuk.

“Ternyata kalian. Masuklah.”

Alaris berjalan masuk diikuti oleh Corat dan yang lain, Rithe sebagai orang yang terakhir kali masuk, menutup pintunya.

“Um, dia?” Corat bingung.

“Hm? Hiraukan saja soal Rudolf, dia sedang beristirahat di sini,” kata Alaris.

Rithe cemberut mendengarnya, Tereshia menyembunyikan kekesalannya dengan menggigit bibir bawahnya.

Alaris duduk di kursi untuk satu orang, dia meminum tehnya yang nyaris dingin.

“Bicaralah,” kata Alaris.

“Baik. Jadi, misi pertama kami gagal. Kami tidak menemukan seekor Siren dalam perjalanan pulang. Tidak ada keanehan, tidak ada tanda-tanda apapun, semuanya normal seperti seharusnya,” kata Corat menjelaskan panjang lebar.

Alaris melirik Dermond, Dermond paham.

“Kami membantu memburu ikan paus dan membantu Margoria dengan hal lain seperti sihir pendukung dari Tereshia dan balista dari Rithe. Yutran dan aku berada di bawah dek, menangani meriam.”

“Benar-benar tidak ada keanehan?”

“Ya, tidak ada keanehan sama sekali.”

“Residu sihir di laut? Syair yang menghanyutkan?”

“Tidak ada.”

Alaris diam, perburuan pertamanya gagal. Tidak ada hasil yang diperoleh dari perburuan pertama ini.

“Mungkin caranya salah? Mungkin ada yang terlewatkan?” gumam Alaris.

“Corat, sebelum kau bertemu dengan para Siren itu, apa yang kau lakukan? Aku tidak ingat.”

“Aku mencoba sihir fortifikasi udara, lalu sebuah suara seperti wanita berbicara padaku tentang syair.”

Alaris berpikir, dia berpikir lagi, dia meminum tehnya, lalu berpikir lagi, setelah itu dia menyerah setelah matahari semakin meninggi dan Rudolf membuka selimutnya agak lebar agar tidak kepanasan.

Alaris peka dengan hal itu, lalu mengumpulkan energi sihir di tangan kirinya, lalu menyihir Rudolf dengan memberikannya angin lembut yang sejuk.

Wajah Rudolf terlihat sangat nyaman dengan angin sejuk ini.

“Istirahatlah, kalian semua. Kembalilah kemari nanti sore, waktu yang sama.”

“Baik, penyihir Alaris.”

Semuanya pergi dari Mercusuar, meninggalkan Alaris yang mengeluarkan angin dari tangannya menuju Rudolf selama dia masih ada di kursinya dan belum berangkat menuju kota Rayet.

“Masih tersisa beberapa waktu, aku akan melanjutkan penelitianku,” gumam Alaris, dia lalu pergi menuju meja kerjanya yang ada di satu ruangan dengan ruang tamu.

Alaris mengamati ketujuh bintang yang terekam di atas lembaran kertasnya, dia mengamati tujuh bintang yang berada di konstelasi Beruang Besar, ketujuh bintang ini adalah tujuh bintang yang paling terang di antara bintang lainnya dalam konstelasi Beruang Besar.

Alaris menamainya bintang Biduk, terdiri dari tujuh bintang, ketujuh bintang itu adalah; Alkaid, Mizar, Alioth, Megrez, Dubhe, Althaus, dan Pehcda.

Dari tujuh bintang ini, Alaris menarik garis dan mendapatkan bentuk seperti sebuah panci

“Mari kita percepat perputarannya hingga pagi,” gumam Alaris sambil memutar tangannya dan mempercepat rekaman bintang di kertasnya.

Bintang Biduk itu mengitari langit malam dari timur menuju barat, seperti matahari yang terbit dari timur dan tenggelam di barat.

“Baiklah, aku akan menggunakan bintang Biduk sebagai matahari malam,” gumam Alaris sambil berjalan menuju ruang tamu dan mengambil secangkir teh.

Lihat selengkapnya