Penyair Lautan dan Penyair Daratan

Samudra
Chapter #16

Bab 16: Kedua Medan Darah (3)

Hazel Certia Yorrmanki at discussion (art by Samudra)



Senja, beberapa orang menyukainya karena matahari yang tidak terlalu menyengat, dengan warna musim gugur yang alami menyinari seluruh daratan, lautan, dan langit. Banyak anak kecil bermain di saat seperti ini, kerja keras mereka selama seharian membantu orangtua mereka terbayarkan lunas ketika salah satu dari mereka mencetak skor, dan pihak lainnya harus rela menerima kekalahan mereka hari ini.

Beberapa orangtua sibuk mengawasi anak-anak mereka bermain di ladang, hutan, di manapun. Beberapa dari mereka hanya bersantai dengan yang terkasih, beberapa lainnya masih melanjutkan pekerjaan yang belum usai, sisanya hanya bisa mengisap jari jempol karena iri.

Iri karena tidak memiliki pekerjaan, tidak mencinta dan dicintai, tidak terampil, tidak terlatih, mereka hanya bisa mengeluh, menyalahkan orang lain atas kegagalan mereka.

Dan salah satu dari orang-orang gagal ini, sedang berada dalam satu ruangan dengan raja Firnatui, ratu Ilyana, pangeran Aethel, dan putri Hazel.

Dia adalah adipati Kushan, seseorang yang gagal memerintah kota yang diberikan oleh raja padanya, kota itu terletak di tenggara kota Rayet, tidak banyak yang tersisa kecuali puing-puing dan papan nama bertuliskan kota Yoria, yang berarti ‘kemakmuran’.

Namun tindakan adipati Kushan membuat arti dari Yoria itu berlawanan dengan yang dia inginkan.

Dia tidak menyangka, rakyatnya berada dalam kondisi kelaparan tanpa makanan, semua yang ditanam di ladang kota Yoria murni untuk uang, tanaman uang itu tidak bisa dimakan, hanya bisa dijual, dan bawahan adipati Kushan, tidak disangka-sangka, sangatlah korup.

Mereka meraup keuntungan 9:10 dari total uang yang mereka dapatkan dari penjualan hasil panen, membuat kota Yoria berada dalam kemiskinan.

Kushan bertindak benar, dia menghukum semua koruptor itu dengan menggiling mereka untuk dijadikan campuran makanan untuk rakyat kota Yoria, mereka tidak tahu hal ini, mereka hanya memakan yang diberikan oleh Kushan, karena mereka sangat putus asa disebabkan oleh kelaparan dan kemiskinan.

Kesalahan lain datang padanya, sebuah ide untuk mencetak uang dan membeli benih tanaman pakan, makanan darurat, dan suplai selama satu musim hingga panen tiba agar keadaan menjadi stabil.

Aku yakin kalian yang membaca ini pasti tahu istilah inflasi, suatu kondisi yang mana akan menyebabkan nilai uang menurun, harga barang melunjak, dan membuat rakyatnya mati kelaparan.

Putri Hazel mengetahui hal ini, dia menghukum adipati Kushan dan mencabut kekuasaannya dari kota Yoria, dan membuatnya menjadi seorang supervisi penambangan emas untuk mengurangi tingkat inflasi, dan meningkatkan nilai mata uang.

Kejadian ini berlansgung selama 5 bulan, tindakan putri Hazel berikutnya adalah membuat regulasi baru tentang pencetakan uang; hanya ibukota yang diperbolehkan mencetak uang, selain ibukota, akan dianggap sebai pemalsuan uang, dengan hukuman seberat-beratnya.

Waktu itu, regulasi ini agak abstrak, karena tidak jelas hukuman apa yang akan diberikan, dan rincian regulasi tersebut agar dapat diterima sebagai undang-undang baru kerajaan Indurgana.

Sehingga, regulasi ini dirubah menjadi; barangsiapa selain kerajaan pusat yang mencetak uang dengan mata uang Zeni, baik dalam bentuk kertas atau koin, sengaja atau tidak sengaja, rakyat jelata atau bangsawan, maka akan diberikan hukuman paling ringan agar diasingkan setelah kekayaannya dikuras habis, dan paling berat agar dikuras kekayaannya sebelum dihukum kaki dan tangannya ditarik kuda dari dua arah berbeda.

Benar-benar mengerikan, kematian dengan dipenggal kepalanya akan terlihat lebih baik, karena mereka akan langsung mati ketika kepala mereka terpisah dari tubuh mereka dalam sehela nafas.

Berbeda dengan ditarik kaki dan tangannya dengan kuda, tubuh seseorang akan terpisah menjadi dua, dengan proses yang amat mengerikan, menyakitkan, teriakan si terdakwa akan menyayat hati yang mendengarnya, dan meskipun ini terdengar tidak manusiawi, ini adalah hukuman terbaik bagi mereka yang ingin membuat kerajan kacau balau secara ekonomi.

Adalah putri Hazel yang membuat regulasi dan memperbaiki undang-undang ini, ditemani oleh penyihir Aklacas, dan beberapa menteri.

Putri Hazel yang pintar ini, kini sedang memikirkan sesuatu.

“Tentang bagaimana kita mencegah penyihir Alaris mendapatkan tahta ratu di kerajaan ini, kita sepertinya bisa mempertimbangkan untuk menempatkannya di pasukan perintis,” kata Hazel sambil membaca gulungan kertas di depannya, berisi tentang pertimbangan dari para adipati.

“Usul itu sudah kita bahas tadi, kita tidak bisa menempatkannya dengan orang yang tidak terlibat di medan hanya untuk membunuh mereka secara tidak langsung,” kata pangeran.

“Bagaimana kalau begini, kita buat pasukan perintis elit, mereka akan menangani semua misi berbahaya di medan utara,” jawab Hazel.

“Tapi, yang mulia,” adipati Grita mencoba memberikan sanggahan agar orang tidak bersalah tidak diikutkan.

“Pasukan perintis ini akan diisi oleh para tentara yang kita pilih, tidak dari kesatria, ranger, ataupun valkrye. Mereka murni pilihan kita,” Hazel meneruskan usulannya tanpa peduli sanggahan adipati Grita.

Hazel berdiri, dia berjalan pelan menuju jendela dengan kaca bening yang menghadap arena latihan para kesatria. Valkrye biasanya berlatih di sekolah.

Hazel berbalik.

“Kita akan membuat pasukan perintis khusus eksekusi penyihir Alaris, tidak elit, murni untuk mengeksekusinya,” kata Hazel setelah berbalik.

Tangannya membuat gestur seakan dia akan menggenggam sesuatu.

“Mereka adalah para tahanan kita, para kriminal dengan daya tarung tinggi, namun dengan insting bertahan hidup yang rendah.”

“Tapi, yang mulia. Mereka yang memenuhi kriteria itu sangat berbahaya, mereka bisa menetralkan sebuah kastil hanya dalam dua malam,” sanggah adipati Greningen.

“Mereka juga bisa melakukannya dengan pasukan kurang dari 50 tentara, kita saja butuh paling tidak 8000 pasukan campuran kesatria dan valkrye,” adipati Yuhana juga menyanggah.

“Tunggu sebentar, para adipati yang terhormat. Aku yakin kita bisa mempertimbangkan ini,” Adipati Battenlor mencoba menengahi.

“Menurutmu bagaimana, ratu Ilyana?” tanya raja.

“Aku akan coba percayai putri Hazel. Lagipula, putri Hazel sedang dalam masa percobaannya menggantikanku sebagai wakil raja.”

“Um, tapi perdana menterinya-“

“Perdana menteri sepertinya akan mendapatkan sesuatu yang buruk, cepat atau lambat,” Hazel memotong kalimat pangeran.

“Aku tidak bisa mengatakan rinciannya karena kita sedang satu ruangan bersama para adipati dan bangsawan lain dari setiap wilayah Indurgana. Kita harus fokus tentang bagaimana mencegah penyihir Alaris mendapatkan hadiahnya.”

“Yang mulia benar, kita harus fokus,” kata adipati Greningen.

“Makanya, sekarang aku ingin bertanya.”

Hazel duduk di kursinya, dia menopang dagunya seakan kepalanya terlalu lelah menopang beban pikiran hingga dia butuh kedua tangannya menopang kepalanya.

“Ada tidak ya? Sebuah sihir, yang akan membunuh seseorang ketika dia melanggar janji atau sumpah atau apapun kalian menyebutnya.”

Semua orang diam, mereka mungkin tidak tahu sihir seperti itu ada di dunia ini. Dalam diam, mereka berpikir, mengingat apakah ada sihir seperti ini di dalam buku, dalam gulungan, tercatat di suatu tempat, manapun.

“Aku tidak yakin sihir seperti itu ada, yang mulia,” kata pangeran.

“Mohon maaf dengan sangat, yang mulia. Namun, sihir seperti itu hanya akan bekerja seperti kutukan. Hanya penyihir berdosa yang berpaling dari gereja Amrith yang akan melakukannya,” kata pendeta yang dari tadi diam.

“Kita sedang berurusan dengan sihir, bukan kutukan. Jika kau tidak bisa memberikan pertimbangan yang baik dan hanya bisa menuduh orang sebagai jelmaan iblis, seharusnya kau diam,” hazel mengatakannya sambil menunjuk dengan jari kelingkingnya.

Menunjuk seseorang dengan jari kelingking merupakan bentuk pelecehan, seakan menganggap orang lain tidak berguna dan hanya mengotori udara dalam ruangan.

“Maafkan aku, yang mulia. Aku tidak hati-hati dalam berucap,” si pendeta membungkukkan badannya.

“Lebih takut mana? Aku atau tuhan?” Hazel menyeringai, dia memiringkan kepalanya sedikit ketika dia bertanya.

“A-aku, yang mulia? Tuhan? T-taku-“

“Pikiranmu kacau dan suara yang keluar dari lubang mulutmu hanya membuat telingaku sakit. Sebelum kau mengotori udara dalam ruangan ini dengan nafasmu, sebaiknya kau keluar.”

Para bangsawan di ruangan ini diam, begitu pula raja, ratu, dan pangeran. Mereka tidak berani melawan putri Hazel.

“Tapi, yang muli-“

“Penjaga?”

“Siap!”

“Seret.”

“Siap!”

Para penjaga yang diperintah Hazel untuk menyeret si pendeta keluar benar-benar tidak segan menggunakan kekerasan. Mereka menyeret si pendeta setelah mereka memukul lekuk lututnya.

“Ah! Ampuni aku!”

“Baiklah, tuan dan nyonya sekalian, para bangsawan yang berbaik hati, silakan kemukakan pendapat kalian dengan bebas dan santai. Tentang sihir yang akan membunuh seseorang setelah melanggar sumpah, silakan?”

“Berpendapat dengan bebas? Setelah kau seret pendeta itu karena pendapatnya membuatmu kesal, kau ingin kami berpendapat dengan bebas?! Kau gila?!” gumam adipati Greningen.

“Aku sebaiknya diam. Berada di sini saja sudah membuatku malu,” gumam adipati Kushan.

“Salah satu dari kami harus berbicara, sesuatu yang tidak akan membuat yang mulia kesal,” gumam adipati Grita.

“Seseorang, katakan sesuatu!” teriak pangeran dalam hati, dia melirik semua orang dengan tatapan berharap.

Adipati Greningen bertemu tatap dengan pangeran Aethel, dia memalingkan wajahnya.

“Sialan!” maki pangeran dalam hati. Dia lalu menoleh pada ayahnya, raja Firnatui.

Raja memalingkan wajahnya.

Lihat selengkapnya