Penyair Lautan dan Penyair Daratan

Samudra
Chapter #17

Bab 17: Lilya Perungu

Alaris Aquaria's Lilya Perungu's Room (photo by Harrison)

“Potong talinya!” teriak kepala kelasi.

“Hyah!”

Byur

“Semuanya! Melompat ke laut!” teriak Kristin.

“Aiyo!”

Semua orang melompat ke lautan, mereka mencapai dua kapal darurat berukuran kecil, hanya muat untuk 4 orang. Namun kru lain yang tidak kebagian tempat bisa berpegangan pada tali dan mengapung di atas air garam.

“Tereshia! Rithe! Kita juga!” teriak Dermond.

“Ngaaaauung!” Jurangau itu mengerang, mungkin dia akan mengamuk.

“Hati-hati!” teriak Yutran.

Jurangau itu membuka mulutnya, bentuknya seperti lubang pantat manusia, namun bergerigi dan terlihat basah dengan cairan berwarna biru. Hal yang terjadi berikutnya sangat mengerikan; Jurangau itu menembakkan cairan panas dari mulutnya.

“Aah! Panas! To-tolong a, …”

“Kita bantu dia!” teriak Rithe.

“Terlambat! Tubuhnya meleleh! Kita lompat saja ke kapal darurat!” teriak Dermond.

“Tapi!”

“Tidak ada tapi!”

Dermond mengangkat tubuh Rithe, mereka berlari menuju bagian belakang kapal.

Prak

Krak

Suara pilar kapal yang patah karena cairan panas Jurangau, Yutran berlari bersama Tereshia dan kru lain yang masih berada di kapal.

“Kapten! Kau lompat duluan!” teriak kepala kelasi.

“Tidak sampai semua kru sudah melompat!” jawabnya.

“Tapi, kapten! Kau bisa mati di sini! Melompatlah! Kami masih butuh kapten!” teriak kepala kelasi.

Duar

Duar

Peti-peti berisi bubuk ledak itu meledak di atas kapal, membuat kapal ini terbakar di bagian atas, dan banjir di bagian bawah.

“Awas! Dia meludah lagi!” teriak salah satu kru.

Splash

“Aaah! Panas! Panas! Kap … ten.”

Kristin melihatnya dengan mata kepala sendiri, tubuh krunya meleleh seperti mentega karena panas, jangankan daging, tulang-belulangnya juga ikut meleleh. Bola matanya keluar, dagingnya lumer, asap dari daging yang hangus muncul, dan otaknya melebur keluar.

“Aku melompat.”

“Terimakasih, kapten! Serahkan evakuasinya padaku!”

Kristin melompat ke laut, bersama dengan Dermond, Tereshia, Rithe, Yutran, dan kru lain.

“Tangkap!” teriak salah satu kru di atas kapal darurat, dia melemparkan tali.

Semua orang yang sanggup berpegangan pada tali itu mulai berpegangan. Di masing-masing kapal darurat, hanya ada penyihir. Para kru hanya berpegangan pada tali, termasuk Kristin.

“Kita berangkat sekarang?!” tanya salahs satu penyihir.

“Kepala kela-“

Byur

“Itu kepala kelasi! Kita bisa berangkat sekarang!”

“Baiklah! Gunakan sihir percepatan dan angin! Semua penyihir! Berangkat!” teriak Corat.

Sesuai komando Corat, semua penyihir di atas kapal menyihir kapal dengan sihir percepatan dan sihir angin, membuat kapal darurat ini melaju sangat cepat.

“Berikan fortifikasi pada kru tali! Tetap pertahankan sihir percepatan dan angin!” teriak Corat.

“Aiyo!”

Salah satu dari penyihir di setiap kapal darurat menyihir para kru dengan sihir fortifikasi, membuat mereka sulit untuk melepaskan pegangan mereka dan tertinggal.

Semua orang yang berpegangan pada tali dan tidak akan melepaskannya, sudah pasti akan selamat. Kecuali jika ada monster laut lain yang akan menyerang mereka.

“Hei, kau! Siapapun namamu! Berhenti menyihir angin dan gunakan sihir pencarian!” teriak Corat.

Dia memerintah penyihir itu untuk menggunakan sihir pencarian karena kapal tersebut punya 2 penyihir yang menyihir angin.

“Aku tidak bisa! Aku hanya mampu menyihir angin!” teriaknya.

“Melompatlah kemari! Gantikan aku!”

“Ya!”

“Dekatkan kami!” teriak Corat.

Kru yang mengatur arah kapal di belakang menurut, dia mendekatkan kedua kapal.

Dia melompat ke kapal Corat, juga sebaliknya, Corat melompat ke kapalnya. Lalu segera mengumpulkan energi sihir untuk menggunakan sihir pencarian.

Ledakan cahaya menerangi seluruh daratan, indra perasa Corat meluas, membuatnya merasakan nyawa makhluk lain dalam jangkauan yang tidak terlalu luas karena energi sihir yang terkumpul hanya cukup untuk menggunakan sihir pencarian dalam jangkauan ini.

Sekitar, radius 600 meter, kalau menggunakan satuan ukur kalian.

“Paus tutul ditemukan! Berbelok ke timur laut!” teriak Corat.

“Aiyo!” jawab kedua kru kapal yang mengatur kemudi kapal.

“Kita akan menghindari ikan besar sebisa mungkin! Aku yang akan melakukannya!” teriak Corat.

Semua orang mengangguk.

Matahari nyaris tenggelam, bentuknya yang bulat melingkar itu hanya terlihat separuh, sisanya tenggelam di lautan.

“Gunakan energi sihir lebih banyak! Kita harus cepat! Matahari nyaris tenggelam!”

“Aiyo!” jawab semua penyihir.

“Een hata liz lipa!” Corat tidak biasanya meneriakkan mantranya dengan keras, dia biasanya merapal dengan tenang tanpa suara.

“Hiu bungkuk ditemukan! Berbelok ke tenggara!”

“Aiyo!”

Corat mengumpulkan energi sihir lagi, kali ini dia tidak setengah-setengah, dia mengumpulkannya dalam jumlah besar, lalu mengalirkannya kepada semua penyihir yang menyihir angin.

Kalau kau punya bakat untuk menyihir, kau akan melihat rantai sihir menembus tubuh mereka dan mengalir menuju tongkat yang mereka gunakan untuk menyihir angin.

Efeknya, kapal melaju semakin cepat, membuat para kru khawatir pilar layar tidak akan kuat menahan angin sekencang ini.

Corat berhenti menyalurkan energi sihir pada para penyihir, dia menggunakan energi sihir yang tersumbat di tangannya itu untuk diledakkan di udara, untuk mencari nyawa makhluk lain.

“Kawanan ubur-ubur ditemukan! Berbelok menuju timur!” teriak Corat.

“Aiyo!”

Ubur-ubur jika hanya satu kawanan tidak akan ada masalah, namun ini persoalan lain.

Sekarang sudah musimnya migrasi, kawanan ubur-ubur itu sedang mencari perairan dingin. Yang berarti, mereka sedang menuju tenggara, tempat laut Harnung berada.

“Kita sebentar lagi sampai! Bersabarlah sedikit lagi!” teriak Corat.

Benar kata Corat, mercusuar yang ada di kota Koral sudah mulai terlihat. Lampunya yang berputar menyinari tepi pantai membuatnya semakin jelas.

“Kita pulang! Kita selamat!” teriak kru kemudi kapal.

Para kru kapal kembali dengan selamat, mereka mencapai pelabuhan dan berenang ke dermaga.

Mereka basah kuyub, air garam membuat mata mereka terasa perih, tangan mereka keram karena memegangi tali dengan kecepatan seperti itu. Beberapa dari mereka memuntahkan sisa makanan, mengingat betapa melelahkannya berpegangan pada tali.

Tidak hanya lelah, mereka juga sedih. Kehilangan kru kapal yang sudah seperti saudara mereka adalah pukulan keras.

Sekeras yang diberikan Alaris pada bandit kota Rayet.

Bruk

Lihat selengkapnya