Rudolf turun dari kasurnya, dia mencari pedangnya yang digantung di kamarnya. Lalu mengenakan sepatu, mengenakan baju satu-satunya yang dia miliki, lalu celana yang juga satu-satunya yang dia miliki.
Clang
Rudolf mengaitkan sabuknya dengan sarung pedangnya, kini dia siap bertarung. Namun sebelum itu, dia akan mencoba sesuatu yang belum pernah dia coba sebelumnya; sihir.
Dia punya bakat sihir, dia bisa melihat energi sihir, dia sebenarnya bisa menyihir. Namun karena tidak belajar, bakatnya menjadi sia-sia.
“Entah bagaimana aku bisa tersadar. Namun rumah ini tak lebih dari sekedar kayu busuk yang lembab,” gumam Rudolf sambil menggambar lingkaran sihir di meja makan menggunakan bilah pedangnya.
Alaris mengajarkan hal ini padanya, sebuah sihir untuk memulihkan kesehatan seseorang. Namun tidak jelas kegunaannya, untuk memulihkan kesehatan fisik, atau mental, atau keduanya.
Rudolf membuka tangannya, bermaksud mengumpulkan energi sihir, namun dia membutuhkan waktu. Tanpa berlatih sebelumnya, dia tidak bisa mengumpulkan energi sihir secepat orang lain.
Beberapa saat kemudian, energi sihirnya terkumpul, lalu Rudolf mengisi ukiran lingkaran sihir di meja makan, lalu meja itu malah terbelah menjadi dua.
Rudolf gagal.
“Tch,” Rudolf mendecih.
“Aku harus belajar waktu aku bertemu dengan Aquaria,” gumamnya sambil berjalan menuju pintu keluar.
“Ocelia tidak ada di kamar busuk itu. Itu berarti dia sedang mandi. Aku juga harus mencuci kelaminku, siapa tahu dia punya penyakit kelamin, melihat lingkungan dia hidup seperti ini,” gumamnya lagi sambil membuka pintu.
Rudolf melihat bayangan seseorang yang diterangi oleh obor, namun dia tidak sendiri, dia bersama dengan orang lain dalam jumlah yang cukup untuk menjalankan sebuah kapal ikan sederhana.
“Rudolf,” katanya.
“Trevor? Sedang apa kau di sini?” tanya Rudolf.
Orang itu ternyata Trevor, dia menemukan Rudolf setelah 6 tahun lamanya mencari di lautan.
“Akhirnya aku menemukanmu. Lihat dirimu, tak berubah sama sekali,” katanya sambil menepuk pundak Rudolf.
“Haha, berkacalah. Cukur jenggotmu itu, aku mengingat hal tak enak saat melihat jenggot itu,” kata Rudolf sambil berjalan keluar.
“Kristin?”
“Hai, aku mencarimu bersama Trevor. Ada yang lain juga,” katanya sambil menoleh ke samping.
Semuanya hadir di sini, ada Corat, Dermond, Yutran, Tereshia, Rithe, kru kapal Lunari yang selamat, dan juga sebuah bola cahaya yang entah kegunaannya untuk apa.
“Bola itu?”
“Oh, ini penyihir Alaris,” jawab Corat.
“Aquaria?”
“Rudolf, waktu kita tidak banyak untuk reuni, dan energiku terbatas. Tidak ada waktu untuk menjelaskan selain aku yang menggunakan sihir proyeksi jarak jauh, dan mereka yang kutuntun menggunakan bintang Origus,” kata Alaris dalam wujud bola cahaya berwarna putih keemasan, partikelnya memercikkan energi sihir seperti bara api.
“Maafkan aku, aku diperdaya,” kata Rudolf.
“Lupakan maafmu, kami tidak menyalahkanmu.”
Semuanya mengangguk setuju, Rudolf lega.
“Aku sudah tahu semuanya, aku mengamati kalian selama 4 tahun melalui Perungu. Dewi Haith berkata padaku melalui utusannya, bahwa makhluk yang memperdayamu di pulau ini adalah induk dari seluruh Siren di ketujuh lautan. Terlalu banyak orang jatuh dalam perangkapnya, kau lihat sendiri rumahnya terbuat dari tulang manusia yang membusuk dan kayu-kayu lembab,” kata Alaris.
“Lalu, bagaimana selanjutnya?”
“Dia sedang bertelur di sungai, telur-telur yang telah dibuahi itu akan tersebar ke muara, lalu ke lautan, dan menetas. Corat, bagaimana pulau ini terlihat dari luar?”
“Menyeramkan, terlalu banyak kabut, dan ada banyak kapal karam.”
Rudolf akhirnya tahu kejelasan di balik semua ini, akhirnya dia bisa pergi dari pulau terkutuk ini, setelah tentu saja memusnahkan induk Siren agar tidak ada lagi keturunannya di lautan.
“Tidak ada waktu lagi, kalian pergilah ke sungai, dia sedang bertelur di sana. Aku akan pergi dan beristirahat sejenak, aku akan kembali menemui kalian dalam wujud ini sebelum fajar,” kata Alaris.
“Baiklah, kami berangkat dulu,” kata Kristin.
“Semoga kalian selamat, aku pergi du-“
“Aquaria,” Rudolf memotong kalimat Alaris.
Rudolf melepaskan cincinnya, lalu melemparkannya ke Corat.
“Bakar cincin itu,” kata Rudolf.
Corat mengerti, dia mengumpulkan energi sihir lalu memanaskan cincin Rudolf hingga meleleh dan menyatu dengan tanah.
“Aquaria, aku akan menunggu di Mercusuar.”
Jauh di utara, Alaris tersenyum mendengar Rudolf mengatakan hal seperti itu padanya. Walau senyumnya tak terlihat secara kasat mata, Rudolf bisa merasakannya, perasaan yang sama seperti waktu pertama kali terhubung dengan Alaris melalui Lilya Perungu.
“Tunggu aku di sana, kembalilah dengan selamat. Aku pergi dulu.”
Bagai lilin yang meredup di kamar Hazel yang sedang bercinta dengan Katarina, tunangannya, bola cahaya Alaris menghilang begitu saja, meninggalkan jejak energi sihir yang sepertinya enggan untuk pergi.
“Aku tahu Ocelia, si ikan itu,” kata Rudolf.
“Ya, jelaskan pada kami, kapten,” kata Kristin.
Rudolf kaget karena dipanggil kapten, namun Kristin hanya tersenyum, sementara yang lain mengangguk setuju.
“Dia ahli sihir, ketika dia menggunakan sihir, dia tidak akan mengumpulkan energi sihir dari lingkungannya, seperti yang biasa Corat atau Aquaria lakukan,” kata Rudolf.
“Lalu, kapten?” Dermond bertanya.
“Cara yang paling optimal adalah dengan mengurungnya dengan medan anti-sihir, tapi kita tidak punya yang seperti itu karena itu property kerajaan.”
“Benar, sumberdaya kita terbatas,” kata Rithe.
“Tapi bukan hanya itu caranya, ketika seorang penyihir akan menggunakan sihir, mereka akan mengeluarkan sihirnya dari tangan. Ada yang pernah melihat penyihir menyihir dengan mulut atau kaki?” tanya Rudolf.
“Aku pernah melihat seseorang melakukan atraksi sihir dengan menyemburkan api dari mulutnya,” kata Yutran.
“Itu berarti jika kita memotong tangannya, dia hanya bisa menggunakan sihir dari mulutnya,” kata Rudolf.
“Ini bagianku karena aku pernah bertarung dengannya, akan kutusuk mulutnya. Tapi dia tidak akan mati semudah itu. Ketika memburu monster, kita memerlukan senjata khusus dari material khusus, yaitu metal Jade. Kalian punya?”
“Kau bercanda, kapten? Semua orang yang melaut harus menggunakan metal Jade, bahkan petualang seperti kami harus menggunakan metal Jade untuk memutus rangkaian sihir monster hutan,” kata Rithe.
“Dia benar, semua orang di sini menggunakan metal Jade,” kata Corat.
“Baiklah, rencana kita sudah jelas. Kepung, potong tangannya, sumpal mulutnya, lalu matikan nyawanya,” kata Rudolf.
“Terdengar mudah,” kata Kristin.
“Jangan meremehkan musuh, aku yang paling tahu kekuatannya, aku akan butuh seseorang di dalam hutan untuk menembakkan anak panah yang diperkuat sihir,” kata Rudolf sambil melirik Corat.
“Pemanah ikut denganku,” kata Corat.
“Baik,” jawab semua orang yang membawa busur silang, ada sekitar 4 orang dari mereka, sepertinya divisi balista.
“Lalu semua ahli pedang harus ada di hutan, hanya aku, lalu Kristin, yutran, dan Rithe yang bertarung jarak dekat dengan Ocelia. Begitu kami mengunci tubuhnya, kalian para ahli pedang dan kapak, keluarlah dari hutan dan menyerbu ocelia.”
“Lalu memotong lehernya,” kata Trevor.
“Setelah itu patahkan semua tulangnya,” sambung Rudolf.
“Di akhir, kita akan menyedot darahnya hingga dia mati kering,” kata Trevor lagi.
Keduanya saling bertatapan, lalu tersenyum.
“Seperti di Ursus Logitique,” kata Rudolf.
“Benar.”
“Ayo pergi, ingat formasinya,” perintah Rudolf.
“Aiyo,” jawab semuanya.
Mereka tahu, keputusan Rudolf selalu berdasarkan pengalaman, mereka tahu hal ini ketika mereka berada di kedai Ursa, berdiskusi dengan Trevor, lalu biasanya dia menceritakan tentang betapa hebatnya Rudolf, yang waktu itu berada di atas geladak kapal Ursus Logitique.
Permainan pedangnya saat bajak laut menyerang kapal Ursus Logitique, akalnya ketika pergi dari kapal Ursus, lalu membunuh kapten kapal lawan, dan membunuh semua kru meriam di geladak bawah yang kaget, tidak mengira bahwa Rudolf berada di atas kapal mereka. Pertarungan mereka berakhir kemenangan yang tidak disadari oleh para bajak laut, setelah itu Ursus Logitique mendapatkan banyak uang karena menjual mereka ke kerajaan untuk dihukum.