Episode sebelumnya :
"Yasudah, kalian boleh kembali ke kelas. Ingat pesan bapak ya, cinta bisa membuat kalian lupa dengan ibadah, membuat kita berani melakukan apa saja, bisa mengacaukan diri kita, jika tidak di iringi dengan akhlak dan iman." Pak Bagus tersenyum simpul di kursi yang ia duduki, sementara itu Didit dan Algi pun pamit dan berjalan keluar dengan perasaan lega dan menerima nasihat itu juga dengan lapang dada.
Semoga nasihat itu bisa memberi pelajaran kepada mereka yang akan beranjak dewasa di masa mendatang.
Semoga saja.
***
3 Tahun setelahnya, tepatnya saat Algi sudah kelas 3 SMP.
Algi mulai merapikan tempatnya duduk dan mengatur mejanya sekaligus mengambil beberapa buku yang ia simpan di dalam laci meja. Lalu dia memasukkan ke dalam tas dan bergegas membantu temannya, Aqib. Mereka piket berdua di hari ini.
Siswa lainnya sudah menuruni tangga menuju lantai dasar. Tersisa beberapa teman Algi yang masih asyik cerita sambil memakai sepatu mereka. Ketua kelas 3-c, pernah mengusulkan ke wali kelas mereka untuk tidak memakai sepatu saja saat di dalam kelas. Tapi ternyata, kelas tetap saja terkadang kotor, sehingga akan selalu ada tugas piket tiap harinya walau mereka sudah tidak pakai sepatu di dalam kelas.
"Qib, sapu yang satunya lagi mana? Lantainya masih berdebu bagian sini. Ini belum disapu, kan?" tanya Algi sambil menunjuk ke lantai.
Aqib yang menyapu dibagian kiri kelas, balik menatap Algi dan langsung menunjuk ke arah lemari besar di bagian belakang.
"Itu di dalam sana, sekalian kamu ambil pel juga," pinta Aqib.
Algi lalu membuka pintu lemari dan menemukan sepasang sapu dan pel. Lalu mulai ikut membantu Aqib membersihkan.
***
Setelah beberapa menit membersihkan, semua meja dan kursi telah tersusun rapi, serta lantai kelasnya juga sudah bersih, lalu mereka berdua keluar dari kelas. Mengunci pintunya, lalu berjalan berbarengan. Namun belum juga berapa langkah ia meninggalkan kelasnya, Algi tiba-tiba teringat sesuatu dan seketika berhenti berjalan, lalu bergegas kembali ke lorong depan kelasnya seperti orang kebingungan.
"Ada apa? Ada barang yang ketinggalan di kelas?" tanya Aqib lalu berjalan mendekat.
"Sepatuku dimana? kok aku bisa lupa jalan dengan santainya, tanpa ingat kaki belum kepasang sepatu. Aduh!" gerutu Algi.
"Seingatmu dimana kau menaruhnya, Gi?" tanya Aqib lagi seolah menyelidik.
"Aku ingat sekali menaruhnya di dekat sepatu Rois tadi. Masa sih, anak itu menjahiliku?"
Tawa meledak seketika dari arah belakang Algi dan Aqib. Lalu muncul dua orang dari belakang mereka.
"Memang benar kau dijahili, Gi!" celetuk Rois.