Sekarang di sinilah mereka semua berada. Arya, Azalea, Vincent, Lucian, Alita, serta seorang pria paruh baya dan cucunya--Alexander Cassian Wesley. Mereka duduk di satu meja yang sama dengan perasaan yang berbeda.
Vincent, Alita, dan Lucian yang dirundung rasa takut dan gelagapan karena aura intimidasi yang diberikan oleh pria paruh baya dan Alex terus saja menundukkan kepalanya tak berani menatap. Terutama Lucian, entah bagaimana ceritanya dia bisa terjebak di satu meja yang sama dengan sang kakek buyut--Arthur Wesley.
Didalam hatinya Lucian merutuki kebodohan Alita. Gadis itu terlalu ceroboh karena langsung menerima begitu saja ajakan dari sang kakek buyut tanpa mempertimbangkan apa yang akan terjadi selanjutnya. Memikirkan hal itu benar-benar membuat Lucian kesal.
Jika ketiga orang itu tengah merasa gugup dan takut. Beda cerita dengan Azalea, gadis itu merasa sesak di dadanya. Di hadapannya tengah berdiri seorang pria yang selama ini selalu dihindarinya dan dia adalah penyelamatannya--Alexander. Dan yang tak kalah membuat jantungnya berdetak seratus kali lipat dosen kebanggaannya--Sir Arthur, tengah duduk diantara mereka dengan tampang datar dan dingin. Sangat jauh berbeda dengan ekspresi yang selalu pria paruh baya itu berikan pada Altheda.
Tak ingin membuat rasa sesaknya semakin menjadi-jadi, serta rasa penasarannya yang terus saja berkelut di dalam pikiran. Akhirnya satu kata lolos begitu saja dari bibir tipisnya, "Sir."
Semua orang menoleh pada Azalea. Menatap gadis itu dengan pandangan yang berbeda, jika Alita, Vincent, dan Lucian menatap Azalea dengan raut bingung. Maka Alex dan Arya menatap gadis itu penasaran, siapakah gerangan yang ingin gadis itu sapa-- Alex atau Tuan Arthur. Sedangkan Arthur, ia menatap gadis dihadapannya dengan lekat.
Bukan tanpa alasan Arthur menatap Azalea dengan tatapan yang berbeda. Sebab, tak banyak yang memanggilnya dengan panggilan yang formal dengan seperti itu di Indonesia, bahkan bisa dikatakan hanya satu orang. Murid kesayangannya dan wanita yang akan menjadi calon cucu menantunya--Altheda. Tetapi sekarang gadis itu telah tiada.
"Siapa kamu?" tanya Arthur spontan.
Alexandre memicingkan matanya. Menatap lekat wanita yang diketahuinya sebagai tunangan dari keponakannya--Lucian. Lalu, apakah kakeknya tidak tahu siapa gadis ini? Tidak! Tidak mungkin kakeknya tidak mengetahui siapa gadis ini. Apa mungkin kakeknya ingin menguji kemampuan gadis ini.
"Bukankah kamu tunangan bocah ini?" Alexandre bertanya pada Azalea. Namun gadis itu hanya melirik sekilas tak berniat menjawabnya lalu kembali menatap lurus ke depan, berhadapan langsung dengan Arthur.
"Izinkan saya memperkenalkan diri secara resmi, akan sangat tidak sopan jika saya hanya duduk bersama Anda tanpa memperkenalkan diri, Sir. Saya Azalea Caleste Wyatt, satu-satunya cucu keluarga Wyatt yang diakui. Senang berkenalan dengan Anda, Sir." Azalea menjulurkan tangannya yang terbuka menunggu untuk diterima dengan senang hati oleh Arthur.
"Aku tahu cara pikir dari otak kecil itu. Karena seseorang yang selicik kamu aku pernah mengenal satu, anak muda. Jadi ... Apa tujuanmu untuk mendekatiku?"
"Tak banyak. Saya hanya ingin mendapatkan tempat yang lebih baik ketika berada di kelas anatomi satu tahun lagi, Sir. Saya yakin kita akan bertemu dalam jangka waktu hitungan bulan, tentang berapa lama Anda melihat saya nantinya. Semua tergantung dari seberapa lama Anda ingin melihat saya di kelas Anda."
Arthur menyunggingkan senyum tipisnya. Sudah dua tahun--dua tahun lebih dirinya tidak pernah menemui seseorang dengan pola pikir yang sama dengan Altheda-nya. Gadis yang cerdas dan tidak menyembunyikan keinginannya. Gadis yang tidak akan memikirkan trik-trik licik hanya untuk merebut perhatiannya. Gadis yang hanya akan menghujani dirinya dengan kata-kata pedas nan sarkasnya. Arthur tertarik dengan gadis ini--sangat tertarik.