Silvana terbangun pukul enam pagi, lebih pagi daripada teman-teman sekamarnya. Tentu saja, semalam mereka hampir tidak tidur karena keasyikan mengobrol, main kartu, dan menyanyi dengan iringan gitar. Silvana melewatkan kesenangan malam itu karena ia terlalu lelah. Rugi juga sebenarnya tidak ikut serta dalam kegiatan menyenangkan itu, tapi ia terlalu lelah untuk bergadang dan tidak kuat menahan kantuk.
Pagi itu terasa cukup sejuk. Silvana buru-buru mandi selagi belum banyak teman-teman serombongannya yang bangun. Pasti sebentar lagi, kalau mereka bangun, ia harus mengantre untuk mandi pagi. Setelah mandi dan berpakaian, Silvana keluar dari kamar dan berdiri di balkon untuk menikmati pemandangan pagi Pulau Bening. Selain pantai dan lautan yang terhampar luas, Silvana juga memandangi rumah-rumah penduduk sekitar penginapan. Rupanya rumah penduduk di pulau kecil ini tidak jauh beda dengan rumah-rumah penduduk di Jakarta. Bangunannya sudah terbuat dari tembok dengan aneka bentuk. Ada yang berbentuk sederhana, ada juga yang dibentuk apik dengan warna cat terang mencolok.
Lagi-lagi benak Silvana berkelana, membayangkan seperti apa rasanya hidup di tempat ini. Begitu tenang dan private. Apapun yang terjadi, huru-hara meresahkan yang kadangkala terjadi di Jakarta tidak akan berpengaruh pada penduduk di sini. Mereka akan tetap hidup tenang. Tidak ada pencemaran dan polusi seperti di Jakarta. Juga tidak ada kebisingan yang menjenuhkan selain suara debur ombak nan menenangkan.
Mungkin suatu hari nanti, Silvana akan mengumpulkan modal lalu pergi dari Jakarta untuk tinggal di pulau ini. Hanya seorang diri. Membangun rumah kecil di pinggir pantai yang akan ia bentuk layaknya rumah bata ala cerita dongeng dan sebuah ruangan kecil dari kaca untuk bersantai sambil menikmati pemandangan pantai. Kalaupun ia harus terjebak, paling tidak ia terjebak di tempat menyenangkan, di mana ia bisa pergi ke pantai sesuka hati. Lalu untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari Silvana akan berjualan suvenir. Atau mungkin membuka kedai kopi sendiri. Meracik kopi untuk para pelanggan sekaligus beramah-tamah pada mereka. Ya bekerja satu setengah tahun di kedai kopi membuatnya bisa meracik beberapa varian kopi dan sejauh ini Silvana belum menemukan kedai kopi di pulau ini. Silvana tersenyum menerawang, membayangkan kehidupan nan damai itu.
Tiba-tiba saja Silvana teringat ibunya di rumah. Sedang apa ibunya sekarang? Apakah ibunya sedang memikirkannya? Silvana sama sekali tidak bisa menghubungi ibunya karena ponselnya tidak mendapat sinyal. Ah, tapi mungin tidak terlalu jadi masalah, toh selama ini ibunya punya banyak teman yang bisa mengalihkan perhatian beliau. TermasukOm heri, yang seringkali membuat Silvana merasa jengah.
Silvana sudah pergi sejauh ini. Untuk pertama kali sejak bertahun-tahun masa mudanya yang membosankan, akhirnya sesuatu yang menyenangkan terjadi dalam hidupnya dan ia sudah menunggu lama serta membayar mahal untuk itu. Jadi untuk apa memikirkan hal tidak menyenangkan selagi ia bisa bersenang-senang saat ini?
Mungkin saja open trip ini akan jadi titik balik dalam hidup Silvana. Mungkin setelah pulang dari Pulau Bening dan merasa ketagihan, Silvana akan giat menabung untuk ikut open trip-open trip berikutnya ke tempat indah lain. Mungkin juga open trip ini akan membuka pergaulannya lebih luas ketimbang bersama Tyas, Fajar, dan teman-teman sekelasnya. Baru hari pertama saja ia sudah berkenalan dan berteman dengan Arga dan Tyo yang juga anggota MAPALA. Atau mungkin, Silvana tersenyum tersipu-sipu memikirkannya, dia akan menemukan cinta dalam open trip ini. Ya, segala kemungkinan menyenangkan bisa terjadi sekarang. Dan Silvana harus pandai-pandai menggunakan kesempatan ini.
Pukul delapan pagi, sarapan untuk rombongan open trip disajikan. Sarapan berupa prasmanan yang diletakkan di koridor penginapan. Ada nasi (tentu saja), ikan selar goreng, tahu-tempe, sambal, dan lalapan. Ikan selar yang disajikan rasanya sungguh enak. Menurut Mas Toni, ikan selar yang disajikan pagi ini merupakan ikan segar hasil tangkapan nelayan sekitar. Usai sarapan, para peserta open trip bersiap-siap untuk kegiatan hari ini.
"Aduuh... tabir surya gue ke mana ya?!" Suara Cindy, si ketua Geng Berisik (Silvana tidak tahu nama geng mereka, tapi karena mereka berisiknya minta ampun sepertinya sebutan itu cocok untuk mereka) yang melengking dan cukup cempreng terdengar sepenjuru koridor penginapan.
"Bukannya ada di tas?" usul Maura, salah satu anggota Geng Berisik.
"Nggak ada di tas gue!" ujar Cindy hampir berseru. "Siapa nih yang pakai tabir surya gue?!"
"Nggak ada yang pakai, Cin. Orang kita aja bawa sendiri-sendiri," sahut Avi.
Dan keributan itu terus berlangsung. Sebotol losion tabir surya yang menimbulkan kehebohan. Silvana jadi kasihan pada tiga orang perempuan yang bukan anggota Geng Berisik yang terpaksa menginap satu kamar dengan mereka.
"Dasar rempong, masalah tabir surya aja lebay banget!" gerutu Tyas yang merasa terganggu seraya memulaskan lipcream warna nude.
"Yah, namanya juga geng nggak danta!" sahut Jenar yang juga merasa terganggu.
"Agenda hari ini apa aja selain keliling pulau?" tanya Silvana seraya mengoleskan losion tabir surya ke lengan telanjangnya.
"Seinget gue sih hari ini kita snorkeling."
Semangat begitu membuncah di dada Silvana. Ia terkejut dengan besarnya semangat yang ia rasakan pagi ini, yang tak pernah ia rasakan sebelumnya. Sekarang ia mengerti kenapa para traveler sering berseru-seru senang, karena liburan memang rasanya semenyenangkan ini. Sebentar lagi ia juga akan merasakan nikmatnya menyelam sambil melihat terumbu karang. Sebenarnya Silvana sudah melihatnya saat kapal yang dinaikinya hendak merapat di dermaga kemarin. Tapi pasti akan lebih seru kalau melihatnya secara langsung di dalam air.
"Mas Toni, ayo, udah siap nih kita," kata Jenar setelah memastikan semua peserta sudah keluar dari penginapan.
Mas Toni yang sedang mengobrol dengan Arga, Tyo, Fajar, dan Pak Arif pun menoleh. Mereka menyudahi obrolan santai dan mulai berkeliling.
Meski Pulau Bening hanyalah salah satu dari gugus kepulauan kecil dan paling terpencil, namun tempat ini punya fasilitas yang cukup lengkap. Ada puskesmas, posyandu, perpustakaan umum, balai warga, TK dan PAUD, sekolah mulai dari SD hingga SMA, bank pemerintah lengkap dengan mesin ATM yang bisa digunakan untuk segala jenis ATM keluaran pemerintah maupun bank swasta (yang artinya ATM yang dibawa Silvana bisa berguna). Mas Toni bilang, itu adalah mesin ATM satu-satunya di Pulau Bening dan sering kehabisan uang.
"Terus kalau mesin ATM-nya rusak gimana, Mas?" tanya salah satu peserta rombongan.
"Ya wassalam. Kita harus nunggu sampai teknisi dari Jakarta datang buat betulin. Selama itu juga nggak ada yang bisa ambil uang," jawab Mas Toni.
"Gila aja, untung gue bawa cash banyak," gumam Jenar yang berjalan di samping Silvana.
Silvana menghentikan langkah saat melewati dermaga. Beberapa kapal dan perahu nelayan tampak hendak melepas tali tambat dan bersiap berlayar. "Mas Toni, bukannya kapal di sini cuma berlayar seminggu sekali?" tanya Silvana heran.