Kamar yang semula rapi, kini tampak berantakan. Selimut yang sudah terlipat kembali acak-acakan, bantal dan guling sudah tidak pada tempatnya, bahkan pintu lemari terbuka lebar. Kekacauan yang terjadi di kamar penginapan itu disebabkan karena Avi kebingungan mencari jaketnya. Ia ingat meletakkan jaketnya di atas tempat tidur. Bahkan sebelum ia ke toilet untuk buang air, jaket kesayangannya masih ada di sana. Tapi begitu keluar, Avi mendapati jaketnya sudah tidak lagi di tempatnya. Ia sudah mencari di sana-sini, membongkar isi kamar, dan menanyai orang-orang yang tersisa, namun tidak ada yang tahu menahu tentang jaketnya.
Di mana ya jaket gue? pikir Avi resah. Sial, kenapa jaketnya harus hilang sekarang? Saat ia sudah sangat siap dan tinggal melangkah pergi bersama anggota open trip lain yang menyeberang pulau. Avi tidak mungkin pergi tanpa jaketnya. Mungkin jaket itu bukan barang berharga, tapi sangat berarti baginya. Jaket itu adalah hadiah terakhir pemberian Kakak Avi yang meninggal dua tahun lalu karena sakit.
Avi terlonjak kaget saat mendengar suara pintu dibanting. Ia pun berhenti mencari jaket dan keluar dari kamar. Cindy dan Maura tampak terengah-engah di pintu penginapan, wajah mereka pucat dengan ekspresi ketakutan seperti baru melihat hantu.
"Kalian kenapa?" tanya Pak Sandi keheranan.
"Iya, kayak habis lihat apaan aja," sahut Aldo agak kesal karena kaget.
Dengan napas masih terengah-engah, Maura berbicara tergagap. "Silvana... singa... kita harus cepat-cepat pergi dari sini!"
Pak Sandi menghampiri Cindy dan Maura, lalu menenangkan mereka. "Kalian yang tenang dulu, cerita yang jelas."
Maura masih tampak syok, sehingga akhirnya Cindy yang cerita. "Silvana benar, Pak. Ada hewan buas di pulau ini. Tadi saya sama Maura hampir dikejar singa." Cindy menelan ludah dan meneruskan perkataannya. "Kita harus cepat-cepat pergi dari sini."
Pak Sandi mengangkat alis, nampak tidak percaya. "Kalian yakin?"
"Apa sekarang kita kelihatan bercanda?!" Seolah melupakan sopan santun, Cindy hampir meneriaki seorang dosen. "Kita lihat sendiri, Pak. Singa besar itu ada di pulau ini. Bapak nggak lihat Maura syok begini?!"
Sekali lagi, Pak Sandi menatap Cindy dan Maura bergantian. Tampaknya dua orang itu sungguh-sungguh, tidak sedang bergurau atau mencari perhatian. "Ya sudah. Ayo kia secepatnya pergi dari pulau ini."
"Memangnya masih kekejar, Pak, kapalnya?" tanya Malik.
Pak Sandi melihat jam dinding. "Masih ada sepuluh menit sebelum kapal berangkat. Mereka bilang kapal bersandar lima belas menit. Sekarang, kalian cepat-cepat berkemas. Kita langsung ke dermaga."
Seluruh darah seolah tersedot meninggalkan tubuh Avi. Meski Silvana sudah memperingatkannya akan hal itu dan Avi hampir mengikuti ucapan Silvana, ia tetap kaget ketika mengetahui bahwa bahaya itu memang benar adanya. Seekor atau entah berapa ekor hewan buas sedang berkeliaran bebas di Pulau Bening yang kecil ini dan bisa menerkam siapa saja. Apalagi tadi Cindy dan Maura bilang, mereka melihat singa. Sekali saja mereka bertemu raja hutan itu, bisa tamat riwayat mereka.
Di dalam kamar, Cindy, Maura, dan Elisa sibuk menata barang masing-masing. Menjejalkan barang-barang tersebut ke dalam tas tanpa merapikannya terlebih dahulu. Bahkan tampaknya mereka melupakan peralatan mandi dan skin care mereka di kamar mandi. Yang ada di pikiran mereka saat ini adalah, mereka harus segera dari pulau ini. Ada rasa sesal sekaligus malu karena mereka tidak mempercayai, bahkan mencemooh Silvana.
"Ayo, cepat. Kita harus segera berangkat!" ujar Pak Sandi yang tiba-tiba membuka pintu kamar para perempuan.
"Pak," ujar Avi. "Tapi jaket saya hilang."
"Avi! Nggak penting banget sih! Udah, biarin aja jaket lo itu. Nanti kan bisa beli lagi di Jakarta!" ujar Cindy kesal.
"Nggak! Gue nggak mau jaket baru, gue maunya jaket itu. Jaket itu kenang-kenangan almarhumah kakak gue!" tukas Avi.
Cindy semakin geram. "Tapi, Vi..."
"Pokoknya gue nggak akan pergi sebelum jaket itu ketemu!" tegas Avi tanpa terbantahkan. "Di mana jaket gue?! Gue nggak pernah bawa jaket itu keluar kamar!"
Cindy tampak hendak ngotot lagi, tapi Maura menyikut lengan Cindy. Ia merasa bersalah telah mengerjai Avi seperti itu. Maura baru tahu kenapa jaket hitam Winnie the Pooh itu sangat penting bagi Avi. "Maaf, Vi. Jaket itu, sebenarnya kita yang umpetin."