The Threembak Kentir's

Xie Nur
Chapter #3

Pheen, Aku Padamu! (2)

Pendakian Gunung Lawu

* H-1 Pra Operasional: Packing

Aku cukup takjub dengan kamar Citonk yang tidak lagi menjadi kamar yang asyik menurut versiku. Mengingat sebelumnya kamar Citonk selalu mempunyai tema yang berbeda. Aku jadi berpikir tema apa yang sedang Citonk gelar malam ini.

Daya imaji dan kreatifitas Citonk selalu menciptakan kamar bernuansa aneka warna. Selalu berganti tema setiap bulannya. Bulan ini sebenarnya kamar Citonk bertema alam. Banyak foto gunung, sobekan kulit kayu yang bertuliskan SAFE OUR FOREST.

Di meja Citonk terdapat edelweis yang tidak mencerminkan safe our forest, tidak tahu Citonk dapat dari mana sebab UPL melarang keras anggotanya memetik edelweis. Nanti perlu aku tanyakan.

Kalau ketahuan oleh senior membawa pulang edelweis ada tiga pilihan bagi kami sebagai hukuman. Pertama; mengembalikan ke gunung tempat memetik bunga itu, kedua; push up setiap kali datang ke sekre (kami lebih suka menyebutnya demikian sebagai singkatan dari sekretariat) atau pilihan ketiga; jalan jongkok dari perempatan lampu merah saat akan datang ke sekre kalau anggota datang dari selatan dan kalau datang dari utara mulai jalan jongkok dari seberang auditorium UNSOED. Dan jika memilih tidak datang ke sekretariat, Komite Disiplin akan mendatangi tempat kos anggota tersebut lalu menyuruhnya push up di tempat.

Kembali ke kamar Citonk. Selain edelweis terdapat pula bunga pinus kering yang berbaris rapi di rak buku paling atas, tak ketinggalan tanaman hidup dalam vas air, dan pohon bonsai mini.

Sebulan lalu kamar Citonk penuh dengan gambar-gambar karakter kartun disney. Jendelanya berumbai-rumbai bintang dan bulan. Atau pernah pas aku ke sana ada banyak bunga melati di atas kasurnya, dengan warna pink bertebaran di mana-mana, katanya sih, nuansa kamar pengantin. Dan bila Desember tiba kamar Citonk langsung berubah seperti gereja.

Beda banget pokoknya sama kamar kosku yang berukuran 3 x 4 meter beralaskan karpet plastik karena lantainya belum memakai keramik. Sejak awal datang sampai sekarang kamarku tidak berubah. Tetap gersang, tidak ada ornamen apapun yang menghias tembok. Hanya ada meja kecil, lemari dan tempat tidur. Paling radio jadul imut yang suaranya sukses membuat beberapa retakan di tembok.

Malam ini tema kamar Citonk; aku cuma bisa menduga badai pasti berlalu. Mengingat tema yang sedang hadir tentang alam, pastilah alam yang sesekali bisa marah, kini habis menghajar kamar Citonk.

Bayangpun aneka benda berserakan semena-mena tidak pada tempatnya. Seperti CD (celana dalam) Citonk yang bercengkerama dengan beras. Sementara snack, mi instan bersanding dengan golok dan yang paling mengenaskan aneka plastik, buku dan kertas-kertas bergelimpangan terinjak-injak kaki Citonk dan Pheenux. Ramai pokoknya, ada yang mendesah-desah, ada yang menjerit-jerit, ada pula yang merintih kesakitan.

“Wah, kamarmu benar-benar berkarakter, Tonk!” pujiku berdiri di ambang pintu sambil menenteng carrier.

“Datang juga!” Citonk tersenyum menyambut kedatanganku yang tak dijemput, pulang juga bakal sendiri.

“Harus!” komentar Pheenux yang ikut mendongak lalu berkacak pinggang.

Lihat selengkapnya