Kejadian Mistis Pertama
“Tang, tadi malam kamu lihat gak?” Kunyit tiba-tiba berseru pada Kentang. Saat kami mulai bosan menunggu kereta yang belum datang.
“Hii... syerem, deh!” sahut Kentang sambil menutupi mukanya pakai jemari yang membuka lebar-lebar.
“Apaan, sih?” selidikku penasaran. Tiba-tiba bulu kudukku berdiri. Aku beringsut merapat Citonk yang sibuk menghitung jumlah rel kereta.
“Cerita gak ya?” Kunyit menimbang dengan wajah cengengesan.
“Jangan, syerem!” kata Kentang. “Nanti mereka pada takut lho!”
“Lebih nyeremin dia, kali.” tunjuk Pheenux pada Ujang yang asyik berasap duet bareng Noly.
“Jangan gitu, tho? Biar serem begini, hatiku selembut sutra.” sahut Ujang begitu tahu telunjuk Pheenux menuding ke mukanya.
Sontak yang lain tertawa. Kunyit dan Kentang tambah menggoda Ujang.
“Cerita dong!” Aku yang sebenarnya takut tetap saja penasaran tentang sesuatu yang katanya seram. Mendadak sunyi, seruanku menghentikan tawa mereka.
“Ehem,” Kunyit memandangku dengan mata memastikan keinginanku. “Kalian siap?” Kunyit ganti memandang pada yang lain, terutama di luar gengnya. “Semalam, sedari Magrib ada yang mengikuti kita.” tandas Kunyit dengan mata yang nyalang.
Kupikir wajahnya kini lebih seram dari hantu yang sebenarnya. Semua tiba-tiba mendengarkan dengan saksama, kecuali Ujang, Noly dan Kentang. Kunyit mendadak seperti guru killer yang sedang mengajar muridnya.
“Pendaki lain maksudmu? Kok aku nggak lihat?” sambar Pheenux yang sepertinya terlalu lugu dari pergulatan dunia gaib. Mungkin karena belum pernah mendapat gangguan dari mahluk-mahluk tak kasat mata itu.
Kalau aku, sih, pernah. Tetapi sebatas mendengar suara-suara yang aneh. Kadang kuanggap cuma salah dengar. Tetapi setelah dipikir-pikir terdengar tidak masuk akal. Lain kali akan kuceritakan.
“Lebih baik kalau kamu gak melihat, Pen.” balas Kentang yang meringkuk dekat tas carrier yang dibawa Ali. “Ngeri deh!”
“Makanya tadi malam aku menghitung jumlah kalian dan mengabsen satu persatu.” terang Kunyit kemudian. “Khawatir dia akan menyesatkan salah satu dari kita.”
Aku ingat semalam Kunyit mendadak aneh menyorotkan senter ke muka kami semua. Kejadian itu sempat membuatku kesal. Kalau tidak salah waktu Citonk minta turun dari gendongan Ali dan kami duduk melepas lelah. Sekaligus memberi kesempatan Ali untuk bernapas.
Kunyit juga segera menempatkan kami para gadis di tengah-tengah para pejantan. Dan entah mengapa kami semua menurut saja komandonya. Bahkan Kunyit mengatur dirinya berjalan di antara aku, Cithonk dan Pheenux. Alasannya, sih karena dia tidak bawa senter. Sekarang aku baru paham maksudnya. Dia melakukan itu pasti karena takut terciduk oleh hantu. Dasar!