Pendakian Gunung Salak
*Hari Pertama Pra Operasional (10.50 – 17.00): Aku Masih Di Sini, Mendekap Hampa di Hati
Selain nyanyi-nyanyi kami juga melakukan aksi bengong, tukar cerita konyol dan menertawakan orang lewat. Malah sempat terpikir mau melakukan pertunjukan topeng monyet dengan para aktor:
Dede : monyet 1
Kentang : monyet 2
Noly : monyet 3
Ujang : anjing
Ali : tukang narik uang
Mendengar ide cerdas kami para cewek jelas para cowok ngomel-ngomel dan protes keras atas perlakuan yang tidak berperikehewanan.
“Masa Kangmas Dede yang cool alias keren ini suruh akting jadi monyet, hah! Yang bener dong!” protes Dede. “Gimana kalau orang utan aja?”
Mendengar itu anak-anak langsung ngakak.
“Kurang gemuk dan berbulu tuh! Mana ada orang utan kurus kering dan gundul gitu,” cetus Noly membuat kami tambah ngakak.
Pukul setengah sebelas, kami mulai siaga. Takut ketinggalan kereta lagi. Sebagai antisipasi kami meronda bergantian di ujung peron masuk kereta. Noly yang dapat giliran terakhir kembali dengan lesu. Jam setengah sebelas sudah, dan kereta yang ditunggu belum menampakkan batang moncongnya.
“Nihil!” cetus Noly.
“Tanya lagi yuk!” ajak Citonk. “Teh Mei, ayuk!” ketika tidak ada yang merespon, aku ikut menyusul.
Ketika kembali gerombolan Yogya sedang menyanyikan lagu Misteri Illahi-nya Ari Lasso. Cocok banget dengan suasana kami. Yang lirik awalnya, aku masih di sini… mendekap hampa di hati… bla bla….
“Ternyata ada sedikit masalah.” lapor Citonk. “Katanya sebentar lagi baru akan berangkat.”
“Tapi kok pada senyum-senyum gitu, kita kan jadi deg-degan!” ucap Kentang.
“Dia, kan di kampus termasuk Mapres.” puji Pheenux.