Pendakian Gunung Merbabu
*Hari Pertama Operasional H1OP (05.00 – 10.00): Tanjakan Yang Menghilangkan Jiwa Raga
Aku terbangun ketika mendengar kegaduhan yang ditimbulkan oleh tiga cowok Klaten, sepertinya sedang bersiap mau berangkat. Mengerjap-kerjap aku berusaha melihat jarum jam tangan.
“Bangun, Bleh!” seruku terkesiap begitu tahu waktu telah menunjuk pukul lima.
“Selamat pagi!” sapa cowok yang paling kecil dan berambut paling ikal semi panjang. Kalau tidak salah namanya Dino atau Dina. Habisnya lupa.
“Pagi juga!” balas Pheenux sambil menggeliat. “Lho katanya berangkat malam?”
“Kami baru terbangun jam empat. Niatnya sih jam satu dinihari, eh, ketiduran.” terang Dino.
Aku tak begitu peduli dengan ketiganya. Pagi ini jatahku masak. Makanya aku langsung berjibaku menyiapkan kompor, nesting dan kawan-kawan.
“Kamu salat dulu sana, Sush!” Citonk menyuruhku meninggalkan aktivitas perdana mengurusi bakal sarapan.
Pukul setengah enam rombongan cowok berangkat. Setelah mengucapkan salam perpisahan dan janjian ketemu di atas, kaum cowok pergi meninggalkan para wanita kesepian yang masih sibuk dengan aktivitas rutin tiap pagi, sebagaimana ibu rumah tangga. Masak!
Pagi ini begitu cerah, secerah wajah kami. Hari ini aku menjabat sebagai leader. Jalur awal yang dilalui ternyata tidak seberat sangkaan, banyak bonus yang membuat pergerakan menjadi cepat. Kondisi hutan yang masih perawan menambah kesegaran badan.
Sesekali kami berpapasan dengan penduduk yang habis mencari kayu atau daun-daunan untuk pakan ternak. Mereka begitu ramah menyapa, otomatis kami pun tak kalah ramah menebar senyum semanis-manisnya.
Tiba di pertigaan, langkahku mulai ragu-ragu. Untuk memastikan aku segera mengeluarkan peta dan kompas. Ormed, ormed (orientasi medan).
“Ke kiri,” gumamku menentukan langkah.
Jalur masih menanjak santai. Sementara itu vegetasi hutan makin rapat. Aklimatisasi usai, sehingga kami selanjutnya bisa berjalan dengan lebih cepat. Pukul 09.30 kami sampai di Pos 1 Dok Malang.
“Lho!” pekikku kaget manakala mendapati dua mahluk yang tidak asing tengah leyeh-leyeh bersandar pada tas masing-masing di bawah dua pohon yang tidak terlalu tinggi tapi teduh.
Dua mahluk itu, rombongan cowok yang sudah berangkat jam setengah enam tadi.
“Masih di sini, tho?” tanyaku setengah tidak percaya.
Pasalnya perasaan jalan kami sudah kayak siput. Eh, ini malah menemukan saingan. Menurut perkiraanku seharusnya mereka sudah sampai di Pos 2 atau lebih.