Pendakian Gunung Merbabu
*Hari Pertama Operasional H1OP (10.00 – 13.00 WIB): Tercecer Lalu Terjatuh
Pada sebuah perakaran yang menonjol lintang pukang, kira-kira dua ratus meter di bawah, Citonk tampak duduk bersandar pada carrier sambil kipas-kipas pakai topi. Aku tersenyum lega melihat teman seperjalananku itu kondisinya baik-baik saja, meski wajahnya terlihat kelelahan.
“Lagi ngapain, Tonk?” seruku padanya. “Kamu nggak pa-pa?” sambungku setelah berdiri satu langkah dari Citonk. “Yuk, istirahat di atas daripada ditanjakan gini.”
“Sebentar, Sush.” sahut Citonk lemah.
“Aku bawain carrier-nya, ya?” tawarku lalu bergerak meraih carrier dari punggung Citonk. Citonk melepas carrier-nya pasrah. “Yuk,” ajakku lagi sebelum melangkah.
“Oke, aku naik dulu ya.” ucapku sambil mengencangkan tali carrier di perut.
Begitu Citonk berdiri aku segera melangkah naik. Tetapi setelah sampai di tempat Pheenux sebuah pertanyaan darinya membuatku syok lagi.
“Citonk mana?”
“Yaelah, kirain ngikutin di belakang.” ujarku sambil meletakkan carrier Citonk.
“Ngadat?” tanya Pheenux yang sepertinya teringat situasi Citonk saat diksar dulu. Citonk menjadi peserta diksar atau UPL menyebutnya sebagai siswa yang gampang mogok jalan sewaktu long march.
Aku hanya mengangkat bahu, sambil mengatur napas. Aku tidak mau terlalu menyalahkannya. Bagaimanapun, aku dulu juga menjadi salah satu siswa pendidikan dasar yang pernah mogok jalan meski tidak sebanyak Citonk. Pokoknya dari tujuh orang bidadari angkatan Sangga Buana. Nama angkatanku di UPL, hanya Pheenux dan Leni yang tidak pernah tersapu, menjadi siswa diksar yang tertinggal pasukan inti saat long march.
“Citonk… naik sebentar lagi Tonk. Istirahat di sini. Lebih luas tempatnya.” Pheenux berkoar-koar. “Apa mau aku gendong?”
Masih tidak ada jawaban. Kami berdua berharap Citonk memberi kejutan dengan menongolkan wajahnya di ujung tanjakan. Tetapi yang terjadi bukannya Citonk yang muncul malah Trio Klaten yang datang. Dina dan Inggit dulu yang kelihatan.
“Tuh teman kalian!” ucap Dina.
“Udah mulai jalan?” tanyaku penasaran.
“Lagi bikin asap sama Radit,” sahut Inggit.
“Waduh, malah bikin skandal.” kata Pheenux yang berdiri di ujung tanjakan siap menyusul ke bawah.
“Hah,” aku melongo tidak percaya.
“Baru tahu kamu?” ujar Pheenux.
“Citonk merokok?” ucapku memastikan.
“Kayaknya tayang perdana di gunung.” jelas Pheenux lagi.
Aku masih termangu seakan tidak percaya. Menurut persepsiku, cewek merokok itu sesuatu yang tabu. Kesannya gimana, gitu. Tetapi… Citonk justru menggebrak pemikiran itu. Bahkan selanjutnya, entah sejak kapan, Pheenux akhirnya ikutan merokok. Saat ke Merbabu kali ini belum lho ya.
Kalau aku, jangan tanya. Aku sama sekali tidak tertarik untuk atau bahkan mencoba merokok. Akan tetapi suatu ketika, saat sedang stres berat terbersit ingin mencoba menghisap nikotin yang katanya bisa meredakan stres. Namun, bukannya stres hilang malah dapat bonus dada panas dan perut mual. Sepertinya aku sama sekali tidak cocok berteman dengan zat bernama nikotin dan kawan-kawannya.
“Dit, sini lho Dit, sudah Pos II, enak buat istirahat!” panggil Dina ke Radit.
“Lho kok carrier Citonk sudah di sini?” Inggit keheranan.