Berhubung kami bertiga merupakan tiga cewek manis yang tidak pakai manja, beriman dan bertakwa dengan sepenuh hati pada Tuhan Yang Maha Esa, tidak sombong, gemar menghabiskan uang untuk ke gunung. Tak salah kiranya bila para hantu menjadi segan ketika akan mengganggu.
Begitulah, selama pendakian tanpa anak-anak Yogya. Sama sekali tidak terekam kejadian mistis yang selalu berhasil membuatku merinding ngeri.
Sebagai gantinya aku selipkan kisah bernuansa hati yang terjadi selepas pendakian ke Gunung Merbabu waktu itu.
Sepucuk Surat Cinta
Aku dan Pheenux duduk bersila dengan gerak tubuh tidak sabaran. Pheenux menggerak-gerakkan lututnya naik-turun. Sementara aku menggosok-gosok hidung bagian bawah yang memang gatal. Hal itu membuat Citonk yang sedang membuka sepucuk surat dari Trio Klaten bertambah grogi.
Sekali lagi jangan heran ya, kala itu ponsel masih menjadi barang super mewah. Satu dua orang saja yang punya. Komunikasi jarak jauh masih menggunakan telepon rumah. Tak heran bila jasa wartel (warung telepon) saat itu sangat berjaya. Adapun berkirim surat bukan hal yang aneh masih terasa wajar.
“Cepetan!” buru Pheenux sudah hampir merebut surat yang ditujukan ke alamat kos Citonk.
Pasalnya hanya kos Citonk yang paling gampang aksesnya ke jalan, terletak di pinggir jalan raya. Beda dengan rumah kosku yang masuk gang, lalu masuk gang lagi. Pun demikian dengan tempat kos Pheenux.
“Sabar, Bleh!” balas Citonk. “Tuh, jadi susah kan?”
“Buka pakai gunting, kenapa?” usulku tapi telat. Amplop putih nan suci yang berada di tangan Citonk sudah terkoyak-koyak merana.
“Baca yang keras, Tonk!” perintah Pheenux sambil menopang dagu dengan siku menumpu di paha.
Hallo, apa kabar?
Kabar kami di sini sangat baik.
Semoga kabar kalian baik juga.
Kuliah kalian aman, kan? Dosen tidak mencari kalian saat sedang bolos kuliah? Kami juga aman. Lain kali jadi ingin membolos lagi dan kalau bisa mendaki gunung bersama kalian. Eh, pas liburan aja ding. Biar mendakinya tenang.
Terus terang kami sangat terkagum-kagum dengan keberanian kalian mendaki gunung bertiga saja. Termasuk kegilaan saat menggodai kami habis-habisan. Sungguh itu menjadi kenangan yang tidak terlupakan. Sampai-sampai salah satu dari kami jatuh hati sama seorang dari kalian.
Coba tebak siapa orangnya?
Kata kuncinya sudah jatuh tambah tertimpa juga.
Oh ya, saat liburan nanti (biar tidak kebanyakan bolos kuliah) kami berencana mau mendaki Arjuno-Welirang. Kontak kami ya, kalau berminat mendaki bareng.
Sekian.
Salam
Dina, Radit, Inggit.
Nb: foto-foto kita di Merbabu tolong kirimkan bersama surat balasan kalian, ya.
Kami bertiga bengong sejenak setelah Citonk membacakan surat dari Trio Klaten. Surat yang datangnya dua minggu setelah pendakian ke Merbabu. Surat yang isinya singkat, padat dan ada kalimat yang mengandung teka-teki. Pikiran kami seketika menebak-nebak siapa gerangan yang jatuh hati pada salah satu dari kami.
“Jangan-jangan Inggit, yang terkiwir-kiwir sama kamu Sush?” tebak Pheenux seenaknya.
“Nggak mungkin,” aku mengibaskan tanganku.