The Threembak Kentir's

Xie Nur
Chapter #43

Salam Terakhir (5)

Pendakian Gunung Slamet

*Hari Kedua Operasional (HOP2: 20.00 – 22.00 WIB): Pheenux dan Ujang

“Peni, kamu jangan tidur dulu dong!” pinta Ujang selepas acara makan malam bersama usai. Kira-kira pukul delapan malam.

Tepat saat aku akan masuk tenda bersiap menjalin mimpi. Demi menghemat tenaga esok untuk melakukan summit attack. Aku menoleh ke arah Pheenux, dia memang terlihat beringsut dari tempat duduknya. Tetapi kupikir Pheenux tidak mungkin mengikuti kebiasaanku yang suka tidur dari pada mengobrol ke sana kemari.

“Kalau yang lain silakan tidur duluan.” usir Ujang dengan tatapan bersungguh-sungguh.

Kami terbengong-bengong mendengar titah dari seorang Ujang. Baiklah kalau begitu. Aku dan Citonk langsung masuk kamar, eh, tenda. Sementara Kentang dan Noly tampak tiduran di sekitar api unggun. Menunggu giliran keluyuran mencari sekeping uang.

“Apaan sih!” protes Pheenux. “Aku juga mau tidur.”

“Eit, jangan! Aku mau ngomong sesuatu yang serius sama kamu.” kata Ujang setengah malu-malu. “Tapi nunggu mereka pada tidur ya.”

“Ogah! Mending tidur.” balas Pheenux cepat.

“Pheen, ini demi masa depan kita.” Ujang berusaha menghalangi gerak tubuh Pheenux yang akan merangkak ke dalam tenda.

“Masa depan apa?” bentak Pheenux menyepak tangan Ujang.

Saat itu aku yang berada dalam tenda sambil mengusap-usap muka, membersihkan wajah bareng Citonk tertawa ngikik tanpa suara. Pheenux dan Ujang seolah menginspirasi drama Taiwan yang tayang setahun kemudian. Drama Meteor Garden yang mana cowok dalam drama tersebut, Dao Ming Shi bucin setengah mati pada tokoh perempuan, San Chai.

“Apakah kita masih bisa mendaki gunung bersama lagi atau tidak?” deru Ujang.

“Memangnya kenapa nggak bisa naik bareng lagi?” Terdengar suara Kentang menyela.

“Ssst....” Berikutnya desisan Noly terdengar.

Sementara Pheenux mengambil duduk di ambang pintu tenda.

“Lah, memangnya kamu enggak mau naik gunung lagi, Jang?” Kentang masih ingin tahu alasan Ujang mengatakan hal yang bagi Kentang mungkin menghampakan. Teman seperjalanan mendaki selama ini seolah ingin pensiun dini dari dunia pendakian.

“Bukan gitu,” sahut Ujang ternyata mau menanggapi pertanyaan Kentang.

“Trus,”

“Jadi begini, aku pernah bermimpi mendaki gunung bersama pasanganku. Mungkin setelah itu, aku bisa mendaki bersama keluargaku. Istri dan anak-anak.” Perjelas Ujang diakhir perkataan. Wajah Ujang terlihat memerah pasca mengatakan impiannya itu. Sementara matanya sesekali melirik Pheenux.

“Mimpi apaan tuh?” komentar Pheenux. “Ngelantur!”

“Iya, hubungannya sama Pheenux apa?” Kentang entah pura-pura membego atau memang tidak tanggap darurat menanggapi Ujang.

Lihat selengkapnya