Benar firasatku. Pendakian ke Gunung Slamet menjadi pendakian kami yang terakhir. Maksudnya pendakian bersama dengan Geng Yogya. Sesekali ada perasaan rindu yang datang mencubiti. Akan tetapi, minimnya alat komunikasi serta kesibukan masing-masing membuat alur pertemanan kami dengan Geng Yogya seolah terputus. Hanya Ujang yang kadang masih menelepon Pheenux menanyakan kabar. Selebihnya kami seolah seperti pasangan yang habis bercerai enggan menjalin hubungan kembali.
Namun, sejatinya kami bertiga di sini sudah sangat sibuk dengan agenda UPL yang berderet-deret seperti semut hitam. Jikalau tiba-tiba mereka datang lagi mengajak mendaki bersama belum tentu kami siap sedia angkat carrier saat itu juga.
Setelah menjadi Anggota Biasa (AB), angkatan Sangga Buana, nama angkatanku di UPL selanjutnya menjadi tulang penyangga kehidupan organisasi UPL. Apalagi ketika banyak senior yang wisuda, otomatis tampuk kepengurusan bergulir ke arah kami. Mau tidak mau kami harus siap menerima limpahan panji kehidupan UPL.
Waktu itu, aku, Pheenux dan Citonk mendapat mandat terjun sebagai bagian Badan Diklat. Hal itu terjadi, karena para senior mengamati kami bertiga sangat gemar turun ke alam. Sementara teman satu angkatanku yang lain, terciduk menjadi pengurus inti sebagai bendahara, sekretaris, atau petugas Pusat Dokumentasi.
Dari kami bertiga, aku dan Pheenux dipaksa berselingkuh dari Mas Gun (Mas Gunung). Pheenux yang pernah ikut pendidikan dan pelatihan caving atau goa se-Jawa Tengah menjadi Koordinator Divisi Goa. Aku yang jebolan Pengembaraan Susur Pantai, yang mana bagian pantai terdapat area genangan rawa, oleh Ketua Badan Diklat waktu itu, setelah merayuku dengan tas carrier, menceburkan aku menjadi Koordinator Divisi Rawa Laut. Citonk yang tidak punya pengalaman lain selain di gunung, mendapat tugas menjadi Koordinator Divisi Gunung Hutan itu sendiri.
Berkat Citonk yang setia pada Mas Gun. Misi suci yang terlontar saat mendaki Gunung Sindoro terlaksana. Membentuk tim putri lalu melakukan ekspedisi ke tiga gunung sekaligus, Semeru-Arjuno-Welirang. Sebagaimana ekspedisi sebenarnya, kami anggota cewek UPL, yang waktu itu jumlahnya lumayan banyak harus bersaing agar bisa menjadi tim inti pendakian. Enam anggota perempuan dari tiga angkatan berbeda lolos seleksi melalui serangkaian tes fisik seperti mau masuk Kowad TNI, tes navigasi darat dan tes psikologi. Enam anggota cewek yang dinilai tangguh tersebut, berangkat ke Malang dengan membawa beban nama UPL. Empat diantaranya berasal dari angkatanku.
Sayangnya, Pheenux tidak bisa ikut serta menjadi atlet calon pendaki. Dia mendapat tugas mendampingi pengembaraan adik angkatan yang rencananya berangkat di bulan yang sama dengan Ekspedisi Tim Putri UPL MPA UNSOED. Pheenux harus berangkat ke Jambi untuk menjenguk Gunung Kerinci.
Tak selang lama gantian aku yang harus mendampingi adik angkatan melakukan pengembaraan susur pantai di Pulau Nusakambangan. Ini semacam pengembaraan lanjutan, karena tim susur pantai pertama, yang pelakunya angkatanku tidak berhasil menamatkan rute dari timur ke barat. Waktu itu ada anggota tim yang terkena luka bakar di muka cukup parah karena kompor masak kami meledak, sehingga perlu perawatan.