Konser Sheila On Seven tengah melantunkan lagu ‘Kita’.
Di saat kita bersama, di waktu kita tertawa, menangis, merenung, oleh cinta. Lirik tersebut seumpama kondisi kami sekarang yang telah terpisah oleh jarak, dan terempas oleh waktu di masa sekarang.
Jauh dari masa lalu, kala kami bersama. Kala tawa mengudara saat menapaki jalanan terjal gunung-gunung tinggi, meski kadang gagal meraih puncaknya. Kala kami sering menertawai ke-jombloan abadi kami.
Bahkan pada suatu masa kami pernah menangis lebay saat mengantar Pheenux mendaki Kerinci. Dia pergi demi menjalankan tugas negara (baca: UPL) mendampingi kegiatan Pengembaraan Anggota Muda. Entah mengapa kami bertangisan. Mungkin karena kami tak mendaki Kerinci bersama, mungkin karena Pheenux akan pergi jauh cukup lama, takut ada rindu mendera, mungkin karena ini pertama kalinya kami akan berpisah demi tugas masing-masing. Aku dan Citonk mempersiapkan diri untuk ekspedisi tim putri.
Kau coba hapuskan rasa, rasa di mana kau melayang jauh dari jiwaku, juga mimpiku. Demikianlah, setelah lulus kami seolah melayang menjauh dari mimpi-mimpi dulu. Pheenux, terdampar di Surabaya sebagai wartawan, Citonk mengembara di ibu kota Jakarta sebagai pengajar play group, sementara aku berdiam di tempat_Purwokerto saja, menjadi pelayan masyarakat.
Biarlah, biarlah, hariku dan harimu, terbelenggu satu, oleh ucapan manismu. Biarlah kini kami menempuhi hari dalam kenangan lalu, bersama orang-orang baru. Memiliki kehidupan masing-masing, sebagai istri, sebagai ibu, dan sebagai pekerja.
Hanya satu harap tersirat, semoga kelak, suatu saat nanti kami bisa kembali mendaki bersama walau satu kali saja. Menjejak satu puncak terhebat yang belum pernah kami jamahi.
Tunggulah, saat itu tiba.
Bila Kilimanjaro dengan Tim Putrinya tak berhasil kami genggam padahal sudah di depan mata, maka impian Himalaya dengan puncak Everest akan kami peluk erat. Karena kami yakin umur bukanlah sebuah penghalang.
***
Jika Berpisah
Di sini kita bertemu, satu irama
di antara wajah-wajah perkasa...
tergores duka dan nestapa,
tiada putus asa
tujuan esa puncak menjulang di sana
Bersama jatuh dan bangun
di bawah langit biru pusaka...
antara dua samudra...
Bersama harapanku juga kau
satu napas
kita yang terhempas
pengabdian... dan... kebebasan...
Bila kita berpisah
kemana kau aku tak tahu sahabat
atau turuti kelok-kelok jalan
atau tinggalkan kota penuh merah flamboyan