“Milady, itu sungguh perbuatan yang tidak pantas!! Bagaimana pun anda adalah pemimpin, bagaimana bisa anda melakukan hal seperti itu pada vampire rendahan?!” protes Aria. Alice hanya memutar bola matanya malas.
“Aria, sudahlah….” gumam Aron.
“Ada apa ini?” tanya kakek Arthur saat mendengar ribut-ribut di ruang tengah. Dilihatnya Aria tampak kesal, Aron yang berusaha menenangkan kembarannya dan Alice yang tampak bosan.
“Aku mau tidur” kata Alice seraya beranjak ke kamarnya. Aria menghela nafas kesal. Ia masih tidak terima mengenai apa yang terjadi tadi. Aron yang mengerti maksud tatapan kakeknya pun menceritakan apa yang terjadi. Kakek Arthur mengangguk-angguk mengerti. Beliau seperti teringat akan sesuatu. Sebenarnya beliau pun juga menyadari sikap aneh gadis itu akhir-akhir ini.
“Apa jangan-jangan……” gumam kakek Arthur.
££££
Sikap Alice semakin aneh saja. Ia semakin sering menyelinap keluar hanya untuk melihat Christian dari kejauhan. Tentu saja ia tidak mengabaikan latihannya. Bagimana pun ia masih menyadari tanggung jawabnya sebagai pewaris sah takhta dan harus merebut kembali takhta. Tapi tetap saja hal ini cukup mengkhawatirkan mengingat banyaknya pendukung Austin. Walau sebenarnya yang mengetahui kalau Alice masih hidup hanyalah beberapa kalangan saja.
“Aron, besok tolong bawa Christian Fauver kesini” kata Alice pada suatu hari. Aron tercengang, walau ia hanya mengangguk patuh. Aria tampak akan protes, tapi ia memilih diam setelah melihat tatapan Alice.
Keesokan harinya Aron pergi ke desa tempat tinggal Christian. Bukan hal sulit baginya untuk menyusup ke kamar Christian.
“Milady ingin betemu denganmu” kata Aron singkat. Christian nyaris tak mempercayai keberuntungannya. Akhirnya dia bisa bertemu lagi dengan gadis yang memenuhi pikirannya akhir-akhir ini. Sepanjang perjalanan, baik Aron maupun Christian tidak mengatakan apapun. Sebenarnya Christian ingin menanyakan beberapa hal, tapi sepertinya Aron sedang tak ingin ditanyai.
“Pergilah kesana, Lady ada di kamarnya” kata Aron menunjuk ke subuah ruangan. Christian hanya mengangguk dan menuju ke ruangan yang ditunjuk Aron. Ia sangat gugup. Kenapa Alice ingin bertemu dengannya? Padahal wajahnya masih akanterasa panas jika ia teringat kejadian waktu itu.
“Masuklah, Christian Fauver” kata sebuah suara dari dalam. Christian menelan ludahnya dengan gugup. Ia pun perlahan masuk. Alice tengah membaca buku di ranjangnya. Ia memberi isyarat pada Christian untuk mendekat padanya. Christian menurut dan duduk di sisi ranjang Alice. Alice menyentuh wajahnya, membuat Christian terkesiap. Ia menjadi semakin gugup karena jarak wajah mereka begitu dekat.
“Kenapa rasanya kau begitu familiar?” tanya Alice pelan. Ia semakin mendekat dan membenamkan wajahnya di leher Christian.
“Dan baumu juga…… Aku suka baumu……” Alice memeluknya dan perlahan pindah duduk di pangkuan Christian.
“Siapa….. Kau sebenarnya….” gumam Alice lagi. Ia mengeratkan pelukannya. Walau gugup, perlahan Christian membalas pelukannya. Ia merengkuh tubuh Alice yang lebih kecil darinya itu ke pelukannya dan tanpa sadar ia malah membenamkan wajahnya di helaian rambut perak Alice. Entah kenapa ia merasa begitu nyaman. Kegugupannya mendadak menghilang saat ia mencium aroma rambut dan tubuh Alice.
“Alice……” panggil Christian pelan. Alice hanya bergumam menjawabnya. Ia masih betah membenamkan wajahnya di leher Christian. Entah kenapa dia merasa nyaman berada di pelukan laki-laki itu. Perlahan Christian meraih dagu gadis itu, membuat Alice menatapnya. Untuk beberapa saat mereka hanya saling menatap dalam diam. Christian mendekatkan wajahnya, tapi saat bibir keduanya nyaris bersentuhan. Tiba-tiba pintu kamar Alice terbuka.
“Milady, kami—Hei!! Apa yang kau lakukan dasar vampire rendahan!!!” Aria pasti sudah menghajar Christian kalau saja Aron tidak menahannya. Christian baru menyadari kalau posisi mereka berdua sangat intim. Wajahnya memerah dengan cepat. Sedangkan Alice hanya menatap datar pada Aron dan Aria.
“Ada apa?” tanya Alice, ia turun dari pangkuan Christian dan pindah duduk di sebelahnya.
“Ah itu….. Ini tentang Lord Austin……” ekspresi Alice menggelap mendengar nama Austin disebut.
“Tolong panggilkan kakek Arthur,” kata Alice. Aron mengangguk dan bergegas mencari kakeknya. Sedangkan Aria masih menatap tajam Christian yang masih salah tingkah.
“Milady, bagaimana dengan vampire rendahan ini? Bukankah sebaiknya dia pergi?” tanya Aria. Alice menggeleng.
“Dia tetap disini”
“Tapi Milady—“
“Dia tetap disini, Aria,” kata Alice lagi.
“Ba….. Baik, maafkan saya” kata Aria seraya membungkuk hormat. Tak lama kemudian kakek Arthur datang bersama Aron. Mereka berdua membungkuk hormat pada Alice.
“Kalian bertiga duduklah dulu….. jadi, apa yang berhasil kalian temukan, Aron, Aria?” tanya Alice. Aria masih menatap tak suka pada Christian.
“Kami mendapatkan informasi kalau Lord Austin sudah sadar, dan saat ini keadaan beliau hampir sama seperti anda, dalam masa pemulihan….” kata Aria.
“Kekuasaan tertinggi saat ini dipegang oleh Keith Alexander Walker, sebelumnya dipimpin oleh August Roger Chevalier dan yang sebelumnya lagi adalah James Theodore Orlov, mereka bertiga adalah pemimpin sementara hingga Lord Austin sadar dan mengambil alih takhta kembali....” jelas Aron. Alice mengangguk-angguk. Jelas ia tidak bisa melakukan penyerangan dalam waktu dekat ini. Ia butuh bala tentara.
“Lady Alicia, tolong jangan memaksakan diri…..” kata kakek Arthur, Alice hanya tersenyum.