The Throne is Mine

mikaji Al daufan
Chapter #6

#6

Seperti yang sudah diduga, keluarga Fauver tercengang ketika Christian kembali dengan Alice dan ketiga Llyods. Walau mereka sudah mengganti pakaian mereka agar tidak terlalu mencolok, tetap saja aura mereka berbeda dengan vampire lain di wilayah itu.

“Kami vampire pengembara dan kebetulan Christian membantu kami saat di perjalanan, jika anda sekalian tidak keberatan, kami ingin tinggal disini barang berapa hari…..” kata kakek Arthur.

“Oh, namaku Arthur dan ini adalah cucu cucuku, Alice, Aria dan Aron,” kata kakek Arthur lagi. Entah karena percaya pada kebohongan kakek Arthur, kemampuan manipulasi pikiran yang dikuasai oleh Llyods atau karena aura mereka yang terlalu kuat, mereka berempat boleh menginap disana.

"Kak, siapa mereka sebenarnya? Bukankah Aria dan Aron itu yang kita temui di hutan waktu itu?” tanya Javier.

“Yaaaaah, kau akan tahu nanti,” kata Christian. Ia sendiri bingung bagaimana menjelaskannya.

“Lalu gadis yang bernama Alice itu cantik sekali, walau auranya agak menyeramkan….” kata Javier.

"Hei!! Jangan macam-macam kau,” protes Christian.

“Ah? Apa kakak menyukai gadis itu?” goda Javier. Christian melemparkan kayu padanya karena kesal. Javier hanya tertawa. Mereka tengah memotong kayu untuk perapian. Tanpa mereka sadari sebenarnya sedari tadi Alice tengah mengamati mereka. Ah tidak—lebih tepatnya Alice tengah mengamati Christian. Ia masih belum terlalu paham mengenai fated pair, tapi ia sadar kalau ia tak ingin jauh-jauh dari Christian.

Selama memandangi Christian, mau tak mau Alice harus mengakui kalau Christian itu tampan. Rambut hitamnya yang sedikit acak-acakan, sekilas raut wajahnya terlihat dingin, tapi jika diperhatikan baik-baik sebenarnya ia memiliki mata dan senyum yang hangat. Oh dan jangan lupakan tubuhnya yang atletis dengan tinggi sekitar 185 cm, tambah lagi ia tengah memakai baju tanpa lengan sehingga semakin menunjukkan tubuh atletisnya. Sebagai keluarga Raja, tentu saja Alice sudah bertemu banyak vampire tampan sebelumnya. Sejak ia berusia 15 tahun, sudah banyak sekali lamaran yang diajukan padanya. Tidak aneh mengingat ia adalah keponakan raja vampire. Selain itu ia memang cantik. Iris merahnya yang tajam dan terlihat dingin, rambut peraknya yang panjang dan wajah dingin tanpa ekspresinya cukup untuk membius banyak vampire pria yang ingin meminangnya. Sebenarnya jika dibandingkan dengan vampire-vampire pria yang dulu ingin meminangnya, tentu saja Chritian kalah. Tambah lagi Christian merupakan vampire golongan terendah. Tapi mungkin itu memang takdir karena kenyataannya Christian lah yang menjadi fated pairnya.

“Lad— Maksudku kakak Alice,” panggil Aron memecahkan lamunan Alice. Alice menoleh, Aron membisikkan sesuatu padanya. Ia meminta ijin Alice untuk berkeliling desa melihat situasinya.

“Oh, baiklah,” kata Alice. Setelah membungkuk hormat, Aron pun segera pergi. Alice kembali ke kegiatannya semula, mengamati Christian. Sedangkan yang diamati sepertinya tidak menyadarinya.

Setelah selesai memotong kayu, Christian kembali ke kamarnya. Setelah membersihkan diri dan berganti pakaian, ia memeriksa catatannya mengenai rencana ekspedisi berikutnya. Ia masih harus menjelajahi beberapa wilayah lagi.

“Chris,” Ia tersentak kaget. Alice sudah berada di hadapannya.

“A…. Ada apa?” tanya Christian. Walau sudah mengetahui kalau Alice adalah fated pairnya, tetap saja ia merasa gugup. Alice tidak menjawab, ia hanya mendorong pelan bahu Christian sehingga ia terbaring di ranjangnya dan menaiki Christian. Alice membenamkan wajahnya di leher Christian dan memeluknya.

“Aku mau tidur disini,” gumam Alice. Christian tidak bisa menolak, akhirnya ia hanya membelai rambut perak Alice sampai gadis itu tertidur dan memeluk pinggang gadis itu. Perlahan ia merubah posisinya, ia bangkit untuk mengambil selimut dan menyelimuti tubuh mereka berdua. Ia tersenyum kecil melihat Alice yang tertidur di pelukannya.

"Bagaimana bisa, ratu vampire sepertimu adalah fated pair vampire rendahan sepertiku……” gumam Christian.

££££££

“Kak!! Bangu-” kata-kata Javier terputus saat dilihatnya Christian tengah tertidur dengan Alice berada di pelukannya. Ia mundur dengan gugup, takut membangunkan mereka berdua. Sayangnya Alice mendengarnya dan terbangun. Ia bangun dan mengucek-ngucek matanya. Javier panik, ia cepat-cepat kabur sebelum Alice menyadari kehadirannya.

“Javier ya….” gumam Alice tak jelas, ia kembali berbaring dan memeluk Christian. Tapi karena ia tidak bisa tidur lagi, ia hanya memandangi wajah tidur Christian. Awalnya ia hanya membelai wajah Christian, tapi sekarang ia mulai menusuk-nusuk pipi Christian dengan telunjuknya. Tentu saja hal itu membuat Christian terbangun. Ia menatap Alice yang tengah memandanginya. Mau tak mau wajah Christian memerah melihatnya, tapi ia berusaha untuk tidak terlihat gugup. Ia membelai rambut perak Alice.

“Sepertinya aku mendengar suara Javier, apa tadi dia kesini?” tanya Christian. Alice hanya mengangguk dan kembali membenamkan wajahnya di leher Christian.

“Chris!! Bang-" kata-kata ibu Christian, Carla Fauver terhenti saat melihat anaknya tengah tidur sambil berpelukan dengan gadis asing yang menginap di rumahnya itu.

“Eh, ibu!!” Christian bangkit dari posisinya dengan kaget. Ia melepaskan pelukannya, Alice juga ikut bangun.

“Selamat pagi, Nyonya Fauver,” kata Alice. Carla masih tercengang. Christian belum pernah membawa seorang gadis sebelumnya, bahkan selama ini ia nyaris tidak pernah menunjukkan tanda-tanda kalau tengah menjalin hubungan dengan seorang gadis atau pun menunjukkan ketertarikan pada gadis manapun. Sampai-sampai Carla khawatir kalau putranya itu tidak akan menikah. Tapi sekarang ia malah melihat putranya tengah berpelukan dengan seorang gadis di ranjangnya.

“A- Ah, maafkan aku, kalian lanjutkan saja kegiatan kalian,” kata Carla cepat, ia segera pergi. Christian menepuk dahinya, biasanya yang membangunkannya adalah Javier. Karena itulah ia tak terlalu khawatir saat semalam Alice mengatakan kalau ia ingin tidur disitu. Lalu bagaimana ia menjelaskan hubungannya dengan Alice pada orang tuanya?! Jujur saja sebenarnya ia masih agak bingung dengan penjelasan fated pair dari kakek Arthur kemarin. Ia tersentak dari lamunannya karena Alice pindah duduk di pangkuannya dan kembali membenamkan wajahnya di leher Christian.

“Apa ibumu marah?” tanya Alice.

“Ah, kurasa tidak… Sepertinya hanya sedikit terkejut,” jawab Christian seraya membelai rambut Alice. Satu tangannya melingkar di pinggang gadis itu, menariknya lebih mendekat padanya.

"Al… Bagaimana aku menjelaskan semua ini pada keluargaku?” tanya Christian.

“Soal apa?” Alice balik bertanya.

“Semuanya… Terutama tentang hubungan kita…” Alice menatapnya bingung.

“Bukankah sudah jelas?” tanya Alice.

“Apa maksudmu?”

"Kalau kita fated pair,” jawab Alice. Christian menggaruk kepalanya yang tak gatal.

 “Al, tidak semudah itu… Jika ada seorang lelaki dan perempuan berduaan di kamar, itu artinya mereka sudah menjalin hubungan…” Christian mencoba menjelaskan pelan-pelan. Alice masih menatapnya bingung.

“Apakah fated pair itu bukan suatu hubungan?” tanya Alice.

“Bukan begitu… Ah, tunggu—berapa usiamu?” tanya Christian.

“19 tahun.”

“Berapa lama kau berada di es itu?” tanya Christian lagi.

“Mungkin 1-2 tahun?”

“Tunggu…. Al, bukankah kau adalah pewaris sah takhta? Perang itu terjadi di tahun 1720-an dan sekarang tahun 1850 …. Berarti sudah lebih dari 100 tahun…” Alice hanya mengerjap bingung.

“Saat perang itu terjadi, apa usiamu 19 tahun?” Alice hanya mengangguk.

Lihat selengkapnya