The Throne

Mentari
Chapter #4

Kelabu

Tidak seperti biasanya, Tamara tidak begitu senang menyambut jam istirahat mengingat dia harus menemui Amelia untuk membicarakan sesuatu yang enggan dia bicarakan dengan siapa pun. Tapi apa boleh buat. Dia terlanjut menyanggupi perintah kakak kelasnya.

“Tamara!”

Tamara refleks memutar bola mata saat mendapati siswa berkacamata berlari kecil menghampirinya sambil sesekali membetulkan posisi kacamata yang naik-turun.

Do you want to go to canteen with me?”

No, I have something important to do.”

How about the second break?”

I’m going to be with Bella and Renata.”

Tomorrow?”

No, Jose. And you’d better stop trying. You just waste my time.”

Semua siswa kelas internasional angkatan ke-30 tau bahwa Jose menaruh hati pada Tamara. Entah sejak kapan lelaki jangkung keturunan Kanada itu menyukai Tamara yang sejak awal tidak sungkan menunjukan ketidaksukaannya pada Jose yang tidak pernah kehabisan akal dan tekad untuk mendekatinya.

Begitu memasuki arena kantin sekolah, Tamara bisa langsung menemukan sosok Amelia yang duduk seorang diri dekat jendela sembari meneguk teh botol.

“Maaf, saya terlambat.”

“Tidak apa-apa. Maaf memintamu datang kemari. Aku tidak ingin Ridwan ikut campur dalam pembicaraan kita.”

Tamara mengangguk setuju.

So, apa yang sebenarnya terjadi padamu kemarin Jumat? Kamu benar-benar sakit?”

Tamara menundukan kepala. Jemarinya saling beradu, sesekali dia meremas rok abu-abu yang dikenakannya.

“Tamara?”

“Sebenarnya... saya tidak sakit.” Tamara memberanikan diri menatap kedua mata Amelia “Ada hal penting yang akan terjadi hari itu. Hal yang sangat berat, menyangkut keluarga sayaSaya terus memikirkannya hingga tanpa disadari saya telah lalai dalam bertugas.”

“Masalah keluarga seperti apa?”

“Maaf Kak. Saya rasa saya tidak bisa menceritakan lebih dalam lagi. Saya mengerti Kak Amelia berusaha peduli dengan saya tapi saya tidak bisa menceritakan kepada siapa pun tentang masalah keluarga saya.”

“Oke, aku hargai privasimu. Tapi, apakah masalahnya sudah selesai? Kamu bisa mengatasinya?”

“Bisa dianggap begitu, jadi Kak Amelia tidak perlu khawatir.”

Amelia meraih kedua tangan mungil Tamara, menggenggamnya dengan erat.

“Kak?”

“Tamara, aku tau bahwa kamu pikir kamu kuat. Akan tetapi, bahkan orang kuat pun butuh seseorang untuk menopangnya ketika jatuh dan membantunya bangkit. Sekuat apapun, kamu butuh seseorang sebagai tempatmu berkeluh kesah.”

“T-tapi—”

“Tamara. Aku yakin bahkan Bella dan Renata pun tidak tau tentang hal ini. Meskipun kalian bertiga terlihat sangat dekat, baik Bella dan Renata hanya menghabiskan lebih banyak waktu denganmu dibandingkan yang lain. Kamu tidak seterbuka itu dengan mereka, kan?”

“Kak, saya rasa pembicaraan kita sudah melenceng jauh dari topik yang sebenarnya. Saya kira—”

“Jangan menyela ucapanku, Tamara.”

Lihat selengkapnya