Tamara memandangi kertas usang yang terlipat menjadi dua bagian selama hampir tiga puluh menit. Kertas usang itu secara tidak sengaja dia temukan di antara kertas soal-soal Matematika yang menjadi tugas kelas tambahan besok. Kemungkinan terbesar kertas itu berisi pesan kebencian yang ditulis Fian atau salah satu antek-anteknya dan diam-diam diselipkan di antara barang-barang milik Tamara. Kalau begitu, Tamara tidak ragu untuk membukanya. Dia bukan anak kecil yang akan menangis tersedu-sedu ketika membaca rangkaian pesan penuh kebencian, apalagi dari seseorang seperti Fian.
“Tapi... bagaimana kalau ini punya Gigih dan dia menulis sesuatu yang tidak ingin diketahui orang lain? Dia pasti marah kalau tau aku membacanya.” Tamara menggumam. “Tapi bagaimana aku bisa tau kertas ini punya siapa kalau tidak membukanya?”
Tamara bergegas merapikan meja belajar dan bersiap tidur begitu mendengar Mama berseru dari balik pintu kamar, mengingatkan bahwa sudah waktunya untuk tidur.
Tamara menyimpan kertas misterius itu di dalam laci meja belajar lalu menenggelamkan diri di balik selimut.
Selama beberapa menit mencoba terpejam, kedua mata Tamara jusktru semakin lebar terbuka. Sudah berkali-kali dia mengganti posisi tidur tapi rasa penasaran benar-benar menghilangkan rasa kantuk yang sempat mengganggunya.
“Oke. Aku butuh tidur dan aku hanya bisa tidur jika sudah membaca apa yang tertulis di kertas itu. Kalau kertas itu milik Gigih, aku hanya perlu meminta maaf. Ya, dia akan memaafkan aku. Dia akan mengerti.”
Dengan tangan bergetar, Tamara membuka lipatan kertas usang itu. Rasanya jauh lebih mendebarkan dibandingkan membuka buku laporan nilai tiap akhir semester.
Mata Tamara dengan cepat menelusuri seluruh halaman kertas yang dipenuhi tulisan dan tanda panah yang saling terhubung. Seperti peta harta karun.
Kerja di bengkel. Mengantar kue ke warung. Terlambat. Dapat uang untuk uang saku Iren. Poin pelanggaran banyak. Ide konyol Tio tidak berhasil. Informasi dari Kak Amelia. Gagasan beasiswa tidak mampu milik Tamara. Ketua OSIS. Tidak boleh ada poin pelanggaran. Tidak boleh terlambat. Berhenti bekerja. Belajar giat. Nilai bagus. Peringkat naik. Irit sementara. Kerja hanya lima jam sehari. Mendaftar ketua OSIS. Poin tambahan. Arman, Tio, Bono jadi timses. Kesempatan dapat beasiswa juga. Tamara harus jadi ketua OSIS. Tamara jadi ketua OSIS, ada kesempatan beasiswa. Semangat Tamara.
Kedua tangan Tamara gemetar hebat. Air mata dengan deras menghujani kertas usang yang semakin usang dengan sedikit remasan kedua tangan Tamara. Tamara menutup wajah dengan selimut, berusaha meredam suara tangisnya. Tamara tidak ingin sampai membangunkan Mama yang mungkin sudah terlelap di kamar sebelah. Mama sudah pasti menerobos masuk jika mendengar putri semata wayangnya menangis tengah malam dan Tamara tidak mau hal itu terjadi. Tamara memandangi sekali lagi kertas usang itu, mendekapnya dalam, dan tangisnya semakin liar. Kepalan kedua tangannya meninju kasur.
“Bodoh! Bodoh! Bodoh! Tamara, kamu manusia paling bodoh!” Tamara mengacak rambut, batinnya dikuasai rasa frustasi. “Kalau saja aku.... Gigih pasti...”
Telunjuk Tamara meraba ujung kertas dan menyadari ada lipatan yang lain yang menyembunyikan pesan rahasia lainnya.
Dukungan angkatan. Harus membantu Tamara. Persiapkan visi misi. Harus lolos wawancara. Perjuangkan Bono, Arman, Tio. Latihan debat. Main aman, yang penting berpendapat. Bantuan Mita.
“Bagian ini... dicoret?” Kedua mata Tamara bergerak mengikuti arah panah yang digambar dengan spidol merah.
Rumor korupsi. Terima, awasi Mita. Cari aman, cari tau kebenaran rumor. Minta dia mendaftar ketua bidang, jangan bendahara.
Tangis Tamara yang perlahan mereda, pecah kembali sesaat setelah melihat coretan tersembunyi itu. Untuk pertama kali Tamara menangis hingga kedua matanya sudah tidak sanggup lagi menumpahkan butir-butir air mata. Sekujur tubuhnya dibasahi keringat dingin dan wajahnya lengket karena air mata. Tubuhnya bergetar hebat hingga getarannya menjalar ke seluruh bagian ranjang, membuat Tamara merasa seolah dunianya benar-benar terguncang hebat.
Berharap bisa tidur nyenyak selepas tau apa yang tertulis pada kertas usang itu, Tamara justru terjaga sepanjang malam. Ditemani cahaya purnama yang remang-remang, gadis malang itu menangisi kesalahan besar yang tidak pernah dia sangka berpengaruh besar pada kehidupan orang lain.
**
“Pokoknya kalian pantau dia terus, jangan sampai lengah. Ikuti dia kemana pun dia pergi tapi jangan terlalu kentara. Segera kabari kalau ada informasi penting yang kalian dapatkan. Aku akan segera menghubungi kalian kalau urusanku dengan Pak Firman telah selesai.”
Gigih menekan tombol merah, memutus obrolannya dengan Tio. Dia berharap kali ini ketiga temannya mendapatkan petunjuk penting dan memberi sedikit kemajuan pada kasus yang sedang mereka selidiki.
Beberapa waktu yang lalu, sejak Mita terang-terangan mengakui bahwa dia yang menempel selebaran misterius itu, Gigih merasa ada sesuatu yang janggal. Apabila riwayat percakapan antara Tamara dan Jose pada selebaran misterius itu bukanlah hasil rekayasa, maka orang yang kemungkinan menyebarkan selebaran itu hanya dua, yaitu Tamara dan Jose yang masing-masing memiliki riwayat percakapan dalam ponsel mereka. Gigih yakin Tamara tidak mungkin melakukannya, maka tuduhan langsung dilayangkan pada Jose.
Arman menilai dugaan Gigih masuk akal tapi tidak sepenuhnya benar. Kalau benar Jose yang menyebarkan selebaran misterius itu, itu berarti Jose membunuh dirinya sendiri dan Arman merasa Jose tidak sebodoh itu. Ditambah Mita sebelumnya terang-terangan mengaku kalau dia yang menyebarkan selebaran misterius itu. Tidak mungkin Mita mengakui sesuatu yang tidak dia lakukan kecuali ada sesuatu yang dia sembunyikan.
Sejak saat itu, Gigih beserta ketiga temannya mengawasi Jose dan Mita dari dekat tapi tidak kunjung mendapatkan bukti atau petunjuk yang bermanfaat dalam penyelidikan mereka. Selepas disidang karena kasus keuangan OSIS, Gigih kembali menanyai Mita, memastikan apakah benar dia yang menyebarkan selebaran misterius itu dan jawaban Mita tidak berubah. Bahkan dia mengatakan bahwa dia menyesal karena telah melakukannya setelah melihat usaha Tamara memperjuangkan keringanan hukuman untuknya. Ketika Gigih menanyakan kenapa Mita bisa memiliki riwayat percakapan Tamara dengan Jose, Mita justru berkata: