“Hey, stop! What do you want from me?”
Jose menjaga jarak dengan Gigih, Bono, Arman, dan Tio yang perlahan mendekat hingga punggungnya menabrak dinding dan tidak bisa lagi melangkah mundur
“We want you to tell the truth. Did Tamara cheat on the election?”
Tidak sabar karena Jose tidak kunjung menjawab pertanyaannya, Tio meletakan sebelah tangannya di dinding, bermaksud membuat lelaki dengan wajah kemerahan itu tertekan.
“I’m asking you, did Tamara cheat on the election?”
“Wha-what are you guys gonna do, huh? I-I can report you!”
Tio menghempas telunjuk Jose yang bergetar dan tertuju ke arahnya. Lelaki itu kemudian memberi isyarat kepada Arman yang–beruntungnya—sedang dalam mode sangat fokus sehingga bisa dengan tepat mengartikan perintah dari Tio
“You can read, can’t you?”
Tio menunjukan layar ponsel Arman yang menampilkan isi email yang mereka kirim pada Jose semalam. Guratan takut pada wajah Jose yang kian pucat menciptakan sedikit rasa puas dalam benak Tio.
“We won’t tell anybody only if you tell us the truth. This is your last chance. Did Tamara cheat on the election?”
“N-No...”
Tio menoleh ke arah Gigih. “Dugaan kita benar, Tamara tidak curang.”
Merasa tidak tahan, Gigih ikut mendekati Jose yang mulai dibanjiri keringat dingin. Dadanya naik turun seiring semakin sulit dia mengatur laju napas.
“So why you not tell tell Mr. Firman that Tamara no cheat? (So why didn’t you tell Mr. Firman the truth?)“
Gigih tidak peduli dengan kemampuannya berbicara bahasa Inggris yang bisa dibilang sangat kurang. Lelaki itu tidak tahan hanya menonton Tio dan Jose saling bercakap-cakap dalam bahasa yang terdengar lebih menyerupai bahasa alien. Setidaknya, wajah Jose yang kian berkerut menandakan kabar baik bahwa dia bisa mengerti inti dari pertanyaan yang Gigih ajukan barusan.
Dengan suaranya yang bergetar dan terbata-bata karena menahan takut, Jose memberitau kebenaran yang selama ini dia simpan rapat-rapat.
Tidak sampai satu detik setelah Tio menjelaskan inti dari pengakuan Jose, cengkeraman kuat Gigih telah bersarang pada kerah kemeja Jose. Emosi yang menjalari lengan kuat Gigih berhasil membuat kepala Jose terantuk dinding di belakangnya.
“Kamu tidak berani mengatakan kebenaran karena takut Tamara membencimu!? Tahukah kamu betapa menderitanya Tamara karena harus menanggung semua ini, termasuk hukuman yang seharusnya menjadi hukumanmu hanya karena keegoisanmu, hah!?” Gigih mengguncang tubuh Jose. “Kamu harus membayar apa yang telah kamu lakukan!”
“Sabar, Gih... Sabar.” Bono mencoba melepas cengkeraman kedua tangan Gigih pada kerah Jose yang mulai kusut. “Kamu ini bagaimana, sih? Kamu sendiri, kan yang bilang kalau kita tidak boleh membuat dia sampai babak belur?”