Setelah melayani suami, lo tau apa kan, gue mandi belakangan. Tama udah duluan dan Kembali tidur. Mandi malam kaya gini lumayan sering buat gue. Apalagi kalo Tama abis minta jatah di jam anak-anak tidur. Gue sih nggak terlalu tahu dalam segi kesehatan untuk mandi malam-malam itu gimana. Tapi gue selalu prefer untuk mandi air hangat aja.
Dan gue ngerasa di waktu ini, gue bisa punya me time, meskipun nggak lebih dari setengah jam. Berlama-lama di kamar mandi, nyalain speaker dengan pelan, dan menikmati lagu-lagu slow biar nggak berisik. Mood gue akan berubah lebih rileks, seenggaknya siap untuk menghadapi hari esok sebagai housewife.
Namun, mood gue yang rileks itu mendadak kacau. Saat gue dengan hanya berbalut handuk kimono dan rambut yang setengah basah, gue mengambil handphone gue yang terletak bersebelahan dengan handphone Tama. Biasa, mau cek belanja online. Siapa tahu ada yang menarik, sambil nunggu kantuk datang.
Handphone Tama menyala terang, sebuah notifikasi pesan WA masuk. Selama ini gue nggak pernah kepo handphone suami. Kaya, ya udah kita punya privasi masing-masing. Kadang kan gue juga butuh space untuk ngata-ngatain suami gue sama temen, atau ngatain sodara-sodara suami gue, sodara gue, apapun topik yang riskan untuk dibaca Tama.
“Iya, honey… aku kirim foto aku ya….” Notifikasi WA itu tampak sangat jelas.
Gue mengernyitkan dahi. Melirik sekilas pada Tama yang masih tertidur pulas, kemudian mengambil handphone itu dengan cepat. Mencoba membuka handphone Tama cukup mudah. Gue bisa menebak password handphonenya. Tanggal ulangtahun pernikahan kami.
Dan ya, saat gue buka WA itu, gue menemukan nama Pita di sana. Gue bahkan nggak pernah tahu siapakah Pita itu. Pita who?
Gue membuka chat itu dengan tenggorokan tercekat. Lo tahu kan, rasanya kaya ada batu entah dari mana berada di sana. Tangan gue berkeringat dingin bahkan gemetaran.
Pita, yang gue bahkan saat itu belum memastikan yang mana orangnya, mengirim foto selfie dirinya sendiri hanya menggunakan tanktop. Gue memperhatikan photo profile WA itu. Menggunakan hijab dan yah senyumnya cukup NGESELIN bagi gue saat itu. Masih bingung, antara marah atau tidak, gue menutup handphone suami gue dan tidur di sebelahnya, memunggunginya. Yang cukup mencengangkan, gue bahkan bingung, antara mau menangis atau tidak.
***
Gue bangun di waktu subuh. Solat seperti biasa, kemudian keluar kamar. Saat itu gue masih seperti merasa mimpi semalam membaca WA itu. Kaki gue berasa melayang. Hingga akhirnya gue terduduk di meja makan dan menangis pelan.