Aku mengubah perintahku kepada penyelidik. "Hentikan pencarian nama 'Sania' di basis data korporat," kataku melalui jalur aman kami. "Itu jalan buntu. Sekarang fokus pada Wisnu Dirgantara. Aku mau kau membangun kembali kehidupannya, dari universitas hingga kematiannya. Siapa teman-temannya? Siapa mentornya? Siapa musuhnya?"
Dan untuk agenku yang berada di dalam rumah Astuti Dirgantara, aku memberikan instruksi yang lebih halus. "Jangan bertanya tentang teman. Jangan bertanya tentang kolega. Buat dia berbicara tentang suaminya. Tentang masa-masa awal mereka. Tentang impian-impiannya."
Selama beberapa hari, rekaman audio dari kamar tidur Astuti menyerupai elegi yang menyedihkan. Kisah cinta, harapan, dan kekecewaan. Aku mendengarkan tentang bagaimana Wisnu adalah seorang seniman yang brilian tapi tidak praktis, seorang pemimpi yang sering lupa membayar tagihan. Aku mendengarkan tentang bagaimana Astuti adalah sauhnya, batu karangnya.
Lalu, pada hari ketiga, perawatku berhasil. Dia membawakan album foto tua untuk dilihat bersama Astuti.