The Truth

Bluerianzy
Chapter #1

BAB SATU

Matahari telah menunjukkan eksistensinya sejak tadi, dia menyinari bumi penuh percaya diri, hingga sinarnya menerobos masuk pada celah-celah jendela yang tidak tertutup gorden dengan sempurna. Akibat sinar dari sang mentari yang dirasakan, seseorang yang awalnya tertidur lelap mulai terusik. Masih dengan mata yang tertutup, seseorang itu mengubah posisi tidurnya, membelakangi sinar matahari. Sebab pagi ini tidak ada yang ingin Zea lakukan selain melanjutkan tidurnya dengan nyenyak. Namun sayang, di saat perempuan itu mencoba tidur kembali suara ketukan pintu yang terdengar tidak sabaran membuatnya menggeram kesal.

Dengan wajah yang kusam, rambut panjang yang terurai acak-acakan, pakaian yang kusut, serta kesadaran yang belum terkumpul secara sempurna. Zea bangkit dari posisi tidurnya, duduk sebentar di pinggir ranjang untuk menguap lebar, lantas melangkahkan kakinya dengan malas menuju pintu kamar sekadar memarahi seseorang yang tega mengganggunya tidur.

"APA!?" Zea menyentak bahkan memelototkan mata ketika pintu kamarnya dibuka lebar.

Seseorang yang mendapat kemarahan Zea menampilkan senyum lebarnya, orang itu tertawa singkat, mungkin menertawakan penampilan Zea yang tidak jauh berbeda dari dirinya sendiri. Omong-omong, seseorang itu adalah salah satu pasien rumah sakit jiwa yang kamarnya bersebelahan dengan Zea. Hampir setiap hari, pasien berusia dua puluh tiga tahun yang bernama Nuni sering bermain dengan Zea.

"Main, yuk?"

Sebuah ajakan dari Nuni, membuat Zea cemberut, karena di pagi hari begini lebih enak tidur daripada bermain. "Sibuk, sibuk."

Nuni mengerjap-ngerjap kemudian memiringkan kepalanya sedikit. "Sibuk, sibuk? Apa?"

Zea mengangkat dagunya, berlagak sombong seperti seseorang mendapatkan tiket liburan ke luar angkasa. "Istana pasir Pangeran."

Nuni segera melebarkan matanya bahkan mulutnya pun sempat menganga selama beberapa detik, penyebabnya karena jawaban Zea. Zea berkata jika dirinya sedang sibuk membuat istana pasir untuk Pangeran. Omong-omong, Nuni amat menyukai dongeng tentang kerajaan, bahkan dirinya selalu bermimpi akan ada Pangeran yang membawanya pergi dari tempat ini, lalu menikahinya dan hidup bahagia selamanya.

"Mana, mana, mana?" Nuni bertanya amat antusias, bahkan saking girangnya Nuni hendak menorobos ke dalam kamar Zea. Namun dengan cekatan Zea menahannya. "Mana istana? Mana Pangeran?!"

"Mimpi!"

Usai mengucapkan satu kata, Zea menjulurkan lidahnya, meledek Nuni. Lantas pintu kamar ditutup rapat-rapat olehnya. Perempuan itu melangkahkan kaki menuju ranjang, bermaksud untuk melanjutkan tidur serta mimpinya yang terjeda. Soal istana pasir, tidak sepenuhnya Zea berbohong, dia memang sibuk membuat istana pasir untuk Pangeran, tapi di dunia mimpi. Lagi pula mana ada pasir di dalam kamarnya.

Baru saja Zea memejamkan mata selama sepuluh detik, tapi di luar sana terdengar kembali suara ketukan pintu. Sebenarnya, Zea mencoba untuk tidak peduli tapi jika berisik seperti itu dirinya mana bisa tidur. Kembali, dengan langkah malas Zea menghampiri benda mati berbentuk persegi panjang berbahan kayu tersebut, saat dibuka wujud Nuni kembali hadir memakai kacamata hitam serta payung hitam, Nuni tersenyum lebar kemudian melambaikan tangan.

"Main, yuk?"

Tidak menjawab apa-apa dan tidak menunjukkan ekspresi apa-apa, Zea menutup pintunya. Tidak memedulikan Nuni yang sewaktu-waktu mengamuk karena kesal. Baru saja Zea membalikkan badannya, suara ketukan pintu kembali terdengar. Dan pelaku pengetukan pintu masih orang yang sama dengan tujuan yang sama.

"Main, yuk?"

Sama seperti sebelumnya, Zea menutup pintu kamarnya. Dan terjadi lagi adegan yang membuatnya kesal, yaitu suara ketukan pintu. Karena Nuni yang belum menyerah juga, Zea menghela napas panjang. Perbuatan Nuni benar-benar membuatnya kesal dan karenanya pula, rasa kantuk yang sebelumnya hadir telah hilang.

Oke, jika sudah begini terpaksa Zea harus bermain bersama Nuni.

Lihat selengkapnya