The Truth

Bluerianzy
Chapter #5

BAB LIMA

Setiap hari minggu, di pagi hari pukul delapan bertempat di aula. Rumah sakit jiwa tempat Gavin bekerja sering mengadakan senam bersama. Seluruh pasien diwajibkan untuk ikut agar kondisi fisik mereka tetap sehat. Namanya juga pasien rumah sakit jiwa, kebanyakan dari mereka tidak mengikuti arah dengan benar. Malah ada beberapa yang diam di tempat, berjongkok, merebahkan diri di lantai aula, bahkan berlari ke sana ke mari. Dan keadaan seperti itu sangat wajar terjadi di sini.

Berbeda dengan Nuni yang begitu semangat mengikuti senam, Zea malah berjongkok sembari menopang dagu menggunakan kedua tangan, jika dilihat dari ekspresi wajahnya Zea mengalami kebosanan tingkat menengah.

Masih bertahan dengan posisi jongkok. Namun, pada menit berikutnya perempuan itu terdorong ke samping hingga membuat dirinya hampir berbaring di lantai aula jika seandainya kedua tangannya tidak menahan tubuhnya.

Perempuan itu terjatuh, akibat ulah Nuni. Nuni yang ada di sampingnya dan terlalu semangat mengikuti gerakan senam sampai tidak menyadari telah mendorong Zea dengan pinggulnya.

Zea masih terdiam di tempatnya, enggan bergerak ke tempat lain karena ia pikir Nuni hanya sekali mendorongnya. Namun, beberapa saat kemudian untuk kedua serta kesekian kalinya Nuni melakukan hal yang sama. Dan sampai saat ini pula Nuni tidak menyadarinya.

Karena Nuni terus membuatnya kesal, Zea mendongak melayangkan tatapan galak untuk perempuan itu. Masih dengan tatapan galak yang tertuju pada Nuni, Zea beranjak dari posisinya kemudian mendorong Nuni agar menjauh darinya. Setelah itu Zea keluar dari barisannya, memilih pergi dari tempat tersebut daripada membuat kegaduhan.

***

Perempuan dengan penampilan acak-acakan itu duduk sendirian di kursi taman. Di tempat itu hanya ada dirinya saja, bahkan Gavin selaku perawatnya juga tidak ada. Entahlah, sejak tadi pun Zea belum melihat Gavin. Perempuan itu masih berdiam diri sembari memandang langit serta burung-burung yang melintas di atas sana. Jika dilihat dengan saksama menjadi burung sepertinya menyenangkan, bisa terbang bebas ke mana pun tanpa rasa takut. 

Berbicara soal burung, Zea juga bisa bebas seperti burung, mengenai caranya Zea sudah memikirkannya. Dan kebetulan sekali, kesendiriannya di tempat ini ia gunakan untuk kabur dengan cara memanjat tembok pagar rumah sakit jiwa tanpa sepengetahuan siapa pun. 

Berhasil keluar dari lingkungan itu tanpa terluka sedikit pun, karena keberhasilannya itu Zea melangkah amat riang, di setiap langkahnya ia menikmati waktunya di luar, perempuan itu begitu senang karena bisa menghirup udara yang terasa amat segar.

Saat Zea mengambil langkah, perempuan itu mengamati orang-orang yang menatapnya dengan berbagai macam ekspresi, dan kebanyakan tatapan yang mereka berikan sejenis tatapan jijik dan sebagainya. Tapi Zea tidak peduli, dirinya lebih memilih mengabaikan dan terus berjalan.

***

Gavin kelimpungan, berlari ke sana ke mari mencari keberadaan Zea di rumah sakit jiwa. Di aula, ruang tidurnya, toilet, bahkan di tempat yang sering Zea kunjungi, perempuan itu tidak ada di sana. Gavin pun mendesah pelan, ke mana lagi harus ia cari? Jika panik begini, Gavin jadi sulit berpikir. 

Salahnya juga terlalu sibuk mengobrol dengan rekan kerjanya sampai melupakan tugasnya menjaga Zea. Penyesalan pun tidak bisa ia hindari, mungkin jika terjadi sesuatu dengan Zea, Gavin tidak akan bisa memaafkan dirinya sendiri.

"Vin!"

Gavin yang bersandar pada tembok, menolehkan kepalanya dari arah kanan laki-laki itu melihat, rekan kerjanya berlari menghampiri.

"Zea udah ketemu?"

Pertanyaan dari rekan kerjanya yang bernama Abin. Mendapat jawaban berupa gelengan singkat. "Belum, gue udah cari di mana-mana tapi belum ketemu juga."

"Gue denger dari orang-orang, katanya ada satu pasien yang keluar dari sini. Mungkin itu pasien lo."

Lihat selengkapnya