Aku menatap tajam kedalam mata Avraam. “Apa kau sedang bercanda?” tanyaku sambil menggeser tubuh Avraam yang berada didepanku. “Okey, jujur pertemuan kita ini sangatlah canggung, Avraam. Dan, memang ada beberapa hal yang harus kita bahas dan selesaikan.”
Sementara Avraam masih dengan tangan dipinggangnya sambil menatap langit-langit, aku mulai mengambil napas panjang sebagai ancang-ancang.
Lima menit yang lalu,
'Aku merindukanmu, Laika. A-aku mencintaimu,' kata Avraam Bogdan.
“Okey! Mmmm, apa yang barusan kau katakan aku akan berpura-pura tidak pernah mendengarnya.”
“Hei! Kau bilang apa?” Avraam berseru keras.
“A-apa? Kenapa?” tanyaku gagu.
“Kau sedang mengolokku? Kau tahu aku sudah mempertaruhkan harga diriku untuk bilang itu?!”
“H-hei! Lihat siapa yang marah sekarang?”
Avraam menggigit bibir bawahnya. Wajahnya memerah. Entah dia marah atau sedang menyesali perbuatannya. “Apa aku sedang dipermainkan?” gerutunya.
“Apa maksudmu?”
Avraam kembali menunduk. Sebelah tangannya memijat-mijat kepalanya. “Seharusnya memang aku tidak mengatakannya,” gerutunya lagi.
“Apa sih, Avraam!” kataku geram.
“I-ibumu, menyuruhku untuk mengatakannya,” kata Avraam membuatku wajahku seperti menelan bulat-bulat telur burung unta.
“Mom? Mengatakan apa? Apa bagian yang kau bilang merindukanku itu?!”
Avraam terdiam. Pertanda jelas akan semuanya.
Aku memejamkan mata. Hatiku terasa ingin meledak. Napasku tersengal-sengal seperti napas naga yang murka.
“Jadi, kenapa kau mau melakukannya? Pantas saja ada yang aneh. Kau tidak mungkin sekali bilang seperti itu, Avraam,” ucapku sedikit bergetar menahan tangis. Avraam masih terdiam. “Oh, Tuhan! Apa jadinya aku jika aku menanggapimu dengan serius!” seruku semakin gusar. Aku perlahan menjauhi Avraam
“Hei.” Avraam berjalan pelan mendekatiku. “Apa ada yang salah jika kau menanggapiku dengan serius? Apa pacarmu akan marah?” tanya Avraam terdengar seperti menginterogasiku.
Aku menelan salivaku. Berat. Kepalaku berputar cepat ke arah Avraam dengan tatapan jahat. “Kenapa Ibuku menyuruhmu mengucapkan itu?” tanyaku mengalihkan pertanyaan dari Avraam.
“Aku tidak tahu. Hanya saja, dia sangat memohon kepadaku kemarin,” jelas Avraam.
“Dan, kau mau begitu saja?”