The Unwritten

Kirana Maxwell
Chapter #1

Surat Penghabisan

Aku mencoba memikirkan hari-hari yang telah kulewati. Manis getir. Duka lara. Suka cita. Tapi, semua hari-hari itu selalu membawaku pada langit kelabu, atau lantai ubin abu-abu. Ada kenangan-kenangan yang ditampakkan sekilas-sekilas oleh langit atau lantai. Kadang aku memejamkan mata, mencoba mengusir kenangan itu. Kadang aku menelan pil tidur agar tak perlu terjaga dan mengingat apa-apa. Tapi, bahkan saat mata terkatup pun, kenangan itu selalu datang. Dalam tidur yang paling lelap pun, kenangan itu tidak hilang. Mereka menyatu dengan setiap sel tubuhku, bersekutu dengan mimpi-mimpi burukku.

Aku masih ingat pecahan gelas, dan apa yang terpercik ke wajahku. Sesuatu yang merah. Bukan sirup atau anggur yang diam-diam dibawa Nana dari ruang rahasia ayahnya. Tapi sesuatu yang amis, yang asin. Aku ingin tahu, kenapa baru lama setelahnya aku mengerti kalau itu darah. Bukan cuma darahku, tapi juga darah Nana, Burya, Ayodya. Dan suara yang kudengar setelahnya, jeritan, bukan jeritan burung hantu yang sebelumnya kami dengar sayu-sayup di kejauhan. Itu jeritanku. Itu suaraku.

Aku ingin melupakan semuanya, tapi aku tidak bisa.

Aku dikutuk terpenjara dalam kotak besi ingatan ini. Selamanya. Seumur hidupku.

  

Lihat selengkapnya