2[B] : LANGKAH PERTAMA, LANGKAH PERESMIAN
Kesadaran anggota inti organisasi sangat penuh, sehingga mereka memilih diam saat Banggi berhati dongkol karena dalang yang belum dipastikan. Mereka mengerti kalau isi Buku Itu bisa memperkeruh keadaan rakyat FlOoOne dengan Kalangan Tinggi termasuk Raja.
Tidak sulit membuat masyarakat bawah berapi-api dan menuntut pertanggungjawaban lebih atas tindakan tidak adil yang mereka terima. Pada dasarnya, orang yang lemah membutuhkan sulutan agar mulutnya dipergunakan sebagai senjata dan diasah dengan kabar-kabar yang mendukung kebutuhan mereka. Namun, organisasi tidak menginginkan jalan tersebut. Isi Buku Itu hanya dijadikan pedoman untuk melakukan beberapa penyelidikan. Bukti-bukti akan diungkap perlahan-lahan agar organisasi mampu mengendalikan situasi dengan baik.
Sayangnya, ceritanya menjadi berbeda kalau-kalau isi Buku Itu sudah sampai di meja Kalangan Tinggi. Bisa-bisa bukti-bukti yang harus didapatkan mendadak hilang karena dipindah ke tempat yang lebih aman atau justru dikebumihanguskan. Bisa-bisa usaha organisasi berada di jalan buntu dan kembali ke titik awal.
Alum paham atas pemikiran Banggi yang semacam itu. Namun, Alum sungguh-sungguh merasa kalau anggota inti organisasi tidak akan menjadi pengkhianat. Memilih orang yang pantas untuk posisi satu kerani, satu mangkubumi, dan empat ketua di setiap divisi juga sama sulitnya seperti ia memilih Banggi menjadi wakil pimpinan.
Alum berkata, “Bagaimana jika kabar yang kau dapat hanya jebakan agar perpecahan terjadi dari dalam organisasi, Wakil Pimpinan? Mereka hanya mengetahui adanya Buku Itu, belum isinya.”
Banggi membelalak. Ia dan enam anggota lain mengubah pandangan ke Alum. “Kalau benar begitu, sudah dipastikan kalau aku kurang teliti dan terburu-buru,” ucap Banggi.
Tapin mulai angkat bicara. “Wakil Pimpinan, kau selalu memastikan informasi dari para sundal itu. Untuk mengangkat informasi ini di pertemuan, sudah pasti kau punya keyakinan. Agaknya, rencana mereka untuk membubarkan organisasi dari dalam sudah matang sampai-sampai kau terkecoh.”
Banggi memejamkan mata sejenak. “Bagaimanapun itu sebuah keteledoran seorang wakil pimpinan, Mangkubumi. Keteledoran tetaplah keteledoran.”
Tapin mengangguk. “Tapi manusia tetaplah manusia, Wakil Pimpinan.”
“Kau terlalu berhati lembut,” seloroh Banggi.
“Itu sebabnya ia menjadi mangkubumi, bukan wakil pimpinan,” sahut Kedasih.
Banggi tertawa. “Kau benar, Kerani.”
“Sebenarnya Kenoh ingin membalas tindakan Wakil Pimpinan karena sudah nyaris membunuh kami, tapi esok saja. Malam ini selesaikan dulu pertemuannya,” kata Kenoh sembari mengelus-elus taring di topengnya.
Asti menggebrak meja menggunakan kipasnya---tidak terlalu keras---lalu tersenyum tenang. “Maaf, Pimpinan, aku rasa para ketua sembrani akan membalas dendam setelah pertemuan ini. Harap diizinkan.”