The Urtimaaj

Dhie Kaviar
Chapter #9

[BAGIAN PERTAMA] - 3[b]

Buah kelengkeng menjadi salah satu perbekalan anak-anak yang telah disiapkan oleh Kenoh. Sesuai rencana, ia akan membawa mereka ke tempat aman dan rahasia sebab untuk saat ini tempat itu hanya diketahui olehnya dan Alum.

Sejak awal berdiri, Sembrani 1 sebagai divisi minat dan bakat memiliki tugas untuk menuntun anak-anak kaum Bhasma dan kaum santa yang ditemukan di lingkungan nyaris sama dengan latar belakang yang berbeda. Meski Kenoh pakai topeng mengerikan, hubungannya dengan anak-anak mudah dibangun. Ia suka anak-anak. Ia juga tidak terlalu pandai berperang meski punya emosi dan kesetiaan yang menggebu-gebu kepada Dewa Tamamoya, dewa kematian. Itu menjadi alasan Kenoh terpilih sebagai Ketua Sembrani 1, padahal barangkali Kosala lebih mudah berbaur dengan anak-anak dibanding dirinya.

“Mereka aset berhaga untuk organisasi,” celetuk Banggi yang melihat Kenoh mengangkat barang-barang ke kereta kuda dari kejauhan.

“Jika kau mengatakan itu di depan Kenoh dan Kosala, pasti wajahmu jadi biru-biru karena digebuk, Banggi,” bisik Alum tiba-tiba membuat Banggi terkejut.

“Pimpinan, kenapa kau mendadak muncul seperti setan?”

“Masih ‘seperti’, belum ‘menjadi’. Nanti akan terjadi kalau aku benar-benar mati, ganggu hidupmu yang damai.” Alum berdiri di sisi Banggi, ikut memperhatikan Kenoh mondar-mandir ambil-letak barang.

Banggi tidak tersenyum meski sedikit. Ia serius. “Pimpinan, apa kau lupa perjanjian kita?”

“Tidak. Tapi kuharap, suatu saat perjanjian itu akan kau ubah agar aku bisa mati kapan saja tanpa jadi arwah gentanyangan,” jawab Alum sebelum mendekati tempat Kenoh dan berteriak sambil melambai-lambai. “Hei, Anak-anak apakah kalian sudah siap?”

Punggung Alum dipandangi oleh Banggi. Suara Alum yang riang membuatnya jadi sesak. Tanpa sepatah kata dan mengabaikan perasaannya yang makin tidak professional, ia meninggalkan tempat itu. Diam-diam, Alum melihat kepergian Banggi hingga anak-anak membuatnya kembali fokus kepada mereka.

Alum pun bernyanyi dan menari dengan anak-anak di sela-sela jadwal yang mepet. Wejanganpun ia keluarkan kepada anak-anak paling tua di sana. “Anggap ini pesan terakhir dariku. Berlatihlah dengan keras, jadilah kuat, lalu jagalah yang lain dengan bijak. Jangan nakal dan dengarkan Paman Kenoh.”

Anak-anak telah dididik dengan baik sampai-sampai mereka paham ucapan Alum. Bukan tanpa alasan, mereka masuk ke organisasi pun atas pertimbangan dan kesiapan mereka sendiri. Membuatnya jadi mudah memberikan banyak pesan—yang cukup egois. Setelah Alum selesai beri petuah-petuah beruntun, anak-anak segera berjajar masuk ke kereta kuda. Disela waktu, Kenoh dan Alum pun berbincang.

Lihat selengkapnya