“Ela, ada banyak hal yang aku tidak tahu tentang dirimu. Adakalanya, aku merasa kamu cewek aneh. Bagaimana tidak, selama kita tinggal bersama, aku tidak pernah melihat kamu makan ataupun minum. Terus ketika kita sedang makan bersama, selalu ada saja orang yang menelepon aku. Oleh karena itu, ketika aku sudah selesai berbicara di telepon kamu sudah selesai makan. Sayangnya di rumahku tidak ada CCTV yang bisa meninggalkan jejakmu. Tapi setidaknya kamu akan pindah ke dormitory, di situ CCTV 24 jam dan yang pasti ada jejakmu. Ela, who are you?” Layzal merenung di dalam kamar.
***
“Zal, aku sudah siap!”
Layzal membuka pintu kamar, dia menatapku dari kepala sampai ujung kaki. Kemudian dia bertanya, “Ela, kenapa kamu memakai baju seperti itu? Ini kota Archipelago bukan Kutub Utara yang bersalju.”
Dia merasa aneh ketika melihatku memakai sepatu boots, celana panjang, jaket berbulu, kacamata hitam, serta baju lengan panjang.
“Aku alergi sama panas, makanya aku memakai baju seperti ini.” Aku tersenyum.
“Ela Ela, ada-ada saja kamu ini,” kata Layzal sembari membantuku membawakan tas.
Kami segera berangkat menuju Trinity Police Academy.
“Kenapa aku merasa tidak rela jika Ela pindah ke dormitory?” Layzal menyetir mobil sambil melamun.
“Zal, STOP!” kataku kepada Layzal karena dia menerobos lampu merah. Dia pun segera menghentikan mobil nya, namun setengah mobilnya sudah melewati garis jalan.
“Fokus dong nyetirnya, jangan melamun bahaya!” pintaku kepadanya.
“Maaf ya El dan terima kasih sudah mengingatkanku. Sebelumnya aku tidak pernah melamun ketika menyetir mobil, tetapi tidak tahu hari ini pikiranku blank.”
“Kamu tidak rela jika aku pindah ke dormitory, ya?”
Layzal kaget dan di pikirannya dia, “kenapa dia bisa mengetahui apa yang ada dipikiranku? Aneh.”
“Jangan berpikir yang macam-macam, Zal. Aku hanya menebak saja just to tease you. Karena kita sudah biasa bersama dan sekarang kembali ke kehidupan sebelumnya yaitu sendiri.”
“Benar juga katamu, sendiri,” kata Layzal sambil melanjutkan menyetirnya.
***
Sekarang kami sudah sampai di Trinity Police Academy. Kami turun dan menuju ke dorm.
“Ela, aku hanya bisa mengantarmu sampai di sini.”
“Tidak apa-apa Zal. Terima kasih selama ini kamu sudah banyak membantuku. Awalnya aku bukan siapa-siapa, sekarang aku akan menjadi Polwan.”
“Good Luck, Ela.”
Kami saling memandang dan tersenyum. Kemudian dia memelukku dengan erat. This is my first hug to a man. Bau parfum mahal bercampur dengan bau darah. Namun tetap saja membuatku ingin menggigit lehernya.
“Ela, kamu ngapain?”
Aku langsung menutup mulutku dan melangkah mundur, “jangan sampai dia melihat taringku,” ucapku dalam hati. Aku segera mengontrol nafsuku. Setelah itu, aku mencoba menjawab pertanyaannya.
“Aku tidak ngapa-ngapain, tadi aku mau meniup debu di lehermu,” kataku sambil mengusap-usap leher dia.
Setelah itu, dia pergi meninggalkan aku sendiri. Setelah dia pergi, kemudian aku menuju kamar dormitory. Kamar komunal yang nantinya tempat aku berbagi dengan murid lain.