The Vampire Fallen For CEO

NC518
Chapter #15

15. Our Secret

Aku masih terbaring di atas tempat tidur. Ketika melihat raut wajahnya Ammar yang menakutkan seperti itu, ingin rasanya aku kembali menutup mataku dan tidur lagi. Akan kubiarkan diriku menjadi sleeping beauty selamanya. Daripada aku bangun melihat sosok pria yang aku cintai menodongkan pedang kayu yang tajam dan siap membunuhku.

“Mama, apakah ini yang namanya menyelamatkan diri dari bahaya? Terbangun dari tidurku dan sebuah pedang kayu yang tajam di depan dada siap menusuk hatiku?” pikirku dalam hati.

Its you,” kata Ammar sambil menodongkan pedang kayunya yang tajam. 

Aku diam tertegun di atas kasur. Dari perkataannya, sepertinya dia mengetahui akulah vampirnya. Apa mau dikata, selama ini sosok orang yang sangat aku waspadai adalah Layzal bukan Ammar. Karena menurutku Layzal seorang detective yang cerdik. Sedangkan Ammar seorang CEO, jadi tidak mungkin dia itu biang keroknya.

Selain itu, sebagai seorang CEO seharusnya dia lebih menyibukkan diri di perusahaannya dan tidak bersusah payah menggali lubang membuat jebakan bawang putih. Tapi semua itu hanyalah pemikiranku saja, karena pada kenyataannya dia berhasil menangkapku dengan idenya yang luar biasa. Aku pun teringat, waktu itu dia akan membantu Layzal untuk menangkapku. Sekarang aku pun bingung dia membuat jebakan bawang putih sendirian atau bersama Layzal. 

Setelah cukup lama terdiam di atas kasur akhirnya, aku memberanikan diri untuk duduk. Ketika aku mau duduk, tangan kanannya Ammar yang memegang pedang mengikuti setiap gerakku.

“Bawang putih?” kataku lirih. Aku baru sadar ternyata aku tidur di atas kasur yang bertaburkan bawang putih. 

Lain halnya dengan seseorang yang menaburkan bunga mawar merah di atas kasur, demi menunjukkan keromantisannya kepada sang pujaan hati. Ammar menaburkan bawang putih di atas kasur untuk membunuh sahabatnya sendiri. Mungkin aku terlalu berbahaya karena tidak hanya kasur yang dipenuhi bawang putih, tapi juga Ammar memakai kalung dan gelang bawang putih. Mungkin juga kalung dan gelang bawang putih yang dia pakai untuk melindungi diri dari gigitanku, dan satu biji cabai merah di tangan kirinya dia untuk menusuk mataku.

“Sekarang kamu sudah tahu siapa aku sebenarnya. Kalau kamu mau membunuhku, silakan!” kataku sambil menatapnya. Aku pasrah jika ini adalah akhir hidupku. Biarlah aku mati di tangannya Ammar, orang yang aku cintai. Daripada aku mati di tangan orang asing.

“Jika aku ingin kamu mati, maka aku sudah membiarkanmu mati di dalam jebakan bawang putih. Sekarang bukan kematianmu yang aku inginkan, tapi kejujuranmu.

Lihat selengkapnya