“Ela, hampir satu minggu kamu tidak sadarkan diri dan semua orang mencarimu. Selain itu, tidak mungkin kamu kembali ke kota dan langsung bekerja. Karena kondisi kamu masih lemas seperti ini. Kamu butuh istirahat yang cukup,” kata Ammar kepadaku.
“Ammar, sebenarnya aku di mana? Kenapa tidak ada satu orang pun yang menemukan aku? Maksud aku kenapa mereka tidak bisa menemukan jejakku? Aku masih di Desa Lago atau di mana?” aku heran kenapa tidak ada orang yang berhasil menemukan aku.
“Kamu masih berada di Desa Lago, tepatnya di peternakan aku. Mereka semua termasuk para polisi yang mencarimu tidak bisa menemukan jejakmu, sekalipun mereka membawa anjing pelacak. Karena anjing tersebut tidak suka bau bawang putih dan kamu vampir yang suka berpindah tempat dengan cara menghilang atau dengan cara lari cepat itu. Jadi agak sulit bagi mereka untuk menemukan jejak kakimu.
“Sama seperti kekuatanmu dalam sekejap langsung hilang karena bawang putih. Oleh sebab itu, kamu tidak bisa mendeteksi bau manusia. Kalau kamu bisa mendeteksi bau manusia, malam itu kamu tahu aku berdiri di dekat pagar di kebun,” Ammar tersenyum.
Entahlah, mendengar penjelasan darinya aku semakin jatuh cinta kepadanya. Aku tidak bisa membencinya, sekalipun dia sudah menjebakku. Tidak heran karena kepandaiannya dia menjadi seorang CEO. Tidak heran juga karena sifatnya dia menjadi sosok pria yang hebat di mataku. Bukan superman, batman, atau spiderman, melainkan unpredictable man.
Aku duduk tersenyum sendiri. Aku berpikir ada benarnya juga kata Ammar, tidak mungkin aku kembali ke kota dan langsung bekerja, karena kondisinya aku belum stabil. Aku butuh istirahat dan darah yang banyak. Selain itu, aku juga harus mencari seribu alasan ke mana, di mana, dan apa yang terjadi kepadaku. Sehingga aku menghilang berhari-hari dan tidak kembali. Belum nanti ada Layzal yang akan bertanya kepadaku. Aku harus mencari ide yang cemerlang untuk menghadapi mereka semua.
“Ammar, kamu punya peternakan? Berarti kamu punya banyak sapi?”
“Iya. Aku punya sapi, kambing, kuda, ayam, dan jenis unggas lainnya. Tapi semua hewan itu untuk dipelihara tidak untuk dijadikan umpan kamu. Awas saja kalau kau membunuh semua hewan peliharaanku,” Ammar mengancam aku. Kemudian dia berkata, “nanti aku akan pergi ke tempat pemotongan sapi dan mengambil darah untuk kamu dikonsumsi. Setelah itu, kita kembali ke kota dan kamu harus tinggal bersamaku.”
“Kenapa aku harus tinggal bersamamu?” aku heran kenapa aku harus tinggal bersama dia.
“Karena aku ada ide yang cemerlang dan itu hanya bisa dilakukan di rumahku. Selain itu, dengan tinggal bersamaku kamu lebih bebas. Kamu bisa minum darah kapan saja dan di mana saja di dalam rumahku. Kamu tidak perlu main petak umpet lagi,” kata Ammar.
“Apa idemu?” tanyaku penasaran dengan idenya yang cemerlang.
“Sekarang pilih, kamu pura-pura sakit dan harus dirawat di rumahku atau kamu mengalami cedera parah, kemudian pura-pura amnesia dan harus dirawat di rumah sakit?” tanya Ammar kepadaku.
Sejenak aku terdiam dan berpikir memang betul dengan tinggal bersamanya aku bebas. Aku tidak perlu main petak umpet ketika mau minum darah. Selain itu, aku tidak perlu susah payah berakting amnesia. Karena berpura-pura amnesia itu terlalu ribet dan aku tidak suka dengan hal-hal yang ribet.
“Deal! Aku pura-pura sakit dan tinggal bersamamu,” aku bersalaman dan menyetujuinya.
Setelah aku menyetujuinya Ammar, meninggalkanku di rumah peternakannya sendirian. Dia pergi ke tempat pemotongan sapi mengambil darah untuk aku dikonsumsi. Selanjutnya, setelah dari tempat pemotongan sapi, dia menginformasikan kepada warga Desa Lago, bahwa dia sudah menemukan aku. Dia juga memberitahu kepada warga Desa Lago, nanti sore kami akan pulang ke Kota Archipelago. Dengan demikian, para warga Desa Lago berhenti mencariku dan merasa lega karena aku masih hidup. Setelah semuanya selesai Ammar, pulang dengan membawa satu jerigen darah sapi dan kami segera bersiap-siap untuk pulang ke Kota Archipelago.
***