The Vieled Prince

Enthung
Chapter #2

1 Kita


Hijau gelap, warna dedaunan rimbun dibawah bayangan cahaya matahari siang itu, Mada masih memimpin pasukan Bhayangkara menjelajah hutan untuk mencari seorang gadis kecil, pembunuh Raja. Berulangkali dia mengayunkan pedangnya dia atas lajunya pacuan kuda yang ditungganginya untuk melampiaskan rasa kesal dan amarah. Berulangkali juga Mada mengerutkan dahi nya karna merasa jengkel dengan anggota nya yang bergumam menghina nya karna tidak kompeten dalam memimpin pasukan.

"Bagaimana kita bisa menemukannya jika hanya berputar di tempat yang sama"

entah sudah berapa kali dia mendengar kalimat itu dari para anggota nya. Mada pun tidak bisa memungkiri, pikirannya mungkin melayang-layang entah kemana, jalan yang dilalui terlihat sama, dia hanya terus maju tanpa tau arah. Ketegangan di antara para anggota Bhayangkara terjadi ketika Mada memutuskan menghentikan langkah nya dan melompat dari kuda nya. Sontak 4 anggota yang ikut bersamanya pun terkejut. Mereka mendapati amarah yang membara di raut wajah Mada seiring mengayunkan pedang nya.

"Kenapa aku mendengar seseorang menggerutu? Apa instruksi ku tidak begitu jelas?!"

Jelas Mada dengan amarah nya. Dia pun tidak tahu apa penyebabnya, dia hanya kesal terus disalahkan, apalagi dengan kenyataan bahwa seseorang yang diburunya saat ini bukan hanya orang yang dia kenal, tapi seseorang yang menempati hati nya. Sebagai prajurit Bhayangkara, apa yang bisa dia lakukan? -selain menuruti perintah.

Mada menghela nafas panjang menenangkan diri, dia tau tidak seharusnya dia marah seperti itu, dia coba mengendalikan nya. Suasana hening seketika, Mada menatap salah seorang dari mereka, dia adalah Panca, prajurit yang terlihat ceroboh dan suka membual. Terlihat sejak Mada menatapnya dia hanya berpura-pura tidak melihat dengan senyum kikuknya. Entah kenapa Mada merasa semakin kesal karna merasa di ejek, dia juga lah yang sejak awal mengeluh dan menyalahkan nya di belakang.

"Maksudmu aku memperlambat pencarian, karna membawa kalian hanya berputar-putar di tempat ini?" Suara Mada yang tegas menambah ketegangan. Panca pun merasa tertekan.

"Apa sih orang ini..." Panca hanya bisa mengeluh di dalam hati dan mencari jalan agar dia tidak terus di intimidasi oleh Mada.

"Ahahahahaha...." Panca tertawa terbahak-bahak membuat semua orang bingung. Ya... dia terlalu gugup dan kehabisan ide tidak tahu bagaimana mengatasi kemarahan Mada.

"Apa anda selalu mudah menyimpulkan sesuatu? Siapa yang bilang begitu? Saya hanya bingung... karna bodoh" Akhirnya dengan sikap cerobohnya Panca hanya mengatakan apa saja yang terlintas di benaknya dengan canda tawa berharap Mada berhenti menatap nya.

"Ha? Bodoh?" Entah kenapa kata 'bodoh' itu terdengar seperti ejekan bagi Mada, tidak ada yang salah dengan kata-katanya tapi dia begitu tersinggung. Mada menyisir helaian rambut yang menghalangi wajahnya dengan jemari sambil menggertakkan gigi dan sekali lagi menghela nafas.

"Mari berpencar!" Perintah Mada dengan lantang. Para anggota nya hanya saling menatap dan mengangguk setuju. Mada berpikir itu langkah yang tepat di lakukan, yaitu dengan menyisir hutan dengan cara berpengaruh. Sesaat setelah perintah nya semua anggota langsung bergerak berpencar, tak terkecuali Panca. Mada menatap Panca yang mulai pergi menjauh "anak itu...".

Surya mulai bergeser cahaya kuning berganti jingga, Mada masih berjalan sendirian menyisir hutan. Tampak frustasi, Mada turun dari kuda nya "dimana kamu...?".

Gemricik air sungai samar-samar terdengar, tanpa sadar Mada telah menaiki dataran dengan tebing di sisi lainnya. Mata nya terbelalak menatap seseorang berdiri hampir di ujung tebing. Seseorang yang dia kenali. Perlahan Mada mendekat dengan langkah waspada.

"Akhirnya aku menemukan mu, pelayan istana yang merencanakan pembunuhan Sang Raja"

Dialah orang yang Mada cari, dia menemukannya- -tidak, gadis itu menunggunya.

Lihat selengkapnya