"Apa yang terjadi?" Mada terbelalak tidak percaya. Apa yang baru ia lihat? Kirana, gadis yang dia cintai itu mengantarkan dirinya sendiri ke Jurang kematian. Dengan senyuman dan kata-kata penolakan padanya. Dengan langkah gontai Mada tetap berusaha meraih tubuh gadis yang sudah tidak ada dihadapannya. Dia merangkak putus asa menuju tepian tebing, dia juga ingin pergi bersama gadis itu, dia ingin meraihnya.
"Ketuaaa!!!" Suara yang tak asing menggema, Panca ada disana. Dia berlari menarik tubuh Mada yang hampir terjatuh.
"Apa anda gila!? Anda mau mati juga!?"
Mada tidak memperdulikan, akal sehatnya seketika menghilang sampai berpikir melakukan hal bodoh, dia putus asa. Mada terus memberontak melepaskan diri sampai akhirnya Panca memberanikan diri untuk memukul tengkuk Mada sampai dia tidak sadarkan diri.
"Maafkan saya..."
Tak selang beberapa lama, anggota Bhayangkara yang lain datang.
"Apa yang terjadi?"
"cepat turun dan cari jasad nya!" Tergesa-gesa Panca memerintah anggota lain.
"Apa?"
"Seseorang terjatuh!" Panca tidak kuasa menjelaskan detailanya. Dia mengangkat tubuh Mada pelan-pelan.
"Apa ketua yang melakukannya?"
*
"PEMBUNUH RAJA SUDAH DI EKSEKUSI!!!" Berita penting dari Istana di umumkan. Begitu cepat menyebar, bahwa pembunuh Raja telah dieksekusi oleh seorang Prajurit Bhayangkara.
Rakyat bersukacita dengan berita ini seakan merayakan kemenangan. Kedai-kedai makan banyak dibuka secara gratis untuk merayakannya. Pemerintahan yang sempat kacau kembali pada tatanannya.
Raja Jayanegara meninggal tanpa keturunan, maka tahta kembali pada walinya yaitu Sang Ibu Suri Rajapatni Gayatri. Namun Ibu Suri telah lama meletakkan kekuasaannya terhadap pemerintahan Majapahit dan memilih untuk mengurus Istana Daha di Daha. Dengan begitu tahta beralih kepada adik Yang Mulia Raja yaitu, Dyah Gitarja sebagai wakil dari Ibu Suri.
1328, Dyah Gitarja Naik Tahta dengan gelar Tribhuwanothunggadewi Maharajasa Jayawisnuwardhani, yang dikenal sebagai Ratu Tribhuwana, mencatatkan sejarah sebagai Ratu atau Raja perempuan pertama di Majapahit.
.
"Waktu terus berjalan..."
"Meski hidupku hancur tapi dunia terus berputar"
"Orang-orang yang menuntut keadilan untuk kematian Sang Raja seolah lupa dengan sumpah serapahnya"
"Majapahit menyambut cahaya baru dengan pemimpin baru, itu yang selalu mereka katakan "
"Seperti mereka yang mudah melupakan, aku juga memilih untuk melupakan masa lalu..."
.
3 Tahun pemerintahan Ratu Tribhuana Tunggadewi,
Malam yang sunyi, burung hantu berkicauan menambah peliknya suasana malam di hutan belantara yang terletak jauh di selatan Laut Utara dibawah lereng Gunung Slamet yang agung. Lentera dari obor bambu terlihat menyala dari dalam Gubuk yang tersembunyi di tengah rimbunnya pepohonan. Persembunyian yang tepat untuk para pencuri. Tepat sekali, Mereka ada disini sekarang.
"BRAKK!" Suara logam yang bergesekan di dalam karung nyaring terdengar saat di lempar dengan kuat di atas meja berbahan papan kayu.
"Woah... luar biasa..." dejak takjub, salah seorang dari tiga bayangan yang terlukis di pagar beranyamkan bambu. Kilau emas memantul dari cahaya lentera walaupun terbungkus karung kusut penuh debu.