The Virtual World

Via S Kim
Chapter #3

THEY COME

    Hari yang cerah, matahari sudah beranjak naik namun sejuknya hawa pedesaan tetap mendominasi. Aku membuka jendela kamarku lebar-lebar, membiarkan sejuknya udara pagi masuk kekamarku dengan leluasa. Pukul 09.35, itu yang tertera di jam digital yang ada di meja kamarku. Sudah lebih dari satu bulan aku ada disini, kemampuan sihirku makin menakjubkan. Aku sendiri terkejud dengan kemampuan yang aku miliki. Namun ada yang aku tahan, sepertinya aku tidak bisa memperlihatkan semua yang aku kuasai kepada MAMA. Firasatku buruk akan hal itu.

            Aku pernah mendengar pelayan istana membicarakanku. Dari apa yang aku dengar MAMA akan membunuhku setelah berhasil membangkitkan EXO. Kekuatan yang aku miliki dapat membahayakan kehidupan MAMA. Aku sendiri masih belum mengerti. Dibandingkan MAMA aku pasti bukan apa-apa. MAMA adalah orang yang menciptkan dunia ini. Membawa manusia dari dunia nyata masuk kedalam negeri buatannya. Menciptakan kekuasaan yang luar biasa. Membangun tata sistem negeri ini dengan begitu eloknya. Menghapus semua ingatan manusia yang ada disini akan dunia nyata mereka. Tanpa menciptakan kegaduhan. Semua orang tampak menerima semuanya dengan senang hati. Kenapa? Apa mereka tidak tahu apa yang terjadi maka mereka tidak pernah menolak? Lalu apa mereka juga tak pernah mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi? Tapi bukankah aku sama saja? Aku bahkan juga tak berontak. Bukan karena aku tak berani, aku hanya merasa tak mampu jika aku sendiri. Aku butuh sekutu.

            Jika benar nanti MAMA akan membunuhku, berarti aku harus menciptakan srategi untuk menyelamatkan diri. Namun apa bisa? Seluruh negeri ini adalah miliknya. Pasti kemanapun aku pergi orang-orang suruhan MAMA akan menangkapku. Lalu aku harus bagaimana? Jika kekuatan yang aku miliki aku gunakan untuk melawan, bisakah?

            “nona Hana.” Terdengar panggilan dari pintu kamarku.

            “Ada apa?” sautku masih belum beranjak.

            “MAMA ingin bertemu dengan anda.”

            “iya.” Sautku malas.

            Aku pergi menemui MAMA setelah sedikit merapikan diri. Aku bertemu Haneul saat berjalan menuju ruang kebesaran MAMA. Ia melirik aku singkat dan berkata bahwa MAMA tidak di ruangannya, MAMA ada di taman belakang. Aku sangat jarang berbicara dengan Haneul, bahkan menyapapun hampir tak pernah. Hubunganku dengannya tak baik sejak percakapan tentang Exo saat itu.

            “Harinya tiba sayang.” Itu kalimat pertama yang di ucapkan MAMA saat melihatku menghampirinya.

Aku memandang sekitar. Ada yang tak biasa di taman itu. Ada beberapa tenda putih yang berdiri ditaman. MAMA sendiri berdiri mengamati air mancur yang ada di tengah taman. Posisi berdirinya tepat berseberangan dengan tenda-tenda putih itu.

            “kau pasti penasaran mengapa ada tenda disana.” Kalimatnya terdengar lembut, ia juga menyunggingkan senyum. Tidak biasa.

Aku sendiri malas untuk bertanya. Tidak juga menyunggingkan senyum. Aku sudah lupa kapan aku terakhir kali tersenyum.

            “Seo Joon’a temani Hana ketenda itu.” Ucap MAMA kepada Seo Joon yang sejak tadi berdiri disamping MAMA. “Dan jangan lupa jelaskan kepada Hana. Aku akan menyiapkan ritual untuk nanti malam.” Ia beranjak pergi setelah mengucapkan kalimat itu.

Seo joon menunduk hormat sebelum MAMA pergi. Aku tak melakukannya, aku tak pernah melakukannya.

            Seo Joon menyibak penutup tenda setalah aku sampai di depan tenda pertama yang terletak paling ujung sebelah kanan. Aku sedikit ragu saat masuk kedalam tenda itu. Hal pertama yang aku lihat adalah seorang pelayan wanita yang berpakaian seperti perawat berdiri di samping ranjang. Aku bergerak mendekati ranjang itu dengan sangat gugup. Siapa orang yang terbaring disana?

            Aku tidak bisa bernafas, sesak. Wajah pucat itu. Hidung mancung serta dagu panjang itu, aku mengenalinya. Wajah tampan itu pucat. Benar-benar pucat. Aku memberanikan diri untuk menyentuhnya. Tidak, tidak mungkin. Kakiku benar-benar gemetar hingga rasanya tak sanggup untuk berdiri. Sebelum aku benar-benar terjatuh tangan Seo Joon menahanku.

            “Jugeosseo?” (meninggal) tanyaku entah pada siapa.

            “Animnida. Dia memang belum dibangkitkan.” (animnida=tidak 'formal') Jawab perawat itu.

            “Tapi dia tidak bernafas.”

            “Memang seperti itu.” Ia menjawabku dengan tertunduk.

Sebelum kemarahanku meledak Seo Joon memegang pundakku. “Dia memang belum bernyawa sekarang nona. Nonalah yang akan membangkitkannya.”

            “Apa maksudmu?”

            “nona bertugas untuk membangkitkan pria itu, serta 8 pria yang lain. Jika nona tidak melakukannya hingga 24 jam kedepan, dia akan benar-benar mati. Oh sekarang sisa waktunya adalah 20 jam. Pria itu ada disini sejak jam 6 pagi tadi, sekarang sudah jam 10.”

            “Jika aku menolak membangkitkannya maka ia akan mati?” pertanyaan itu tak butuh jawaban.

            “Malam nanti akan ada ritual untuk membangkitkan mereka. MAMA sedang....”

Belum selesai Seo Joon menjelaskannya, aku buru-buru berlari kearah tenda yang lain. Aku menyibak penutup tenda dengan kasar, membuat perawat yang ada di dalam tersentak kaget. Aku memastikan satu persatu wajah-wajah pucat yang terbaring di setiap tenda. Semua wajah yang familiar itu. Total ada 9 tenda. Berarti mereka semua ada disini. Aku tersandung dan terjatuh saat keluar dari tenda yang terakhir. Mereka ada disini. Aku tak punya pilihan lagi. Bangkitkan atau mati. Jika aku membangkitkan mereka maka setelah itu aku akan mati. Namun jika aku tidak membangkitkan mereka maka mereka yang akan mati. Tidak, aku tak bisa memilih. Aku ingin keluar dari sini, aku tak ingin mati di dunia yang bodoh ini. Tapi aku juga tak bisa membunuh mereka.

            Seo Joon mengulurkan tangan untuk membantuku berdiri. Aku menepisnya. Aku berjalan pergi meninggalkan tenda-tenda itu. Aku merasakan Seo Joon mengikutiku, namun aku membiarkannya. Mungkin seharian ini ia akan mengawalku tanpa meninggalkanku sedetikpun. Benar saja, saat aku memasuki kamar ia berdiri mematung di depan kamarku, berjaga. Aku melemparkan tubuhku keatas kasur, aku tak bisa menangis. Sesak, aku bahkan kesulitan bernafas.

            Wajah pertama yang aku lihat berbaring ditenda itu adalah Sehun. Tak bernafas, ia benar-benar seperti mayat. Tenda di sebelahnya ada Chanyeol, dia juga tak bernafas namun raut mukanya masih menandakan kehidupan. Semua tenda itu terisi oleh member Exo. 9 tenda, mereka semua ada disana. Dari 9 orang hanya wajah Chanyeol yang menandakan kehidupan, yang lainnya tampak seperti mayat. Namun mereka sama saja, tak bernafas. Pembangkitan. Aku harus mati untuk mereka.

###

            Malam itu langit sedikit mendung, musim hujan akan segera datang. Aku berharap hujan akan turun, suara hujan akan menutupi sesuatu yang aku sembunyikan.

Lihat selengkapnya