Tokyo. Jepang.
Hold me close and hold me fast ....
The magic spell you cast ....
This is La Vie en Rose ....
When you kiss me heaven sighs ....
And thought i close my eyes ....
I see La Vie en Rose ....
🎶🎶🎶🎶
Alunan lagu klasik La Vie en Rose terdengar indah dinyanyikan oleh Michael Bubble di tengah panggung altar. Menyambut selesainya ikrar suci kedua mempelai.
Haruka. Mempelai wanita, putri tunggal sang Perdana Menteri tampil begitu memukau dengan gaun pengantin internasional klasik berwarna putih. Senyum tak pernah lepas dari bibirnya seusai ia melepas ciuman pertama setelah sah sebagai istri dari seorang Daichi Mitsuko, bangsawan berdarah biru yang masih keluarga dekat kerajaan.
Desas-desus beredar, bahwa ini hanyalah pernikahan politik. Tapi kedua mempelai tampak begitu serasi dan bahagia. Selaras dengan meriahnya pesta kebun pernikahan mereka. Bunga white rose begitu dominan dalam dekorasi kali ini, bersanding dengan rindangnya pohon-pohon bunga sakura yang sedang bermekaran. Royal wedding termewah musim ini.
Perdana Menteri Jiro Takashi mengangkat gelas ke udara, menandai dimulainya dansa untuk kedua mempelai. Beberapa mata terpesona, dan beberapa pasangan mulai mengikuti mempelai untuk berdansa.
Pesta dilanda romantisme.
"Kau tahu? Aku tidak pernah suka lagu lama." Haruka mengalungkan lengan di leher suaminya. Mereka masih berdansa mengikuti La Vie en Rose.
Daichi tersenyum memandang istri cantiknya, lalu menarik pinggang Haruka untuk lebih mendekat ke tubuhnya. Siapa bilang ini pernikahan politik? Orang di luar sana, tidak tahu seberapa licik usaha Daichi untuk bisa menikahi gadis ini.
"Kau tahu apa yang tidak aku suka?" Daichi berbisik tepat di telinga Haruka, membuat gadis itu sedikit kegelian. Haruka hanya menggeleng kepala samar.
Mata mereka bertemu, dan Daichi mencium bibirnya singkat. "Aku tidak suka jika pesta ini berlangsung lama. Aku tidak sabar ingin berdua saja denganmu."
Haruka tersipu merona. Daichi tidak seburuk yang dia kira sebelumnya. Mungkin setelah ini, mereka bisa menjadi keluarga yang bahagia?
Di sudut sana. Di bawah rindangnya pohon bunga sakura yang dihiasi balon berwarna putih dan gold. Perdana Menteri Jiro sedang bersalaman hangat dengan Prof. Kazuo. Ilmuan dan Guru Besar di negara ini.
"Suatu kehormatan besar bagi saya, Prof. Kazuo bersedia hadir di pernikahan Haruka."
Kazuo Sensei menerima jabat tangan hangat itu dengan senyum lebar. Mereka kawan lama di Junior High School dulu, akan sangat tidak sopan jika tidak menghadiri undangan dari teman lama. Apalagi jika teman lama itu adalah orang nomor dua di negara ini setelah Kaisar.
"Tidak masalah. Saya punya banyak waktu untuk Haruka," Kazuo Sensei memandang ke arah Haruka yang sedang berdansa. "Tidak semua orang bisa beruntung masuk dalam lingkaran keluarga kerajaan." Entah ini ucapan tulus dari Kazuo Sensei, atau hanya sedikit satire.
Jiro mengangguk, mengiyakan ucapan Kazuo sensei. "Suatu keberuntungan bagi saya dan Haruka di masa depan tentunya." Jiro tersenyum menatap putri tunggalnya. Menjalin hubungan keluarga dengan kerajaan, tentu saja mendatangkan dampak yang positif bagi karir politiknya maupun bisnis keluarga mereka. Semua orang tahu, dan tidak perlu malu untuk mengakui simbiosis mutualisme ini.