NAPAS ADINATA terengah-engah saat dia berusaha menyalip beberapa pelari maraton di depannya. Suasana Stadion Gelora Bung Karno pukul lima pagi telah dipadati oleh sekumpulan anak muda yang selalu bergairah dalam berolahraga. Sementara Adinata yang memiliki riwayat asma pun harus menyesuaikan kecepatan dengan teman-temannya.
"Nata! Semangat dong! Baru beberapa kilometer kamu sudah mau menyerah!" celetuk Adel merapatkan barisan depan sekelompok bapak-bapak di depannya.
"Hei, jangan kayak begitu gitu dong. Dia punya asma setidaknya dia udah berusaha berlari sejauh ini!" timpal Bendho merangkul lengan Adinata agar ia tak mudah tersungkur.
Seusai lari pagi, mereka bersantai di taman hijau seraya meminum air mineral yang sudah dibawa sebelumnya dari kos-kosan. Maklum sebagai anak mahasiswa, mereka tidak mau membuang-buang banyak uang. Gaji mereka sebagai penulis sekaligus jurnalis berita cukup untuk makan dua kali sehari tentu saja mengingat kebutuhan yang semakin meningkat, ada saja trik-trik yang mereka lakukan untuk menghemat biaya pengeluaran.
"Kalian tidak mau merekrut teman yang punya kemampuan ahli di bidang editor gambar? Jujur, kita sudah mumpuni dalam mengelola tulisan maupun tata cara penulisan tapi yang jadi masalah adalah kita kekurangan orang yang ahli di bidang itu."
"Simpel saja, kita buat pendaftaran online. Siapapun yang berminat dapat menghubungi kita lewat SMS atau WhatsApp kan?"
"Kerjakan tugasmu, Nata. Aku harap kita akan dapat teman baru lagi!"
"Omong-omong apa kalian tidak lapar? Ayo kita beli sayur segar di minimarket, stok sayuran kita di kos sudah menipis!"
"Pilih sawi atau brokoli!"
"Sawi!"
"Pilih tomat atau paprika?"
"Paprika!"
"Pilih pulang atau main claw machine?"
"Claw machi—"