Seorang gadis manis sedang mengetuk-ketuk aspal pinggir jalanan yang sepi. Gadis itu memakai dress biru selutut sepertiga lengan seolah sedang gak sabar menunggu seseorang.
“Hai kak!” Seru gadis itu kepadaku. Aku melambaikan tangan jaim pada gadis itu.
“Ola udah nunggu lama?” tanyaku pada pacarku.
Ola menggeleng, “Enggak kok kak.” Ujarnya diikuti gerak mata ke kanan. Dia berbohong.
“Maaf ya lama.” Pekaku pada Ola. Ola menggeleng mengatakan gak apa-apa.
“Kita mau kemana nih Kak?” tanya Ola tiba-tiiba bersemangat.
“Enaknya kemana?”
“Ke Taman Lodaya Sore Yuk!” Tumben sekali Ola menentukan tempat pilihannya biasanya Ola selalu bilang terserah padaku aja. Mungkinkah selama ini Ola ingin mengunjungi tempat tertentu?
“Boleh.” Kami bergandengan tangan sepanjang perjalanan.
Hari ini Ola membawaku pergi ke tempat-tempat yang ia inginkan. Dari Taman Lodaya Sore ke Kafe Hujan Bederang terus ke bioskop lalu loncat ke lapangan Mekar dekat dengan rumahku seolah tidak ada hari esok lagi.
“Kak, kembang apinya bagus ya!” Ola menunjuk langit. Aku mengangguk setuju. Aku menatap wajah Ola yang tengah tersenyum sangat cantik. Aku heran mengapa gadis ini bisa seceria ini malam ini padahal kemarin Ola malas bicara dan terlihat sangat murung. Memang sejak dulu gadis ini selalu membuatku terkejut dengan sikap dan sifatnya yang tak pernah bisa aku tebak meski kita sudah dekat sepanjang hidup.
“Ola kamu kelihatan seneng banget hari ini. Kenapa? Apa ada sesuatu hari ini?” Senyum Ola mendadak mengendur, kedua manik mata hitam pekatnya menatapku lekat-lekat. Ia memeluk kedua lututnya,
“Enggak ada apa-apa kak,” balas Ola. Lama-lama mata itu mulai menjadi sayu seolah ada kesedihan yang tak terhitung di pelupuk matanya. Tiba-tiba aku menjadi was-was. Ada sesuatu yang gak beres. Ola mendorong kedua lututnya ke bawah lalu mengubah haluannya menghadap kepadaku.
“Kak aku mau putus.” Duar! Jantungku melompat bersama melesatnya kembang api berwarna-warni melesat ke udara.
“Ola jangan bercanda deh, gak lucu.” Ujarku kecut.
“Kak aku gak bercanda. Aku serius.” Tegas Ola membuat tubuhku melemas.
“Tapi kenapa La? Selama ini hubungan kita juga baik-baik aja.”
“Enggak kak, setelah ngejalanin hubungan ini aku sadar kalau aku gak suka sama kakak dalam arti berpacaran dan aku lelah.”
“Aku gak ngerasa gitu. La, coba kasih tahu apa yang bikin kamu gak suka sama kakak, biar kakak perbaiki.” Bukannya menjawab gadis di hadapanku malah membuang muka lalu terdiam sangat lama.”
Melihat Ola terdiam aku juga jadi ikut terdiam. Kami sama-sama memeluk lutut sembari memandangi orang-orang yang berlalu lalang di lapangan. Ada yang sedang bermain kembang api, anak kecil berlarian sampai pasangan muda yang sedang di mabuk cinta juga kami pasangan yang baru putus beberapa menit yang lalu.
“Ola” panggilku.
Ola beranjak dari duduknya, “Kak selamat tinggal. Udah malam aku mau pulang.”
“Mau dianterin?”
“Enggak usah kak.” Aku ingin mencoba memahami Ola tapi bahkan ia gak memberiku kesempatan untuk itu mekipun itu mengantarkan Ola pulang untuk terakhir kalinya. Aku berharap Ola akan menimbang menerima tawaranku karena ia takut gelap nyatanya Ola meninggalkanku sendirian di Lapangan Mekar. Aku ingin mengejar tapi tubuhku memilih membeku.
Aku menatap taburan bintang di langit. Bukannya harusnya itu malam itu adalah malam romantis?
Sungguh aku masih tak mengerti alasan Ola memutuskan hubungan kami malam itu. Aku yakin tidak ada kata suka sepihak diantara kami. Setiap kali mata kami beradu tatap ada kehangatan yang terpancar di matanya dan senyumnya yang tidak pernah ia tunjukkan pada orang lain.
Aku tak bisa tidur karena dilanda gundah gulana. Lebih baik aku bertanya pada Zoe soal Ola lewat chatting via Line.
Rama : P
Zoe : P apaan tuh bang, gue pura-pura gak ngerti aja lah. Nama gue kan Zoe masa abang manggil gue P aja. Abang ngeselin deh.
Memang benar sih apa yang dikatakan Zoe. Entah mengapa rasanya seperti sedang debat dengan gadis ya. Dengan cekatan aku segera membalas.
Rama : Maaf dek. Lo lagi sensitif ya hari ini? Biasanya lo chat gue pake titik doang gue ladenin.
Sebetulnya aku tidak terlalu suka panggilan ala lo-gue, tapi bagimana lagi, kebanyakan mahasiswa zaman sekarang menilai komunikasi antar lelaki pakai bahasa aku-kamu nada lembut gak gaul seperti diriku ialah penyuka sesama jenis.
Zoe : Iya deh bang, gue juga minta maaf. Habis abang ngechat Zoe di saat yang tidak tepat.
Rama : Di saat tidak tepat gimana? Kayak ada saat yang tepat aja buat lo.
Zoe : Gak tepat soalnya gue lagi galau gara-gara kucing gue hamil.
Rama : Lah kok galau? Emang lo yang ngehamilin kucing lo, apa?