The Way

engliadwi
Chapter #1

Her First Love

6.07 A.M

Berbeda dari hari sebelumnya, pagi ini cowok berusia 17 tahun itu sudah rapi dengan seragamnya. Padahal ia masih punya waktu sekitar satu jam sebelum jam pelajaran dimulai.

Jaan Alden, siswa kelas XII MIPA. Selain menjabat sebagai kapten klub fotografi sekolah, Jaden juga tergabung dalam pemain inti di klub basket putra. Wajah rupawan, tipikal pemuda tampan dengan kulit sawo matang, belum lagi sifatnya yang ramah serta dikenal sebagai seorang social butterfly, Jaden tentunya sangat populer dikalangan para siswa. Jangan heran jika cowok jangkung ini berteman baik dengan hampir seluruh siswa di sekolahnya.

Kini, cowok itu menyimpan kembali ponselnya disaku abu miliknya sembari berjalan mendekati etalase kamarnya- bagian yang disediakan khusus untuk hobi fotografinya.

Jaden meraih album foto berwarna hitam. Membuka lembaran demi lembaran. Kenangan selama hampir 3 tahun ini kembali menyeruak, membawa senyuman diwajahnya.

Cowok itu berhenti pada lembaran ke-13. Tangannya membuka lembaran tersembunyi yang ada disana. Lantas menatap sebuah lembaran khusus yang berisi foto-foto seorang gadis.

"Jutek banget itu muka," Jaden terkekeh menatap wajah si gadis. Cewek cantik berwajah jutek pada lembaran itu.

Entah sejak kapan, tapi Jaden baru menyadarinya. Ia jatuh cinta pada gadis itu.

BRAAKKKK

"ABANG! BANGUN!"

Jaden menatap kesal adiknya, "Bisa gak sih lo ngomong baik-baik?"

"Ooh udah bangun" Syeril, cewek yang terpaut 2 tahun lebih muda dari Jaden itu adalah adik semata wayangnya.

"Tumben banget lo udah rapi sepagi ini," cewek itu menatap aneh kakak laki-lakinya itu. Lalu tersenyum jahil. "Gue tau ... Lu gak sabar kan ketemu kak Cece?"

Jaden menatap kesal sang adik, berusaha menyembunyikan raut kagetnya.

"Apaan sih, gak usah sok tau."

"Elehhh .... Siapa yang selama liburan nungguin kak Cece mampir kesini buat beli sarapan atau ke ATM sebelah?" Syeril menunjuk wajah kakaknya itu. "Muka bucin lo bikin gue eneg, bang."

Cewek itu lalu menunjuk lembaran foto yang ada ditangan Jaden dengan dagunya. "Gue tau lu tiap hari ngeliatin foto kak Cece." Cewek itu lalu berbalik dan berteriak sembari menuruni anak tangga, "MAMA, ABANG JADEN NAKSIR CEWEK NIH!"

Buru-buru Jaden merapikan albumnya dan melemparnya asal. Ia harus segera menyusul adiknya itu. Syeril adalah tipikal adik yang berbahaya menurut Jaden. Adiknya itu suka 'Menaburi penyedap yang berlebihan' dalam setiap laporannya pada sang ibu atau bahasa Minangnya 'Pangadu.' Bahaya kalo mama tau anak bujangnya ini lagi kasmaran.

"Woii Syeril!"

Cowok itu terlambat. Syeril sudah berhasil menjalankan misinya.

Jaden yang awalnya ingin menghadiahi adiknya itu dengan sebuah jitakan, kini hanya bisa diam. Mamanya sudah tau. Wanita berusia 47 tahun itu menatap putranya sambil tersenyum. Berusaha menggoda Jaden.

"Ma, tau gak kakak cantik yang suka digangguin abang? Itu loh .... Yang tiap hari ditungguin abang mampir ke ATM sebelah."

"Oh .... Yang temen abang waktu kelas satu itu, ya? Siapa ya namanya?" Wanita cantik itu berusaha mengingat-ngingat kembali siapa gerangan nama gadis yang berhasil mencuri hati putranya ini.

"Kak Cece, ma" Syeril tersenyum puas. Pagi ini mama berada dipihaknya.

Mama tersenyum puas tatkala berhasil mengingat gadis yang dimaksud. Kini, wanita cantik itu kembali disibukkan dengan kegiatannya menata dagangannya pagi ini.

Jaden memang menetap disebuah ruko. Lantai satu dimanfaatkan sebagai bofet milik ibunya, sementara lantai dua dijadikan sebagai tempat tinggal mereka.

Wanita itu lantas kembali menatap wajah putranya. "Kamu ngapain? Ngak mau ngebantuin mama?"

Jaden terkesiap. Ia buru-buru membantu ibunya untuk merapikan tatanan berbagai jenis gorengan, sementara wanita cantik itu kembali fokus pada kegiatannya meracik bumbu untuk kuah lontong mie miliknya.

Memang setiap hari Jaden menyempatkan diri untuk membantu ibunya itu. Tak jarang pemuda itu menawarkan jasa order-an bagi teman-temannya yang bosan dengan menu dikantin sekolah.

"Bang ..." Jaden menatap ibunya itu. "Cece itu yang barusan lewat bukan?" Jaden kaget bukan main.

Cowok itu segera mengalihkan tatapannya pada jalanan. Mencari sosok seorang gadis yang baru saja mereka bicarakan.

"Aiishhhh ..." Jaden berdecak. Ia baru saja menemukan siluet seorang gadis melintasi rumahnya dengan matic berwarna merah.

Cowok itu segera berlari ke arah jalan. "Eehhh ... Mau kemana kamu? Tas sama sepatu kamu masih diatas, bang!"

Jaden lupa. Ia belum mengenakan alas kakinya itu. Dan sialnya, ranselnya juga masih dikamar. Ia buru-buru kembali ke rumah dan menuju ke lantai dua.

"Padahal gue sengaja bangun pagian biar bisa nebeng Chen!" Ia menggurutu, merutuki kebodohannya sendiri. Usahanya untuk siap lebih awal berujung sia-sia.

Biasanya Jaden akan tiba disekolah tepat saat bel berbunyi lantaran jarak rumahnya dan sekolah hanya sekitar sepuluh menit. Tapi khusus untuk hari ini, ia sengaja bangun lebih awal agar bisa berangkat bersama Cece, gadis yang belakangan mengisi ruang dihatinya.

"Kenapa sih Chen, lo harus berangkat jam 6.15? Pertanian-sungai mah gak nyampe 15 menit."

Jaden buru-buru menuruni anak tangga dan berpamitan pada ibunya. Bahkan ia tak sempat sarapan terlebih dahulu. Cece adalah prioritas utamanya saat ini.

Dari kejauhan, Syeril menatap kakaknya itu. Jaden terlihat panik diseberang sana.

"Ma, emang beneran kak Cece udah lewat?"

"Enggaklah" Syeril kaget. Ia menatap heran ibunya itu.

"Mama aja lupa wajahnya yang mana" Syeril tertawa lepas menyadari keisengan ibunya itu. Ternyata benar. Pagi ini mamanya berada dipihaknya.

"Rasain lu, bang. Bingung dah lo mau berangkat pake apaan".

---

Jaden melirik jam digital dipergelangan tangannya. Pukul 6.26 pagi.

Ia semakin resah. Cowok itu menepuk pelan pundak pria dihadapannya. "Bisa capek, bang? Awak takaja, bang."

Setelah dilanda kebingungan tadi, Jaden akhirnya memutuskan untuk menggunakan jasa penyelamat sejuta umat. Ojol alias ojek online.

Setelah modus Jaden untuk berangkat bersama Cece gagal total, cowok itu sempat menghubungi sepupu laki-lakinya, tapi cowok yang dimaksud tak membalas pesannya.

"Santai, bang. Masih pagi ko. Capek bana abang pai sakola mah. Tu bang ..." Jaden mengikuti arah pandang driver-nya itu. "Angkot se ciek yang lewat baru, bang."

"Nih orang tau gak sih kalo angkot ke sekolah gue itu cuman satu?!", kalimat itu tentunya hanya mampu Jaden utarakan dalam hati.

Berselang lima menit, akhirnya Jaden sampai dipekarangan sekolah. Cowok itu langsung turun dan menyerahkan helmnya pada si driver.

Lihat selengkapnya