"Enak ya kelayapan terus, lupa ya kalau punya suami dan anak," sindir sang mertua. Saat melihat kedatangan Aida yang akan memasuki kamar.
"Kamu jadi suami yang tegas dong Lan, jangan biarin istri kamu kelayapan sesuka hati. Nanti makin melunjak kalau dibiarkan saja," ujar sang mertua sekali lagi.
Aida mendengkus kesal, mendengar perkataan sang mertua. Lagi dan lagi sang mertua ikut campur kehidupan rumah tangganya. Mungkin harinya tidak akan lengkap tanpa mengurusi kehidupan anak laki- lakinya.
"Aida hanya keluar sebentar dan itu juga atas izin Mas Alan, apa tidak boleh Bu? Kenapa ibu selalu saja mencari - cari kesalahan Aida?"
"Kamu lihat kan Alan! Ibu hanya mengingatkannya, dan balasannya seperti itu."
"Apa maksud ibu dengan 'Balasannya seperti itu' memang benar kan? ibu selalu saja mencari kesalahan Aida. Seperti saat ini contohnya!" sentak Aida mencoba meredam amarahnya.
"Ibu, bukannya mencari - cari kesalahan kamu, hanya mengingatkan tugas kamu sebagai istri. Sudah kodratnya wanita untuk diam di rumah mengurusi suami dan anak, kamu harusnya bersyukur. Alan sudah mengizinkan kamu bekerja. Harusnya kamu tahu diri saat libur kerja seperti ini mestinya diam di rumah mengurusi suami dan anak kamu. Bukannya kelayapan kumpul sama teman - teman kamu itu."
"Bu, Aida tahu dan paham betul kewajiban Aida sebagai istri. Dan Aida sudah melakukan hal itu sebaik mungkin, kalau Aida nggak tahu diri sudah dari dulu Mas Alan dan Agam terlantar. Coba Ibu lihat mereka baik - baik saja kan semuanya terpenuhi. Sudah bukan jamannya wanita harus terkurung pada tradisi diam di rumah mengandalkan penghasilan suami. Aida bekerja juga untuk membantu Mas Alan memenuhi kebutuhan keluarga faktanya gaji Mas Alan memang belum bisa mencukupi kebutuhan kami. Bukan Aida menuntut kehidupan yang mewah tapi memang seperti itulah keadaannya."
Aida berjalan memasuki kamar tak ingin berdebat lebih lama lagi dengan sang mertua. Dia sudah terlalu lelah dengan semuanya, jika tahu kehidupan pernikahan akan serumit ini Aida tak akan menikah terlalu cepat. Tapi semua sudah terjadi, Aida tidak bisa menyesali semuanya. Kesalahannya dan Alan kala itu akibat kekhilafan sesaat mereka. Telah menumbuhkan satu nyawa di dalam rahimnya. Meski mereka belum siap mau tak mau mereka harus menerimanya karena itu adalah konsekuensi dari perbuatan mereka.