"Memaafkan tak semudah membalikkan telapak tangan. Apalagi jika luka itu karena pengkhianatan. Bahkan waktu pun belum tentu bisa menyembuhkan bekas luka yang ditinggalkan"
"Mir, aku mohon buka pintunya!" Adam mengedor pintu kamar kos Almira, yang dengan susah payah dia temukan setelah beberapa hari mencari hingga nyaris putus asa.
"Untuk apa lagi Mas? Kenapa kamu ke sini? Aku sudah tidak mau melihat kamu lagi. Tolong pergi menjauh dari aku dan ceraikan aku segera!" teriak Almira dari dalam kamar.
"Nggak Mir, aku nggak mau kita bercerai. Aku sudah memutuskan hubungan dengan Anjani dan aku tidak akan memaksa kamu untuk merawat anak itu Mir, tolong buka pintunya beri aku kesempatan sekali lagi!" Adam terus mengedor pintu berteriak tanpa kenal lelah, tak menghiraukan pandangan penghuni kos sekitar yang menatapnya ingin tahu.
"Semudah itu kamu berkata Mas? Bahkan jika kamu memutuskan hubungan dengan Anjani aku tetap tidak akan kembali sama kamu. Harusnya peristiwa ini memberi kamu kesadaran dan memperbaiki diri Mas. Bukan seperti ini, apa yang telah kamu perbuat harus kamu tanggung akibatnya. Ceraikan aku dan nikahi Anjani, anak dalam kandungannya itu anak kamu. Dia sama sekali nggak berdosa bagaimana pun juga anak itu membutuhkan ayahnya."