The Wedding (Radit dan Lyla)

Anjar Lembayung
Chapter #6

#5 Wedding Ring

Manik mata hitam itu asyik menatap lekat pada sosok yang masih tergolek di sofa. Sesekali bibirnya melengkungkan senyum ketika gadis itu terusik dengan udara dingin dari pintu balkon ruang bebas lantai dua. Namun, keterusikannya itu tak lantas membuatnya bangun, malah ia makin mengeratkan selimut tebal hingga menutupi sebagian wajah.

Radit yang sedari tadi sibuk mengamatinya di sofa single—dekat sofa panjang tempat Lyla terlelap—menahan kikikan geli saat Lyla menggeliat. Laki-laki dengan kaus oblong berwarna putih dan rambut setengah basah itu menumpukan kedua siku ke lutut, masih lekat menatap dan menanti kapan calon istrinya bangun.

Selesai Lyla menggeliat, perlahan ia membuka mata. Gadis dengan rambut berantakan khas bangun tidur itu tersentak ketika matanya berserobok dengan bola mata Radit. “Ya ampun! Jam berapa sekarang?” tanyanya kikuk seraya merapikan rambut kecokelatan yang tergerai.

“Jam tujuh. Buruan mandi, ditungguin sarapan di bawah. Papa udah pulang,” terang Radit seraya menegakkan tubuh kembali.

“Hah? Sarapan? Bareng keluarga besar lu?” Mata Lyla membulat, sedikit tergesa menapakkan kaki ke lantai kemudian memakai sandal busa pinjaman Radit.Radit mengangguk. Namun, ketika Lyla sudah bangkit dan hendak beranjak ke kamar mandi, ia berbalik dan menatap penuh ancaman. “Don’t talk anything to your family, okay? Termasuk crazy party buatan Dimas dan Riana yang bikin gue hampir setengah sinting akhir-akhir ini.”

“Soal kita ....”

Shut up! Termasuk di depan gue,” potong Lyla dengan kedua pipi yang mulai bersemu merah. Radit mendecakkan lidah seraya merebahkan punggung ke sandaran sofa. Namun, derai tawanya terdengar saat Lyla dengan sedikit canggung berbalik dan meninggalkannya. Gadis itu tampak kesal, mengentakkan kaki sekuat yang ia bisa.

***

Dentingan sendok dan garpu terdengar riuh mengisi ruang makan. Lyla duduk bersisian dengan Radit, sementara kedua orang tua Radit duduk di kursi berseberangan. Eyang Kasih masih menyantap sendokan terakhir sarapannya di kursi paling ujung, menengahi putra dan cucunya.

“Kenapa dengan wajahmu?” Eyang Kasih angkat bicara saat ia usai meneguk segelas air putih.

“Kecelakaan ringan, Eyang,” sahut Radit sembari meraih gelas di sisi kanan.

“Mobilmu?”

Julia bersitatap dengan Pradipta—papa Radit—memberi kode untuk melakukan pembelaan terhadap putra mereka. Namun, kedikan bahu menandakan bahwa laki-laki beralis tebal itu sudah menyerah dengan tingkah bengal putranya.

“Di bengkel,” sahut Radit. Kali ini ia sedikit tak acuh, tanpa diminta segera mengeluarkan dompet dari saku celana, dan menyerahkan STNK mobil kesayangannya di depan meja Eyang Kasih.Sepertinya Radit tak ingin menunjukkan percekcokan keluarganya di depan Lyla.

Eyang Kasih meraih STNK dan mengacungkannya ke Bi Siti yang sedari tadi berdiri di belakang. Lyla sendiri masih berusaha menghabiskan sisa sarapan, hingga Julia melontarkan sebuah pertanyaan padanya.

“Apa kamu baik-baik saja, Lyla?”

Lyla mendongak. Ia sempat melempar senyum samar. “Oh, iya, Tante, saya baik-baik saja.”

“Tampar saja Radit bila anak itu berbuat kurang ajar sebelum menikah,” sela Pradipta yang kemudian memilih kembali sibuk dengan sesapan teh hangat. Lyla meringis dan mengangguk ragu.

“Maaf, ya, gara-gara ngurusin Radit luka-luka, kamu sampai ketiduran di sofa. Kamu harusnya bangunin Tante saja semalam,” imbuh Julia.

“Kita berangkat sekarang.” Suara Eyang Kasih yang mulai berdiri menginterupsi seisi ruangan.

Lihat selengkapnya