Kupikir dengan cara kabur masalahku akan teratasi. Kupikir semuanya akan baik-baik saja jika mama tidak ada di sampingku hanya untuk sekedar menegurku untuk pergi bersama Azzam atau memarahiku jika aku melupakan tanggung jawab kantor dan lebih memilih pergi bersama Resa. Walau itu terasa memuakan tapi aku merasa ada yang hilang, sekejap otaku terasa hening tidak ada ucapan kasar yang terus mengekangku hingga membuatku menjadi lebih kuat untuk bangkit, rasanya benar-benar hampa dan lemas untuk bergerak.
"Hey bangun!" Samar-samar aku mendengar suara lelaki hingga suara itu terdengar jelas di telingaku.
Aku membuka mata dan melihat lelaki yang jatuh bersamaku.
"Ada apa?"
"Wow! gue enggak salah dengar? lo nanya kayak orang habis bangun tidur!" Lelaki itu sedikit merasa gila dengan tingkahku, sempat tadi kulihat dari raut wajah ketakutannya hingga pertanyaanku membuatnya melongo, aku tidak yakin apa dia mengakhawatirkanku?
"Lah terus? lo mau gue nangis?"
"Ya ... enggak juga ...."
"Yaudah diam aja." Aku bangkit berdiri memperhatikan sekeliling, dunia yang baru kutempati sangat lebih jauh dengan duniaku, ini sangat ....
"Tenang." Aku menoleh cepat melihat lelaki itu yang lebih dulu mendahuluiku.
Dia tampak tersenyum sambil menutup mata membiarkan angin menerpa rambutnya dan senja menyilaukan wajahnya.
Ah ... jujur dadaku dag-dig-dug melihatnya, tapi jangan salah paham itu hanya berlaku sebentar setelah itu ia mengoreki hidungnya yang gatal karena serangga kecil yang tidak sengaja dihirupnya.
"Lo tau kita jatuh dari mana?" tanyaku membuatnya menoleh sambil mengangkat kedua bahunya bingung.
"Kita kesana yuk! Mungkin kita dapat petunjuk," ajaknya lalu berlalu mendahuluiku.
Selama perjalanan semua yang kulihat, kujaga dan kurekam untuk selalu kuingat karna selamaku hidup baru kali ini aku melihat dunia yang sangat indah. Tempat kusadar tadi adalah bukit dan di sana hanya ada satu pohon yang di hadapanya terlihat kota yang sangat indah bahkan mirip dunia masa depan yang selalu diimpikan semua orang untuk ditinggali. Pepohonannya sangat sejuk dan menyegarkan rasanya seperti lahir kembali.
"Hey!" seru lelaki itu melambaikan tangan menyuruhku untuk menghampirinya karena jarak kami sangat berjauhan.
"Ada apa?" Aku menghampirinya dan setelah jaraku semakin mendekat ia langsung menarik tanganku dengan gemas.
"Liat!" tunjuknya kepada objek yang membuatku melongo tidak percaya.
Sungguh aku merasa benar-benar seperti mimpi. Aku melihat berbagai macam manusia dari belahan dunia yang berada di sana, tempat itu mungkin pusat mereka berkumpul.
"Hey apa kalian pendatang baru?" tanya seseorang membuat kami berdua menoleh kaget.
"Eh ... kok?"
"Rupanya kalian pendatang baru ya, ikut saya akan kubawa kalian di kantor pusat," potong anak lelaki itu yang bahkan lebih muda dari kami, mungkin umurnya sekitar 7 tahun kalau tidak salah.
"Ayo ikut dia," ajak lelaki itu yang bahkan belum kutahu namanya, ia dengan santainya melenggang pergi.
Aku sempat kaget dan langsung menarik tangannya kasar hingga ia sempat terlonjak kaget.
"Selow dong," serunya jengkel.
"Lo mau percaya sama anak kecil itu? kalau dia berbahaya gimana?"
"Hey! mau pergi apa tidak?" seru anak kecil itu, kami sempat saling menatap hingga lelaki itu bersuara,"Ikut ajalah," putusnya sambil beranjak pergi sambil menarik tanganku dan aku hanya bisa pasrah ditarik.
Perjalanan yang kami tempuh hanya sebentar, aku sempat melihat jam tanganku untuk memastikan waktu. Namun, yang kulihat benda itu tidak bergerak sama sekali, aku menepuknya berkali-kali mungkin saja dengan cara itu ia dapat bergerak tapi saat tepukan yang keempat sebuah tangan mungil menghentikan aksiku.
"Disini tidak berlaku waktu," ujar anak kecil itu yang suaranya bahkan terdengar seperti seorang Bapak tua.
Aku menunduk hanya sekedar meminta maaf, sungguh gerakan itu refleks karena mendengar suaranya, lelaki yang bersamaku sempat menertawaiku sambil beranjak mengikuti anak kecil itu yang sudah dulu berlalu masuk ke dalam sebuah gedung yang tampak seperti hotel besar dan mungkin saja yang di maksud anak kecil kantor pusat itu adalah hotel besar ini. Aku hanya mengekor melihat banyak manusia keluar masuk ke dalam gedung itu.
"Selamat datang di City World," suara itu membahana diseluruh ruangan setelah kakiku beranjak masuk.
Semua orang melihat kami berdua tersenyum bahkan saling melambaikan tangan menyambut kami dan itu membuatku sedikit kikuk.
"Hay anggota baru!" kata mereka bersahut-sahut lalu setelah itu sibuk dengan kegiatan masing-masing.
Lalaki tadi menyenggol bahuku sambil menaik-turunkan alisnya.
"Napa? lo kayak enggak pernah aja disambut kayak gitu."
"Eh, Gila lo! bukanya itu langkah disana?" ucapku sedikit berbisik.
Ia hanya terkekeh sambil menggandeng tanganku mengikuti anak kecil itu yang tampak tidak peduli dengan ucapan mereka.
"Masuk," titahnya sambil membukakan pintu.
Aku sempat terdiam diambang pintu melihat ruangan yang super megah yang tidak pernah kulihat sebelumnya hingga dorongan lelaki itu membuatku masuk kedalam.
"Tunggu disini," tukas anak kecil itu lalu menutup kembali pintu.
Kami saling melirik lalu duduk pelan sambil memperhatikan sekeliling.
"Oh kalian rupanya, ada yang bisa saya bantu?" tanya seseorang masuk ke dalam ruangan dan duduk di kursi megahnya yang menghadap ke arah kami.
"Kami mau pulang," ujarku cepat membuat lelaki yang bersamaku langsung menyenggol pelan lenganku.
Kalau dikenali dari suaranya seperti suara lelaki dewasa tapi posturnya berbanding terbalik ia bahkan terlihat seperti lelaki remaja hingga membuatku sedikit heran.
"Jangan terburu-terburu kalian bahkan baru datang, kenapa langsung pengen pulang?" ujarnya sedikit terkekeh.
"Saya yakin setelah kalian melihat City World pasti kalian tidak akan merengek pengen pulang lagi."
"Dan sayangnya gue enggak yakin dengan ucapan lo, dari tadi gue ada disini, tempat lo ini udah aneh dan gue enggak suka tempat yang aneh!"
"Hmm. Kayaknya kamu lebih suka duniamu," ucap lelaki itu sambil beranjak menuju jendela.
"Apa kamu sudah melihat ini?" Dia bertanya sambil menunjuk ke arah keluar jendela yang menampakkan kotanya yang luar biasa indah.
"Saya yakin pasti ini membuatmu lebih tertarik lagi," sambungnya percaya diri.
"Kayaknya tawaran lo enggak guna deh, dan sayangnya gue udah liat." Lelaki itu berbalik melihatku dengan satu alis yang terangkat."Oke. Yang satu ini pasti kamu lebih tertarik ...."
"Enggak guna tau lo ngomong! yang gue pengen sekarang itu yaitu pulang! Lo enggak tau kata pulang apa?!"
"Eh lo bisa tenang dikit enggak?" semprot lelaki yang bersamaku.
"Disini apa aja kamu minta pasti terkabul seperti kamu mau hidup sendiri tanpa orang tua karna kamu ngerasa orang tua kamu sering ngekang kamu, disini bisa. Bahkan disini bebes kamu punya rumah sendiri, bisa sekolah, udah punya kerja bahkan kamu mau pengen rubah umur kamu bisa, semuanya bisa," ucapanya terasa seperti menyinggungku.