The when time is not eternal

Nicanser
Chapter #4

Jam waktu

Aku tidak tahu apa yang terjadi padaku tapi kepalaku sangat sakit, aku melihat sekeliling sambil memegang kepalaku yang terasa ngilu, tepat disatu objek aku melihat kak Kasih berada di depanku sedang menyerukan sesuatu hingga suaranya jelas terdengar,"Akira bangun!!" pekiknya jengkel sambil menggoyang-goyangkan bahuku.

Aku terduduk lemas di sofa sambil memandang sekeliling yang terlihat ramai

"Ayo pulang," ajaknya sambil menarik tanganku.

Jujur aku masih bingung, tadi itu apa? Apa aku bermimpi atau sekarang aku sedang bermimpi?

Aku melepaskan genggaman kak Kasih hingga membuatnya berhenti mendadak sambil menatapku aneh

"Kamu kenapa?" tanyanya bingung.

"Kakak beneran kak Kasih?" Bukanya menjawab aku malah bertanya balik, sungguh aku tidak tau apa yang kulakukan tapi yang pasti aku ingin memastikan apa aku bermimpi atau tidak.

Wanita dengan lesung Pipit di sebelah kanannya langsung mendaratkan jitakannya di kapalaku hingga membuat sakit kepaku menjadi dua kali lipat.

"Kak Kasih kok gitu si!" Aku refleks memegang kepalaku.

"Masih ngantuk? Nanti lanjutin dirumah, mama udah nunggu dari tadi dimobil." Dia langsung menarikku dan aku hanya bisa pasrah.

Setelah mobil mulai keluar dari perkarangan rumah omah, aku sempat melihat lelaki yang bersamaku waktu itu, dia sedang berbincang dengan tante Fara hingga sosoknya tak dapat terjangkau di mataku lagi.

Aku membulatkan mataku tidak percaya, dia lelaki itu? rasanya otaku mau meledak, haruskah aku percaya atau tidak?

Malam ini bahkan terasa begitu berat, rasa sakit kena syatan tadi masih terasa di telapak tanganku tapi saat kulihat tanganku bahkan tidak punya bekas darah ataupun syatannya, semuanya bersih seperti tidak terjadi apa-apa.

Aku berusaha menghilangkan semuanya dari otakku hingga tanpa sengaja aku melihat mama sedang tertidur pulas di kursinya.

"Kak?"

Kak Kasih berdehem hanya sekedar menjawab pertanyaanku tapi matanya masih fokus melihat jalan

"Tadi gimana? kalau dilihat mama kayaknya capek banget?"

"Kamu tau sendiri keluarga papa gimana, wajar dong kalau mama gini hari ini."

"Terus kamu kok bisa tidur sih disaat seperti itu?" sambungnya.

"Namanya orang ngantuk kak enggak bisa ditahan." Aku masih bisa melihat kak Kasih hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya tidak percaya.

Setelah itu hening, hingga akhirnya sampai lah di rumah.

Aku berjalan gontai karena rasa ngantuk yang menyerang terlalu ekstrim, Sampai di kamar aku langsung menjatuhkan diriku diatas tempat tidur.

"Mama."

Aku refleks membuka mata saat mendengar suara anak kecil di telingaku.

Aku kembali menutup mata sambil menyerukan dalam hati bahwa kejadian yang kualami tadi hanya mimpi tapi belum sepenuhnya pergi kealam mimpi lagi-lagi suara anak kecil itu menggema di seluruh kamarku bahkan suaranya terdengar lirih sambil memanggil kata Mama.

Aku terduduk lesuh ditepi ranjang sambil memandang sekeliling ruangan, dan entah kenapa terasa begitu horor.

Apa mungkin aku terlalu memikirkannya sampai ke bawah ke alam sadarku? aku tidak tau tapi itu sedikit membuatku muak.

Aku pergi ke kamar mandi hanya untuk membersihkan diri tapi saat melihat pantulan diriku, di sana ada yang berbeda tepat di leherku dan pergelangan tangaku

Dileher aku memakai sebuah kalung yang berliontin jam besar yang memiliki ukiran indah dan di pergelangan tanganku muncul tato yang bergambar rumput.

Aku menggosoknya tapi tidak bisa hilang, aku membersihkannya menggunakan sabun tapi juga belum bisa hilang bahkan pergelangan tanganku sampai memerah.

Aku pasrah lalu beralih melihat dekat kalung itu, aku membukanya sambil memainkan jarumnya, memutar arah jam hingga tiba-tiba cahaya putih muncul membuatku kaget dan jatuh terduduk

Aku berusaha mengatur napasku dan kembali melihat jam itu, dan betapa kagetnya jarum jam itu bergerak sendiri kembali ke jam semula.

Aku tidak tahu haruskah aku percaya dengan semua yang terjadi atau berpura-pura membuatnya seperti mimpi.

Tiba-tiba kepalaku terasa pusing dan semuanya semakin buram hingga aku terbaring di lantai

Samar-samar aku melihat kaki kecil mendatangiku hingga perlahan semakin gelap dan memudar

***

"Ra?" sapa Resa sambil menggoyangkan pelan bahuku. Sebentar aku menoleh sambil menatapnya sendu lalu kembali melanjutkan tidurku.

Entah apa yang terjadi padaku. Tapi setelah melewati malam yang mengerikan membuatku masih merasakan syok. Sejujurnya, aku ingin menceritakan kejadian tadi malam sama Resa tapi ku urungkan, aku bahkan tidak tega melihat gadis itu khawatir karena diriku.

"Kenapa sih?" Dia kembali menggoyangkan pelan bahuku.

Aku bangun untuk duduk tegap bersamaan itu masuknya wali kelas dengan di ikuti seorang lelaki yang tampak sangat familiar di mataku.

"Semuanya perhatian, kita kedatangan murid baru," ujar Bapak wali kelas, lalu matanya beralih melihat lelaki itu.

"Nak silakan perkenalkan diri," sambungnya.

Semuanya tampak diam dan tenang hanya untuk mendengar suara lelaki itu, aku yang bahkan terjebak bersamanya tadi malam tidak sebegitu keponya.

"Njir manisnya," bisik Resa kepadaku.

Aku tidak menggubrisnya, aku malah fokus melihat lelaki yang berdiri di depan yang tengah menatapku balik.

"Gue Bastian, panggil Bass aja," ucapnya mantap.

Aku membuang muka sambil memasang airphone di kedua telingaku. Setelah itu, aku tidak mendengar apa-apa lagi. Sambil kembali melanjutkan tidurku.

Aku berusaha memejamkan mata tapi setiap itu terjadi aku terus membayangkan kaki kecil yang sempat mendatangiku semalam. Aku tidak tahu apa itu bayi yang kutitip sama lelaki itu atau bukan, kalau dipikir-pikir bayi itu bahkan belum bisa berjalan.

Terasa bahuku bergoyang dan aku kenal kebiasaan itu tidak lain adalah Resa, dia mulai menjalankan aksinya tapi saat aku duduk tegap hanya untuk membalasnya yang kulihat malah Bastian dan perkiraanku salah.

Aku melihat Resa dibelakang Bastian ia hanya bisa cengengesan melihatku.

"Bisa bicara sebentar?" Terdengar nada dingin darinya.

"Maaf enggak bisa!" Putusku.

Lihat selengkapnya